0664. Mengambil JAMUR di Tanah Orang Lain

PERTANYAAN :
Faqir ini mau tanya ? Bagaimana hukum nya ngambil jamur di tanah orang ? Mohon jawaban nya dan kalau ada mana landasan nya [ibarotnya], wasalam. [Miftahuddin Al Faqir].
JAWABAN :
BOLEH apabila pemiliknya sudah tidak memperdulikannya lagi atau meyakini bahwa pemilik merelakannya. Jika sebalikanya maka TIDAK BOLEH, seperti halnya pemilik pohon pelit atau pohon buah tersebut dipagari, maka haram mengambilnya.
أسنى المطالب الجزء 1 صحـ : 574 مكتبة دار الكتاب الإسلامي
( وَالثِّمَارُ وَالزَّرْعُ فِي التَّحْرِيمِ ) عَلَى غَيْرِ مَالِكِهَا وَالْحِلِّ لَهُ ( كَغَيْرِهَا ) فَلاَ يُبَاحُ لَهُ بِغَيْرِ إذْنِ مَالِكِهَا إِلاَّ عِنْدَ اضْطِرَارِهِ فَيَأْكُلُ وَيَضْمَنُ ( فَلَوْ جَرَتِ الْعَادَةُ بِأَكْلِ مَا تَسَاقَطَ ) مِنْهَا ( جَازَ ) إِجْرَاءً لَهَا مَجْرَى اْلإِبَاحَةِ لِحُصُوْلِ الظَّنِّ بِهَا كَمَا يَحْصُلُ بِحَمْلِ الصَّبِيِّ الْمُمَيِّزِ الْهَدِيَّةَ قَالَ الزَّرْكَشِيُّ وَيَنْبَغِيْ أَنْ يُسْتَثْنَى مَا إِذَا كَانَ ذَلِكَ لِمَنْ لاَ يُعْتَبَرُ إذْنَهُ كَيَتِيمٍ وَأَوْقَافٍ عَامَّةٍ ِلأَنَّ صَرِيحَ إِذْنِهِ لاَ يُؤَثِّرُ فَمَا يَقُوْمُ مَقَامَهُ أَوْلَى قَالَ وَقَدْ ذَكَرَ ابْنُ عَبْدِ السَّلاَمِ مِثْلَ ذَلِكَ فِي الشُّرْبِ مِنَ الْجَدَاوِلِ وَاْلأَنْهَارِ الْمَمْلُوْكَةِ وَهَذَا أَوْلَى مِنْهُ ( إِلاَّ إِنْ حُوِّطَ عَلَيْهِ ) أَيْ مَا ذُكِرَ مِنَ الثِّمَارِ وَالزُّرُوعِ ( أَوْ مَنَعَ ) مِنْهُ ( الْمَالِكُ ) ِلأَنَّ ذَلِكَ يَدُلُّ عَلَى شُحِّهِ وَعَدَمِ مُسَامَحَتِهِ اهـ
Buah-buahan dan tanaman dalam hukum halal haramnya diambil selain pemiliknya sama dengan barang-barang lainya dalam arti tidak halal mengambilnya tanpa seizin pemiliknya kecuali dalam kondisi terpaksa maka boleh mengambil dan memakannya namun harus mengganti.
Bila dalam masyarakat berkembang kebiasaan diperkenankan memungut buah-buahan dan tanaman yang terjatuh maka secara agama juga diperlakukan hukum yang sama karena artinya pemiliknya diduga juga memperbolehkannya sebagaimana bolehnya memungut hadiah dari bocah yang sudah tamyiz.
Berkata az-Zarkasyi “Semestinya dalam hal ini diberi pengecualian pada hal yang tidak bisa dipertimbangkan lagi pemberian izinnya seperti izin dari anak yatim dan tempat-tempat wakaf umum karena meskipun perizinan dengan kata jelaspun darinya tidak berpengaruh maka hal yang serupa kedudukannya dengannya lebih baik dianalogkan juga dengannya”.
Ibn Salam berkata “Serupa dengannya minum ditempat anak-anak sungai atau kali yang dipunyai seseorang”Kecuali saat Buah-buahan dan tanaman tersebut dipagari atau pemiliknya melarang mengambilnya karena yang demikian menunjukkan sifat kikirnya pemilik dan tidaka adanya toleransi darinya. [ Asnaa al-Mathaalib I/574 ].
تحفة المحتاج في شرح المنهاج الجزء 9 صحـ : 337 مكتبة دار إحياء التراث العربي
وَيَحْرُمُ أَخْذُ ثَمَرٍ مُتَسَاقِطٍ إنْ حُوِّطَ عَلَيْهِ وَسَقَطَ دَاخِلَ الْجِدَارِ وَكَذَا إِنْ لَمْ يُحَوَّطْ عَلَيْهِ أَوْ سَقَطَ خَارِجَهُ لَكِنْ لَمْ تُعْتَدِ الْمُسَامَحَةُ بِأَخْذِهِ وَفِي الْمَجْمُوْعِ مَا سَقَطَ خَارِجَ الْجِدَارِ إنْ لَمْ تُعْتَدْ إِبَاحَتُهُ حَرُمَ وَإِنِ اعْتِيدَتْ حَلَّ

Dan haram memungut buah-buahan yang telah jatuh bila dipagari dan jatuh didalam tembok pagar atau jatuh diluar tembok pagar hanya saja tidak terjadi kebiasaan masyarakat ditoleransi menmungutnya. Dalam kitab al-Majmu’ dijelaskan “Benda yang jatuh diluar tembok pagar bila tidak umum di masyarakat maka haram memungutnya bila umum maka halal [ Tuhfah al-Muhtaaj IX/337 ]. Wallaahu A’lamu Bis Showaab. [Mbah Jenggot II].

Pos terkait