PERTANYAAN :
Joshua Pashopati
Maaf mau numpang tanya ada yang tahu sejarahnya syaikh imam zakaria al anshori…?
JAWABAN :
> Sunde Pati
Kisah singkat syeh zakaria al anshori
Khazraj adalah daerah asal alim besar yang bernama lengkap Syeikh Zakaria al-Anshari al-Khazraji. Sayang sekali tahun kelahiran sufi yang sangat harum namanya di dunia Islam ini tidak tercatat. Namun kiranya nama besarnya bisa menutup kealpaan sejarah. Atau kalau memang tanggal kelahiran bisa dijadikan event perayaan. Kiranya para pecinta ilmu keislaman bisa merayakannya tiap hari demi mengingat tokoh besar ini, meskipun dengan cara penambahan kelimuan.
Syeikh Zakaria datang ke Mesir Syeikh agung yang sangat akrab di telinga para santri ini datang ke Mesir pada masa pemerintahan Qaitbay. Di Mesir ia memperdalam kelimuan di al-Azhar pada saat masih usia 18 tahun. Tentang kisah kehidupan syekh Zakaria sejak mulai datang ke Mesir hingga akhir hidupnya, beliau ceritakan kepada muridnya, Syeikh Sya’rani :
“Kamu mau aku beritahu tentang perjalanan saya dari awal hingga akhir ? Maksudku supaya ilmu kamu menjadi dalam, dan seolah-olah kamu hidup dengan saya sejak dari awal”.
Dengan senang hati Syeikh Sya’rani menjawab tentu saja saya mahu Tuan. “Aku datang dari kampung, saat itu aku masih seorang pemuda yang lugu. Belum ada satupun tempat penampungan, juga belum ada seorangpun yang memperhatikan aku.” Begitu Syeikh Zakaria mulai bercerita.
“Keadaan semacam itu tidak membuatku surut untuk memperdlam ilmu keislaman.Ibarat orang minum air lautan, semakin aku meminumnya aku semakin haus dan seperti mau meraih semuanya”.
Lanjut Syekh agung ini yang disimak khusyu’ murid sejatinya.
“Suatu malam, aku lupa kapan itu terjadi, aku keluar mengambil kulit semangka yang tergeletak hina di samping tempat wudlu. Aku mencucinya dan makan rizki yang bagiku itu sangat berarti. Rupanya kebiasaan orang miskin yang aku jalani ini diketahui oleh seseorang yang kemudian aku ketahui bekerja di tempat penggilingan gandum. Mungkin karena iba dengan nasibku, tapi yang pasti beliau sangat baik dan berjasa dalam hidupku, orang itu membelikan aku semua kebutuhanku dari buku-buku dan pakaian.
“Zakaria, jangan pernah meminta sesuatu kepada siapapun. Apapun yang kamu perlukan akan aku penuhi” demikian ucap orang mulia ini suatu ketika.
Hal ini berlangsung bertahun-tahun. Hingga suatu ketika di malam yang sepi, ketika orang-orang sedang tidur, tiba-tiba sang dermawan itu mendatangiku
“Bangunlah“, begitu ucapnya tiba-tiba.
Aku berjalan mengikuti langkah-langkahnya dan berhenti di suatu tangga tempat bahan bakar. Tangga itu lumayan tinggi. Di tengah pikiranku yang berkecamukmengapa aku dibawa ke tempat ini tiba-tiba orang mulia itu berkata kepadaku:
“Naiklah “
“Naik tangga ini ?”aku bertanya dalam bimbang.
“Ya, naikilah tangga itu. “
Aku menaiki tangga itu dengan pelan dan terus berpikir apa makna semua ini. Orang tua asuhku it terus bilang,
“Ayo terus naik, terus “.
setelah aku sampai di puncak beliau berkata :
“Kamu akan tetap hidup sementara semua kawan sezamanmu telah mati. Kamu akan unggul melebihi semua ulama Mesir. Murid-muridmu akan menjadi syekh-syekh besar. Inilah yang terjadi dalam kehidupanmu hingga tertutup penglihatanmu”.
“Berarti aku akan menjadi buta?” ratapku seketika.
Beliau berkata:
“Sabarlah itu sudah menjadi suratan wajib bagimu”.
