0876. MAKALAH : DEFINISI TAQWA

Muhammad Mujtahid Muthlaq
Makna Taqwa ( تقوى ) menurut beberapa tokoh ISLAM.
Adapun yang dapat di nukil dari Sabda Nabi SAW adalah pernyataan beliau SAW:
“Makna TAQWA terkumpul dalam firman Allah:
Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat adil dan berbuat ihsan (baik)- serta menyantuni para kerabat, dan agar mencegah dari perbuatan keji dan munkar serta perbuatan lacur. Allah menasehati kalian agar kalian dapat mengamb…il pelajaran”. (An- Nahl 90).
Ibnu Abbas RA berkata:
”Orang Muttaqyn itu seseorang yang menjaga diri dari syirik, dari dosa- dosa besar, dan dari segala perbuatan keji”.
Ibnu Umar RA berkata: “Taqwa itu hendaknya kamu jangan memandang diri kamu lebih baik dibanding orang lain”.
Al- Hasan, semoga Allah merahmatinya- dia berkata:
“Orang bertaqwa itu adalah seseorang yang berkata kepada setiap orang yang dia lihat: ”O,.. Orang ini lebih baik dariku”.
Umar bin Khottob RA berkata kepada Ka’ab Al- Ahbar:
“Ceriterakan padaku tentang makna taqwa”, Ka’ab balik bertanya: “Apakah anda pernah meliwati jalan yang penuh duri?”. Umar menjawab: “Tentu”. Ka’ab meneruskan: “Apa yang anda lakukan?”. “Aku berhati- hati dan berusaha kuat agar tak kena duri”. Kata Ka’ab: “Itulah makna taqwa”.
Kemudian Ka’ab membacakan sebuah syair:
خل الذنوب صغيرها وكبيرها فهو التقي
واصنع كماش فوق أر ض الشوك يحذر ما يرى
لا تحقرن صغيرة إن الجبال من الحصى
Hindari segala dosa- yang kecil dan yang besarnya- itulah ketaqwaan
Bertindaklah bagaikan seseorang melewati padang duri, dia berhati- hati kepada segala yang ia lihat.
Sungguh jangan menganggap remeh sebuah dosa kecil
(Karena) sesungguhnya gunung pun tersusun dari kerikil- kerikil.
Umar bin Abdul Aziz berkata:
“Ketaqwaan itu bukan sekedar puasa disiang hari dan qiyam dimalam hari atau melakukan keduanya itu. Tapi taqwa itu meninggalkan apa yang dilarang Allah, mengerjakan apa yang difardhu kanNya, Maka yang Alloh anugerahkan selebihnya adalah kebaikan”.
Ditanyakan kepada Tholq bin Hubaib:
“Terangkan untukku tentang taqwa”.
Maka Tholq berkata: “Taqwa itu ber-amal dengan penuh kebaktian pada Allah atas dasar petunjuk cahaya Ilahiyyah, penuh harap atas pahala dari Allah, dan malu kepada Allah (bila sampai melalaikan kebaktian kepada Allah)
Dinukil dari AL-GHUNYAH – Syeikh ‘Abdul Qoodir Al- Jilaniy
==============================================
T A Q W A
Ta : Tawadhu
Qof : Qona’ah
Wawu : Wira’i
Ya : Yaqin
==================================
Muhammad Mujtahid Muthlaq
Pengertian Tawadhu’ adalah rendah hati, tidak sombong. Pengertian yang lebih dalam adalah kalau kita tidak melihat diri kita memiliki nilai lebih dibandingkan hamba Allah yang lainnya. Orang yang tawadhu’ adalah orang menyadari bahwa semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari Allah SWT. Yang dengan pemahamannya tersebut maka tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain, tidak merasa bangga dengan potrensi dan prestasi yang sudah dicapainya. Ia tetap rendah diri dan selalu menjaga hati dan niat segala amal shalehnya dari segala sesuatu selain Allah. Tetap menjaga keikhlasan amal ibadahnya hanya karena Allah.
Tawadhu ialah bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh menjauhi perbuatan takabbur (sombong), ataupun sum’ah ingin diketahui orang lain amal kebaikan kita.
Qonaah menurut bahasa artinya tenang, sedangkan makna terminologi syar’i yaitu tenang hatinya mengharap ridho Allah semata serta mengambil dunia seperlunya sesuai dengan kebutuhan, sekira dapat digunakan untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. dalam arti kata sabar dan nerimo ing pandume gusti Allah..
Wira’i adalah meninggalkan segala perkara yang berbau syubhat… apalagi yang haram… yang meragukan saja harap di jauhi apalagi yang di larang… (menjaga diri dari dosa dan masuknya barang yang tidak jelas kedalam perut.
Yaqiin : meliputi Ilmul Yaqin, Ainul Yaqin, Hakqqul Yaqin adalah tahapan dalam pendirian seseorang dalam pandangan Musyahadahnya (penyaksiannya) kepada Allah Swt.
Di dalam Ilmul Yaqin segala pengetahuan ilmu telah diliputi dengan Ilmu Allah sehingga apapun amaliah maupun ubudiyah itu semua menunjukkan dari pada lautan Ilmu Allah Ta’ala.
Di dalam Ainul Yaqin, tatkala seseorang ‘arifiin’ telah melihat sesuatu amalaiah dan ubudiyah diliputi oleh Ilmu Allah kemudian ia menyaksikan bahwa di dalam gerak dan diam (lelaku) itu adalah saksi Hidupnya Allah Ta’ala yang menunjukkan adanya Allah Ta’ala sebagai tujuan hidupnya. dengan Merasakan dan menyadari gerak dan diam, suara dan perkataan itu adalah saksi hidupnya Allah Ta’ala maka sama halnya ia merasakan dan menyadari kehadiran Allah Ta’ala dekat sekali dengan dirinya. “Bukan menghadirkan Allah” akan tetapi menyadari bahwa “Allah senantiasa Maha Hadir atas dirinya dan sekalian Alam meliputi tiap2 sesuatu”. “Wahuwa Ma’akum Ainama kuntum” (Dia Allah serta kamu di mana kamu berada).
Haqqul Yaqin, adalah kemantapan dalam pendirian yang kokoh setelah ia mengetahui kemudian ia melihat dengan penyaksian lalu kemudian tertanam sedalam2nya pada dirinya bahwa : “SEGALA SESUATU APAPUN YANG TERLIHAT, TIDAK ADA YANG ADA MELAINKAN ILMU ALLAH TA’ALA, SEGALA SESUATU APAPUN YANG TERDENGAR TIDAK ADA YANG ADA MELAINKAN KALAM ALLAH TA’ALA, DAN TIDAK ADA YANG TERASA MAUPUN DIRASAKAN MELAINKAN SIRRULLAH (ZATULLAH)”.
Setelah semua perjalanan dan tahapan itu misra/meresap pada diri, maka Allah akan JAZBAH dirinya sehingga sampailah ia pada maqom “KAMALUL YAQIN”
Mengukur ketawadhu’an dari jiwa seseorang dan terkhusus bagi dirinya sendiri adalah dari perkataan yang di lontarkan serta ‘amaliyah yang dilakukan... baru dicocokkan dengan hati kecil ( bagi pribadi )
sudah benar belum menata niat… apakah beramal karna ujub atau takabbur atau riya’ atau memang datang dari kesadaran sendiri..??
apalagi yg sering bersinggungan adalah masalah perkataan... sangat di tekankan untuk dijaga….

Pos terkait