0543. HUKUM MENYAMAK DENGAN MENGGUNAKAN KOTORAN BURUNG

PERTANYAAN :
APA BOLEH MENYAMAK dengan KOTORAN BURUNG ?. [Mansur Chan Loch].
JAWABAN :
Menurut kalangan Syafi’iyyah, Malikiyyah dan sebagian pendapat dari madzhab hanabilah BOLEH karena tujuan menyamak kulit adalah menghilangkan lendir-lendir yang dapat membuat kulit menjadi rusak dan busuk sebelum dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia.
– Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah XX/228 :
وَذَهَبَ فُقَهَاءُ الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَهُوَ قَوْلٌ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ : إِلَى أَنَّهُ لاَ يُشْتَرَطُ أَنْ يَكُونَ الدِّبَاغُ طَاهِرًا ، فَإِنَّ حِكْمَةَ الدِّبَاغِ إِنَّمَا هِيَ بِأَنْ يُزِيل عُفُونَةَ الْجِلْدِ وَيُهَيِّئَهُ لِلاِنْتِفَاعِ بِهِ عَلَى الدَّوَامِ . فَمَا أَفَادَ ذَلِكَ جَازَ بِهِ ، طَاهِرًا كَانَ كَالْقَرَظِ وَالْعَفْصِ ، أَوْ نَجِسًا كَزَرْقِ الطُّيُورِ (1) …. وَالْمَذْهَبُ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ أَنْ يَكُونَ الدِّبَاغُ طَاهِرًا ، لأَِنَّهَا طَهَارَةٌ مِنْ نَجَاسَةٍ فَلَمْ تَحْصُل بِنَجِسٍ ، كَالاِسْتِجْمَارِ وَالْغَسْل (2) .
(1) ابن عابدين 1 / 136 ، والدسوقي 1 / 55 ، ومغني المحتاج 1 / 82 ، وكشاف القناع 1 / 56 ، والمغني 1 / 70 .
(2) المغني 1 / 70 ، وكشاف القناع 1 / 76 .
Para Ulama Fiqh Kalangan Madhab Malikiyyah, Syafi’iyyah dan sebagian pendapat di kalangan madzhab Hanabilah menilai tidak disyaratkannya perkara yang dibuat menyamak kulit harus suci sebab hikmah dalam menyamak adalah agar kebusukan kulit sebelum dimanfaatkan selamanya dapat menghilangkan, apapun yang dapat menghilangkannya diperbolehkan baik berupa perkara suci seperti al-Qarazh (semacam daun akasia) dan al’Afsh (nama pepohonan) ataupun berupa perkara najis seperti kotoran burun. ( Ibn ‘Aabidiin I/136, ad-Dasuuqy I/55, Mughni al-Muhtaaj I/82, Kisyaaf al-Qinaa’ I/56 dan al-Mughny I/70 ).
Sedangkan pendapat yang dijadikan pilihan dikalangan Madzhab Hanabilah disyaratkannya perkara yang dibuat menyamak kulit harus suci karena menyamak adalah menghilangkan najis maka tidak dapat berhasil menggunakan perkara najis seperti pada masalah bersuci menggunakan batu (peper-java.pent) dan masalah mandi. (al-Mughny I/70 dan Kisyaaf al-Qinaa’ I/76).
– Hasyiyah al-Bujairomi VI/50 :
وَيَحِلُّ تَسْمِيدُ الْأَرْضِ بِالزِّبْلِ وَدَبْغُ الْجِلْدِ بِالنَّجَسِ وَلَوْ مِنْ مُغَلَّظٍ مَعَ الْكَرَاهَةِ فِيهِمَا

Boleh hukumnya merabuk tanah dengan kotoran binatang dan menyamak kulit dengan najis meskipun dengan najis mugholladzoh disertai makruh pada keduanya. Wallaahu A’lamu Bis Showaab. [Masaji Antoro].

Pos terkait