Sejak saat itu, aku tidak pernah bertemu beliau lagi. Syeikh Zakaria, aktiviti keilmuan dan kesufian . Secara konsisten Syekh Zakaria belajar, mengaji di al-Azhar. Beliau mendengarkan pengajian para ulama, para ahli fikih serta para ahli tasawwuf secara khusus.
Hingga akhirnya beliau menjadi seorang tokoh aliran fikih dan tasawwuf. Bagi sufi agung ini waktu mempunyai arti yang sangat besar. Dalam hal ini, Syekh Sya’roni berkata:
“Saya telah melayani beliau selama 20 tahun. Sungguh saya tidak pernah mendapatkan dirinya lupa sedikitpun. Beliau tidak pernah melakukan suatu pekerjaan yang tidak ada artinya, baik siang maupun malam”.
Seiring dengan merangkaknya usia, beliau selalu melakukan shalat sunnah secara sempurna. Beliau berkata:
“Saya tidak ingin diri ini kembali menjadi seorang yang malas”.
Apabila beliau didatangi oleh seseorang yang banyak omongnya, beliau akan langsung berkata:
“Kamu telah menyia-nyiakan waktu kita”.
Dalam waktu yang cukup lama beliau selalu menyempatkan diri untuk berdiam diri dalam sebuah khanqah saidus suada’ (tempat berkontemplasinya para sufi).
“Sejak kecil saya telah menyukai Thariqah kaum sufi. Kesibukanku selalu aku isi dengan membaca buku-buku mereka dan mengambil pelajaran dari tingkah laku mereka, serta berkumpul dengan para ahli tasawwuf” demikian Syekh Zakaria berujar suatu ketika.
Dalam khanqah ini beliau selalu berkumpul dengan para ahli sufi untuk mengambil manfaat dari ilmu mereka. Demikian juga mereka mengambil manfaat ilmu beliau dalam fikih dan syariat. Kehidupan beliau di dalam khonqoh banyak mempengaruhi beberapa karangan beliau, seperti syarah risalah al-qusyairi (ilmu tasawwuf), qowaid sufiah ( kaedah-kaedah sufi), serta catatan pinggir beliau dalam kitab Tafsir Baidlowi. Kiranya sangat bermanfaat di sini untuk mengetahui sejarah khanqah saidus suada’.
Tempat itu adalah pertama kali yang didirikan di Mesir. Sekaligus merupakan tempat untuk berkontemplasi Syekh Zakaria untuk waktu yang lama. Syekh Zakaria telah mempersiapkan dirinya di khanqah saidus suada’ untuk menulis beberapa karangannya yang besar, sebut saja misalnya:
Syarh Bukhari. Kadang-kadang beliau menyuruh muridnya Syekh Sya’roni untuk membantu menulis.
Syekh Sya’roni berkata:
“Tulisan saya bagus”.
Dia menambahkan,
“Apabila saya duduk dengan beliau, seolah-olah saya duduk dengan para raja yang shalih yang arif. Mufti besar Mesir, para pangeran dan pembesar ketika duduk di hadapan beliau seperti anak-anak kecil”.
Karamah Syeikh Zakaria al-Anshari
Raja al-Ghouri suatu ketika marah karena satu peristiwa. Ketika dia tahu akan kedatangan Syekh Zakariya untuk menyelesaikan masalah ini, dia memerintahkan supaya di depan rumahnya dipasang rantai. Ketika Syekh Zakariya meihat ada rantai, beliau memotong rantai tadi dengan kertas yang ada di tanganya. Selanjutnya beliau masuk bersama para penduduk. Tertulis dalam biografi beliau, bahwa permulaan “Kasyf” (tersingkapnya rahasia ilahi) muncul setelah beliau mengarang syarah bahjah, di mana orang-orang tidak mengakui bahwa itu merupakan karangan beliau. Mereka menulis kitab al-A’ma wal Bashir sebagai komentar dan celaan terhadap beliau. Dalam kitab ini Syekh Zakaria bercerita :
“Aku adalah orang yang doanya selalu dikabulkan. Setiap aku mendoakan seseorang,maka doa permohonan itu pasti diterima”.
