PERTANYAAN :
Maaf numpang tanya sekalian masalah thoharoh, bahwa dalam mazhab syafi’i tuh kan air yang 2 qulah itu ukuran kalau 216 liter, pertanyaanya; 1. berapa kalau dalam ukuran meter ? 2. bagaimana dengan air yang kurang dari 2 kulah kemasukan najis tapi ga sampe merubah warna, rasa dan bau, sebagaimana kalau dipake bersuci (wudhu/mandi wajib) tuh ga boleh, tapi bisakah kalau dipake mandi biasa dan mencuci? atau misal kita mencuci dengan air dalam jolang/ember tanpa diguyur, misalnya dengan mencuci pakean itu sampe 3 x dengan 3 x ganti air dalam jolang tersebut? makasih. [Adang Sutarman].
JAWABAN :
Kadar air dua Qullah menurut beberapa versi Ulama :
1.Imam Nawawi = -+ 55,9 CM = 174,58 Liter
2.Imam Rofi’i = -+ 56,1 CM = 176,245 Liter
3.Ulama Iraq = -+ 63,4 CM = 255,325 Liter
4.Mayoritas Ulama = -+ 60 CM = 216 Liter
Air kurang dua Qullah yang kemasukan najis tersebut menjadi najis , baik mengalami perubahan atau tidak, dan tidak bisa lagi dipakai untuk :
1.ROF’I ALHADTS = Menghilangkan hadats (besar atau kecil) seperti untuk mandi wajib wajib dan wudhu
2.IZAALATIN NAJIS = Mengangkat barang yang terkena najis.
Air tersebut dapat digunakan lagi setelah ditambah dengan air suci lagi hingga menjadi lebih dari dua Qullah dan tidak ada perubahan padanya. [Masaji Antoro ].
PERTANYAAN :
Terus bagaimana misal nya orang memakai air yang menjadi najis / mencelumuri najis apa hukum nya ? [Husin Ba’bud].
JAWABAN :
Sama hukumnya seperti kita memakai barang najis. Air bekas cucian najis tersebut sebenarnya bisa menjadi suci dengan syarat :
1. Air dan najisnya dapat dipisah dan tidak berubah salah satu sifat airnya
2. Bobot air bekas cucian najis tersebut tidak bertambah dengan mengukur kadar air yang terserap pada cucian serta kotorannya
3. Cara pencuciannya air yang kebarang bukan di balik, berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim Juz I Kitab Thoharoh
– Fiqh al’Ibaadaat Li Assyaafi’iy I/52 :
وأما الماء القليل المستعمل في إزالة النجس ويسمى غسالة النجاسة فقد وقع الإجماع على أن حكمه حكم المحل بعد الغسل إن كان نجسا بعد فنجس وإلا فطاهر بشروط :
أولها – أن ينفصل بعد غسل الشيء المتنجس ولم يتغير أحد أوصافه بالخبث
وثانيهما – ألا تزيد زنة الماء المنفصل عن المحل المتنجس بعد إسقاط ما يتشربه المغسول من الماء وإسقاط ما يتحلل من الأوساخ في الماء عادة
وثالثهما – أن يكون الماء واردا على الشيء المتنجس فإن كان مورودا بأن غمس الثوب المتنجس فيه فينجس وهذا الفرق بين الوارد والمورود قاعدة أخذها الشافعية من قوله صلى الله عليه و سلم : ( إذا استيقظ أحدكم من نومه فلا يغمس يده في الإناء حتى يغسلها ثلاثا فإنه لا يدري أين باتت يده ) ( مسلم ج 1 / كتاب الطهارة باب 26 / 87 ، في رواية عن أبي هريرة رضي الله عنه )
Sepanjang tidak yakin itu terperciki najis, tidak masalah.
وحاصل المعتمد ان يقال كل من الرغوة والرشاش ان تحقق كونه من البول فنجس والا فطاهر
Kesimpulan pendapat yang kuat kalau ada kejelasan bahwa busa dan percikan tersebut dari kencing maka menjadi najis, kalau tidak ada kejelasan maka suci. Lihat Fath Aljawaad 59. Wallohu a’lam. [Masaji Antoro].