Di bulan Ramadhan ini Allah Swt melipat gandakan pahala ibadah, kebaikan bernilai luhur dan tinggi, sehingga sangat dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan kebaikan di bulan ini. Zakat adalah salah satu kewajiban bagi umat muslim yang kedudukannya sama seperti sholat. Sering Allah menyebutkan kata sholat kemudian digandeng setelahnya dengan zakat seperti ayat
واقيموا الصلاة و آتوا الزمكاة
“ Dirikanlah sholat dan tunaikan zakat “
Sering kita lihat umat muslim di bulan Ramadhan trutama saat malam trakhirnya, mereka mngeluarkan zakat mal atau zakat harta, mungkin beralasan ingin mendapat nilai lebih menunaikan zakat harta di bulan Ramadan, padahal kita tahu di antara syarat zakat mal adalah mencapai nishob dan haul yaitu sampai satu tahun. Sehingga mereka sebenarnya mengeluarkan zakat terkadang belum jatuh temponya artinya mereka mendahulukan zakat. Nah bagaimana fiqih memandangnya ?
Mendahulkan zakat atau dalam istilah fiqihnya disebut dengan Ta’jilz zakat atau Az-Zakah Al-Mu’ajjal, misalnya si Fulan memulai bisnis perdagangannya sejak bulan Juni kemudian bulan Agustus sudh masuk bulan Ramadhan, seharusnya Fulan mengeluarkan zakatnya di bulan Mei genap setahun, berhubung Agustus bulan Ramadhan maka si Fulan mngeluarkan zakat malnya di bulan agustus.
Ta’jiluz zakah dalam fiqih diperbolehkan asal memenuhi beberapa syarat berikut :
1. Harus sampai nishob kecuali zakat tijarah
2. Tetapnya si pemilik zakat atas syarat-syarat wajibnya zakat, maka jika sipemilik zakat wafat sebelum genap setahun, atau menjadi faqir sbelum genap setahun, maka zakatnya tidak sah.
3. Tetapnya sifat-sifat penerima (mustahiq) pada waktu wajib mengeluarkan zakat (saat sempurna haul/genap setahun). Maka jika si penerima zakat menjadi kaya bukan dengan harta zakat di akhir tahun (genap khol), atau murtad atau meninggal, maka zakatnhya tidak sah dan jatuhnhya jadi sedekah sunnah.
Berbeda dengan pendapat Imam Abi Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal yang menyatakan tetap sah walaupun tidak bersifat mustahiq lagi.
Catatan : tidak sahnya zakat mu’ajjal tersebut menurut pendapat madzhab Syafi’i, jika perubahan sifat-sifat penerima zakat diketahui dengan yakin. Namun jika meragukan apakah penerima zakat masih hidup atau sudah mati, menjadi kaya atau tetap miskin dimasa haul, maka zakatnya tetap sah. Wallohu a’lam. (Ibnu Abdillah Al-Katibiy).
Sumber :
– Kitab Tuhfah Al-Muhtaj juz 13 halaman : 113
– Asy-Syarh Al-Kabir juz 2 halaman 687
– At-Taqrirat As-Sadidah halaman : 421-422