“Waktu itu aku sedang i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan ramadhan di Masjid al-Azhar, demikian beliau melanjutkan kisah Kasyaf –nya, tiba-tiba aku didatangi seorang pedagang dari Negeri Syam.
“Mata saya telah buta,” kata orang itu membuka kata,
“orang-orang menunjukkan saya agar datang kepadamu wahai Syekh, doakan saya supaya penglihatan saya dikembalikan”
Kemudian saya berdoa kepada Allah memohon supaya penglihatannya dikembalikan.
“Kalau penglihatanmu dikembalikan, kamu harus meninggalkan negeri ini”. Begitu aku katakan kepadanya,
karena dalam kasyf-ku ia sembuh dalam sepuluh hari. Juga karena aku takut jika dia sembuh di Mesir, dia akan cerita pada orang banyak. Maka pergilah pedagang tersebut dan dikembalikan penglihatannya di Gaza (Palestina).
Setelah sembuh dia mengirim surat dan saya membalasnya,
“Jika engkau kembali ke Mesir, maka kamu akan buta lagi”,
Dan demikianlah, dia terus menetap di al-Quds sampai akhirnya mati dalam keadaan tidak buta.
Syekh Sya’roni bercerita :
“Suatu hari aku mengaji pada beliau Syarh Bukhori. Di tengah-tengah aku membaca, beliau berkata padaku. “Cukup, ceritakan padaku mimpimu malam ini”.
Memang aku telah bermimpi aku bersama Syekh Zakaria dalam suatu kapal yang layarnya dari sutra, tampar dan permadaninya dari sutra hijau tipis, ada banyak balai-balai dan bantal dari sutra. Di situ aku melihat Imam Syafi’i duduk dan Syekh Zakaria di sampingnya. Kapal ini terus berjalan dan berhenti di pulau bak hati ikan yang sangat bagus. Ada perkebunan, buah buahan dan wanita-wanita cantik.
Selesai aku bercerita Syekh Zakaria berkata:
“Kalau mimpimu ini benar, maka aku akan dimakamkan di samping Imam Syafi’i radiallahu ‘anhu.”
Ketika Syekh Zakaria meninggal, para muridnya telah menyiapkan makam untuk beliau di Bab Nasr, lalu kawan Sya’roni yang tahu tentang mimpinya barkata:
“Wahai Sya’roni, mimpimu bohong”.
Pada saat itu datanglah utusan dari Pangeran Khair Bik (wakil raja) sambil berkata:
“Raja sekarang ini sedang sakit dan tidak mampu datang ke sini. Raja memerintahkan kalian untuk membawa Syekh Zakaria ke medan Qal’ah untuk dishalati di sana”.
Setelah selesai shalat, Khair Bik berkata :
”Makamkan saja Syekh Zakaria di pekuburan Syekh Najmuddin al-Khayusyani di depan Imam Syafi’i”.
Ini terjadi pada bulan Dzulhijjah tahun 926 H.
Rujukan :
Ihya’ Ulumuddin (Imam Ghazali).
Bihar al-Wilayah al-Muhammadiyyah fi Manaqib A’lam al-Sufiyyah (DR. Jaudah M Abu al-Yazid al-Mahdi).
Husnul Muhadlarah (Imam Suyuthi).
Syahsiyyat Istauqafatni (DR Said al-Bouti).
Al-Kaukab al-Dzurriyyah (al-Munawi).
Mursyid al-Zuwwar ila Qubur al-Abrar (Muhammad Fathi Abu Bakr).
Masajid Misr wa Auliya’uhu al-Shalihin (DR. Suad Mahir)
> Nur Hasyim S.Anam
BIOGRAFI IMAM ZAKARIYA AL-ANSHARI (826-926/1423-1520)
Pengarang Tuhfah at-Thullab dan Ghayah al-Washul
SUNAIKAH, nam sebuah desa yang terletak di umung timur mesir. Di situlah lahir seorang anak manusia yang kelak akan menjadi mujaddid di ke 9 H. Zakariya, itulah nama yang lahir pada tahun 826 H/1423 M. di tengah-tengah keluarga papa. Menginjak usia remaja, Zakariya pergi ke al-Azhar, kairo untuk belajar ilmu-ilmu agama.
