PERTANYAAN :
Assalamu’alaikum, mau tanya ne pak ustad dan ustadzah, ada duda di kampung saya yang sudah punya anak perempuan yang sudah berumur 20 tahun, kemudian duda tersebut menikahi janda yang juga sudah mempunyai anak laki-laki umur 25 tahun, selang setahun kemudian kedua anak beda orang tua tersebut saling mencintai dan ingin menikah, tapi karena kebiasaan tersebut belum lumrah di tempat saya akhirnya dibatalkan, pertanyannya apa boleh dan sah apabila kedua anak tersebut nikah ? pendek kata, orang tuanya nikah, anaknya juga nikah, terima kasih atas jawabannya. [Ghoes Huri].
JAWABAN :
Wa’alaikum salam wr wb. Pernikahan tersebut BOLEH / SAH karena wanita yang akan dinikahi tersebut tidak termasuk wanita yang diharamkan. Sedangkan wanita yang haram dinikah ada 14 (QS.Annisa’/23). Keterangannya sebagai berikut :
[Haram sebab nasab]
1. Ibu (terus ke atas)
2. Anak perempuan (terus ke bawah)
3. Saudari (se ayah / se ibu)
4. Bibi (dari ibu)
5. Bibi (dari ayah)
6. Keponakan perempuan (dari saudara)
7. Keponakan perempuan (dari saudari)
[Haram sebab susuan]
8. Ibu (yang menyusui)
9. Saudari sesusuan
[Haram sebab pernikahan]
10. Ibu mertua
11. Anak tiri (anak istri bilamana ibunya sudah dijima’)
12. Ibu tiri
13. Menantu
yang disebutkan di atas haram selamanya.
14. Ipar/Bibi istri.
yang terakhir ini keharamannya tidak selamanya, artinya lelaki boleh menikahi ipar/bibi istrinya bilamana dia telah menceraikan istrinya. (Lihat Fathul Qorib 45 dan Al Iqna’ 129).
Disebutkan dalam Roudhoh Atthoolibiin VII/112 :
فرع لا تحرم بنت زوج الأم ولا أمه ولا بنت زوج البنت أم زوجة الأب ولا بنتها ولا أم زوجة الإبن ولا بنتها ولا زوجة الربيب ولا زوجة الراب.
[Cabang bahasan] Tidak diharamkan (menikahi) anak perempuan dari suami ibu, (saudari tiri, persaudaraan karena bapak tiri), tidak haram pula menikahi ibu dari suaminya ibu (Nenek tiri), tidak pula anak perempuan dari suaminya anak perempuan (cucu tiri), tidak pula ibu dari istrinya ayah (nenek tiri).
Tidak pula anak perempuan dari isteri ayah (saudara tiri, persaudaraan karena ibu tiri), tidak pula ibu dari istri anak lelaki (besan), tidak pula anak perempuan dari istrinya anak kandung laki-laki (cucu tiri), dan tidak pula istri dari anak tiri (yang sudah ada persetubuhan dengan ortunya), dan tidak pula istri dari bapak tiri. [Ahmada Hanafiy, Masaji Antoro].