PERTANYAAN :
Assalamu’alaikum wr.wb. Saya mau tanya. Apa hukumnya jika seorang wanita mengembalikan tanda ikatan / tunangan kepada keluarga laki-laki dikarenakan laki-laki tersebut tidak baik & materialistis. Mohon pencerahannya. Syukron. [Angel Ayoe Permatasari].
JAWABAN :
Wa’alaikumsalam wr wb. Dalam kitab Al-Fiqh al-Islaam IX/20 dijelaskan bahwa Saat khitbah (lamaran) berlangsung biasanya pihak calon pengantin laki-laki memberikan aneka macam hadiah dan bingkisan pada pihak calon pengantin wanita, dalam menanggapi status hadiah ini, para ulama fiqh memiliki beberapa pendapat :
1.Kalangan Hanafiyyah : “Hadiah-hadiah saat khitbah adalah hibah (pemberian), bagi si pemberi boleh menarik hadiah pemberiannya kecuali bila terjadi hal yang melarangnya seperti hadiahnya telah rusak, telah punah atau telah terjadi ikatan suami istri diantara keduanya. Bila hadiahnya masih ada si pemberi boleh menariknya, bila punah seperti cincin yang telah rusak, makanan yang telah termakan atau hadiahnya telah berubah bentuk seperti kain yang telah menjadi gaun maka bagi pemberi tidak berhak menuntut barang pengganti” (Rodd al-Mukhtaar II/599)
2.Kalangan Malikiyyah : “Hadiah-hadiah sebelum atau saat perkawinan diparuh bagian antara wanita dan pria baik disyaratkan atau tidak karena hadiah diatas secara hukum memang menjadi persyaratan” (Syarh as-Shoghiir II/456)
3.Kalangan Hanabilah : “Ditinjau terlebih dahulu antara pelamar dan yang dilamar, mana diantara keduanya yang berpaling ? Bila yang berpaling pihak laki-laki, tidak berhak baginya mengambil hadiahnya kembali sekalipun masih ada, Bila yang berpaling pihak wanita, pihak laki-laki boleh menarik kembali hadiahnya sekalipun sudah rusak dengan diberikan harga senilainya, keputusan ini dianggap adil dan bijak karena hadiah tersebut diberikan demi langgengnya ikatan bila ikatannya telah hilang tentu baginya boleh menarik ulang” (Manaar as-Sabiil II/198)
4.Kalangan Syafi’iyyah : “Bagi laki-laki pelamar boleh menarik ulang hadiahnya sebab hadiah tersebut diberikan agar terjadi akad pernikahan, bila ikatannya gagal baginya berhak menariknya kembali saat masih ada atau dengan barang pengganti bila telah rusak”. (I’aanah at-Thoolibiin III/156).
هدايا الخطبة: أما رد الهدايا ففيه آراء فقهية:
1 – قال الحنفية (1) : هدايا الخطبة هبة، وللواهب أن يرجع في هبته إلا إذا وجد مانع من موانع الرجوع بالهبة كهلاك الشيء أو استهلاكه أو وجود الزوجية. فإذا كان ما أهداه الخاطب موجوداً فله استرداده. وإذا كان قد هلك أو استهلك أو حدث فيه تغيير، كأن ضاع الخاتم، وأكل الطعام. وصنع القماش ثوباً، فلا يحق للخاطب استرداد بدله.
2 – وذكر المالكية (2) : أن الهدايا قبل عقد الزواج أو فيه تتشطر بين المرأة والرجل، سواء اشترطت، أو لم تشترط؛ لأنها مشترطة حكماً.
3 – وفصل الحنابلة (3) بين أن يكون العدول من جهة الخاطب أو من جهة المخطوبة، فإذا عدل الخاطب، فلا يرجع بشيء ولو كان موجوداً. وإذا عدلت المخطوبة، فللخاطب أن يسترد الهدايا، سواء أكانت قائمة أم هالكة، فإن هلكت أو استهلكت وجبت قيمتها. وهذا حق وعدل، لأنه وهب بشرط بقاء العقد، فإن زال العقد، فله الرجوع، فأشبه بذلك.
4 – ورأى الشافعية (4) : أن للخاطب الرجوع بما أهداه؛ لأنه إنما أنفق لأجل تزوجها، فيرجع إن بقي، وببدله إن تلف.
__________
(1) رد المحتار: 599/2.
(2) الشرح الصغير: 456/2.
(3) منار السبيل: 198/2.
(4) إعانة الطالبين، كتاب الهبة 156/3.
Sedang keterangan dari Kitab I’aanah at-Thoolibiin III/268-269 menyebutkan :
وفي حاشية الجمل ما نصه ( سئل م ر ) عمن خطب امرأة وأنفق عليها ليتزوجها ولم يحصل التزوج بها فهل لها الرجوع بما أنفقه لأجل ذلك أم لا
( فأجاب ) بأن له الرجوع بما أنفقه على من دفعه له سواء كان مأكلا أم مشربا أم ملبسا أم حليا وسواء رجع هو أم مجيبة أم مات أحدهما لأنه إنما أنفق لأجل تزوجها فيرجع به إن بقي وببدله إن تلف اه ببعض تصرف ومحل رجوعه حيث أطلق أو قصد الهدية لأجل النكاح فإن قصد الهدية لا لأجل ذلك فلا رجوع
Dalam Hasyiyah Kitab al-Jamal terdapat keterangan yang redaksinya : “Ditanya Syekh Muhammad Romly tentang seseorang yang melamar wanita dan memberi nafkah padanya dengan tujuan agar dapat mengawininya, dan perkawinan dengannya ternyata tidak terjadi, apakah boleh bagi orang tersebut menarik kembali apa yang telah ia nafkahkan pada wanita diatas ?”
Beliau menjawab “Lelaki tersebut berhak mengambil yang telah ia berikan baik yang berupa makanan, minuman, pakaian atau perhiasan dan baik pemberian tersebut memang hendak dia ambil atau tidak, pihak wanitanya menyetujui atau tidak, atau disebabkan salah satu diantara keduanya meninggal, karena pemberian-pemberian diatas diberikan laki-laki tersebut agar dapat menikah dengannya, maka laki-laki tersebut boleh mengambilnya bila masih ada atau berhak mendapat barang penggantinya bila telah rusak”. Demikian keterangan dari kitab alJamal dengan sedikit perubahan.
Kewenangan menarik kembali hadiah diatas sebatas pada hadiah-hadiah yang diberikan dengan tujuan “agar terjadi pernikahan” bila bukan karena tujuan ini maka pemberiannya tidak dapat ditarik kembali. Wallaahu A’lamu Bis Showaab. [Masaji Antoro ].