Banyak orang yang tidak tahu akan hakikat mazhab Asy’ariyah dan tidak mengenal siapakah ulama’ Asy’ariyah dan jalan mereka dalam urusan akidah. Bahkan, ada diantara mereka yang berani menisbatkan ulama’ mazhab Asy’ariyah pada kesesatan atau mendakwakan bahwa para ulama’ tersebut telah melakukan pencacatan terhadap agama dan menghina kesucian Allah.
Ketidak-tahuan mereka akan mazhab Asy’ariyah adalah sebagai penyebab terpecahnya kesatuan (Ahli Sunnah) dan tercerai berainya mereka hingga sekarang ini diantara orang Islam yang mengikuti (Mazhab Asy’ariyah) dianggap sebagai golongan yang sesat. Tidaklah aku melihat bagaimana cara mensinkronkan antara ahli iman dengan golongan mu’tazilah yang merupakan pengikut aliran Juhmiyah? (“Apakah Aku akan menjadikan orang-orang Islam seperti orang-orang yang berdosa?”)
Kaum Asy’ariyah adalah kumpulan para ulama’ Islam yang menjadi benderanya hidayah, yaitu orang-orang yang ilmunya telah memenuhi bumi dari timur sampai barat yang umat manusia telah mengakui kemuliaan, ilmu dan agama mereka. Mereka adalah para pembesar ulama’ ahli sunnah wal jama’ah yang mulia yang berusaha membendung penyebaran aliran mu’tazilah. Mereka adalah orang-orang yang Ibnu Taimiyyah telah berkata, “Para ulama’ adalah para penolong ilmu agama dan para ulama’ Asy’ariyah adalah para penolong akidah agama.” Seperti yang telah dijelaskan dalam Al Fatawa juz 4.
Sesungguhnya mereka merupakan perkumpulan para muhadditsin, fuqaha’ dan mufassirin. Diantara mereka adalah :
Seandainya disini dihitung dan ditulis nama-nama para muhadditsin, mufassirin dan fuqaha’ yang merupakan para imam mazhab Asy’ariyah, maka sudah pasti akan menjadi berjilid-jilid buku untuk menulis nama-nama mereka para ulama’ yang mulia yang ilmu mereka telah memenuhi bumi dari timur hingga barat. Namun yang harus dilakukan disini adalah kita mengetahui beberapa pembesar mazhab Asy’ariyah yang sudah masyhur dan kita mengetahui kemuliaan para ahli ilmu dan keutamaan mereka yang telah melayani syariat nabi Muhammad saw.
Lalu kebaikan mana yang bisa diharapkan pada diri kita bila kita menuduh para ulama’ yang mulia dan para pendahulu kita yang sholih dengan sesat dan menyimpang dari ajaran yang benar ?
Bagaimana bisa Allah membukakan untuk kita untuk dapat mengambil faidah dari ilmu mereka, ketika ada pada diri kita keyakinan bahwa dalam ilmu-ilmu mereka terdapat penyimpangan dari ajaran Islam?
Syeikh Muhammad al Maliki berkata, “Apakah ada ulama’ di zaman sekarang ini yang bergelah (Doktor) atau (Profesor) yang mampu menempati posisi Syeikh Ibnu Hajar al Asqalani dan imam an Nawawi dalam melayani sunnah Nabi yang suci seperti yang telah dilakukan oleh beliau berdua?Semoga Allah menyelimuti keduanya dengan rahmat dan ridho. Lalu bagaimana bisa kita menuduh keduanya dan ulama’ mazhab Asy’ariyah lainnya dengan sesat, sedangkan kita membutuhkan ilmu mereka ?
Bagaimana kita bisa mengambil ilmu mereka, jika mereka berada dalam kesesatan ? sedangkan Imam al Zuhri telah berkata, (“Sesungguhnya ilmu adalah agama. Maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”)
Tidakkah cukup bagi orang yang kontra untuk mengatakan, “Sesungguhnya mereka telah berijtihad lalu mereka salah dalam menta’wili sifat”. Lebih baik mereka orang-orang yang kontra mengikuti jalan tersebut sebagai pengganti dari menuduh para ulama’ dengan menyimpang dan sesat. Dan kita sangat membenci bila ada orang yang menganggap mereka, para pengingkar, sebagai bagian dari golongan ahli sunnah wal jama’ah. Seandainya Imam an Nawawi, Imam al Asqalani, al Qurthubi, Imam al Baqilani, Imam al Fakhr ar Razi, Imam al Haitami, Imam Zakariya al Anshari dan ulama’-ulama’ besar lainnya tidak termasuk bagian dari golongan ahli sunnah wal jama’ah, lalu siapakah ahli sunnah kalau begitu ?
Sesunggungnya, kami mengajak kepada para da’i dan orang-orang yang kecimpung dalam urusan da’wah Islam supaya takutlah kalian kepada Allah dalam umat Muhammad, terlebih dalam urusan para ulama’nya yang mulia, karena umat Muhammad tetap berada dalam kebaikan hingga datangnya hari kiamat. Dan tidak ada kebaikan bagi kita ketika kita tidak mengenal derajat dan kemuliaan para ulama’ kita.”.
[ Dikutip dari, Mafahim Yajibu ‘an Tushahhah, Syeikh Muhammad al Maliki, hlm. 120-122 ].