Selama ada di Kairo beliau sangat rajin belajar sehingga dapat mengalahkan teman-temannya dan mengusai berbagai bidang ilmu, seperti fikih, hadits, tafsir, nahwu dan lainnya. Zakariya juga terkenal dengan kecerdasannya sehingga pemerintah mesir menewarkannya sebagai hakim tertinggi di negaranya. Namun beliau menolaknya dan baru menerima jabatan tersebut setelah terus didesak oleh raja, tepatnya pada bulan Rajab, 886 H.
Syekh Abdul Wahab bercerita dari Syekh Zakariya sendiri. Beliau bercerita, selama ada di al-Azhar, aku sering kelaparan karena tidak punya uang untuk membeli makanan. Akhirnya, aku keluar mencari kulit semangka lalu dicuci dan dimakan. Pada suatu hari, ada seorang waliyullah tinggal bersamaku. Dia bekerja sebagai tukang tumbuk dai sebuah perusahaan tepung. Ia membeli semua yang aku butuhkan, pakaian, makanan, kitab dan lainnya. Ia berkata padaku, “Wahai Zakariya, kau jangan khawatir tentang diriku”. Hal ini terus ia lakukan sampai beberapa tahun.
Pada suatu malam, di saat manusia sedang terlelap tidur, dia mengajakku keluar dan menyuruhku menaiki menara masjid jami’ sampai kepuncaknya, akupun menuruti perintahnya. Setelah sampai di puncaknya, aku turun lalu ia berkata, “ Engkau akan hidup sampai teman-temanmu meninggal. Engkau mempunyai derajat tinggi yang dapat mengalahkan mereka dan kau akan menjadi hakim tertinggi dalam waktu yang agak lama. Santri-santrimu akan menjadi pemimpin-pemimpin Islam dan akhirnya kau akan buta”, “Aku akan buta?” tanyaku terkejut. “kau akan buta,” jawab sanag wali. “Sejak peristiwa itu, lelaki yang sangat berjasa kepadaku itu pergi entah kemana dan tidak pernah menemuiku lagi.”
Selama menjadi hakim, Zakariya menjalankan tugasnya dengan adil dan bijaksana. Ia tidak segan menegur atasannya yang berlaku tidak benar. Bahkan akhirnya beliau di pecat sebagai hakim gara-gara mengirim surat kepada sang raja yang isinya mengkritik dan mengecam kebijakan-kebijakannya yang tidak sesuai dengan tuntunan agama. Setelah lepas dari tugasnya sebagai hakim, beliau kembali sibuk dengan tugas utamanya sebagai ulama, mengajar dan mengarang.
Pada tahun 906 H. tejadi musibah besar yang menimpa Zakariya. Ketika trdengar kabar bahwa kapal yang membawa putranya, Syekh Muhibbuddin tenggelam di sungai Nil. Berita itu membuat Zakariya begitu berduka. Beliau selalu menangisi kepergian putranya sehingga indra penglihatannya menjadi kabut. Rupanya perkataan sang wali yang menemaninya beberapa tahun yang silam menjadi kenyataan, beliau buta sepanjang hidupnya.
Ibnu Hajar berkata, “Saya berguru kepada Syekh Zakariya karena beliau adalah yang teragung di antara ulama-ulama yang lain dan juga sebagai rujukan para ulama dan sebagai pembawa mazhab Syafi’i.” Syekh Zakariya wafat pad hari Jumat 4 Dz. Hijjah 926 H. /1423 M. dan dikebumikan di Qarafah, Kairo dekat makam Imam Syafi’i.
Di antara karangannya adalah; Tahrir Tanqih al-Lubab (fikih), Tuhfah al-Bari ‘ala Shahih al-Bukhari (hadits), Syarh Isaghuji (mantiq), Syarh as-Syafi’iyah li Ibn Hajib (nahwu), Fath ar-Rahman bi Kasyf Ma Yaltabisu fi al-Qur’an (tafsir) dan masih banyak yang lain.
(Ditulis kembali dari buku Guruku di Pesantren karya LPSI PP. Sidogiri, terbit tahun 1420 H)
LINK ASAL :
DOKUMEN FB :