0929. KAJIAN FIQH WANITA BAGIAN I : BELAJAR DAN MEMAHAMI MASALAH HAID

Oleh : Mbah Jenggot
بسم الله الرحمن الرحيم
اَلْحَمْدُ للهِ الَّـذِيْ هَدَانـَا لِهَذَا وَمَـا كُنَّا لِنَهْـتَدِيَ لـَوْلَا أَنْ هَـدَانَـا اللهُ * وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِـهِ سَيـِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَـْيهِ وَسَـلَّمَ وَعَلَى آلَـهِ وَصَحْبِـهِ * وَلَاحَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِالـلّهِ الْعـَلِيِّ الْعَـظِيْمِ
HUKUM BELAJAR DAN MEMAHAMI MASALAH HAID :
وَيَجِبُ عَلَى الْمَرْأَةِ أَنْ تَتَعَلَّمَ مَا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ مِنْ أَحْكَامِ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ وَالْإِسْتِحَاضَةِ فَإِنْ كَانَ زَوْجُهَا عَالِمًا لَزِمَهُ تَعْلِيْمُهَا وَإِلَّا فَلَهَا الْخُرُوْجُ لِسُؤَالِ الْعُلَمَاءِ بَلْ يَجِبُ عَلَيْهَا وَلَيْسَ لَهُ مَنْعُهَا إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ هُوَ وَيُخْبِرُهَا فَتَسْتَغْنِيْ بِذَلِكَ.
“Hukumnya wajib bagi seorang wanita akan mengaji sesuatu yang dibutuhkan dari hukum-hukum haid, nifas dan istihadlat. Apabila suaminya pintar, maka wajib mengajar istrinya, dan apabila suaminya tidak pintar, maka boleh, bahkan wajib bagi istrinya keluar dari rumahnya untuk keperluan bertanya kepada ulama. Dan hukumnya haram bagi suami yang melarang istrinya keluar dari rumahnya untuk keperluan itu, kecuali suaminya akan bertanya kepada ulama, kemudian mengajarkan hukum-hukum itu kepada istrinya, sehingga istrinya itu tidak perlu lagi keluar rumah”. (Hasyiyah Al-Bajuri, 1/113).
BAB HAID
Definisi Haid
Haid menurut bahasa artinya ialah mengalir. Adapun menurut istilah syara’ sebagaimana telah dijelaskan dalam Fathul Qarib, yang mana memiliki ciri-ciri berwarna merah semu hitam menghanguskan.
فَالْحَيْضُ هُوَ) اَلدَّمُ (الْخَارِجُ) فِيْ سِنِّ الْحَيْضِ، وَهُوَ تِسْعُ سِنِيْنَ فَأَكْثَرُ (مِنْ فَرْجِ الْمَرْأَةِ عَلَى سَبِيْلِ الصِّحَّةِ)، أَيْ لَا لِعِلَّةٍ، بَلْ لِلْجِبِلَّةِ (مِنْ غَيْرِ سَبَبِ الْوِلَادَةِ).
“[Haid adalah] darah [yang keluar] ketika sudah masanya haid, yakni sembilan tahun atau lebih [dari kemaluan seorang wanita dalam kondisi sehat], yang bukan karena darah penyakit melainkan karena kodrati [di mana tidak disebabkan karena melahirkan]”. (Fathul Qarib:10).
Ukuran Masa Seputar Haidh
Penuturan memadai berkaitan hal ini disebutkan dalam Fathul Qarib:
(وَأَقَلُّ الْحَيْضِ) زَمَنًا (يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ) أَيْ مِقْدَارُ ذَلِكَ وهو أَرْبَعَةٌ وَعِشْرُوْنَ سَاعَةً على الْإِتِّصَالِ الْمُعْتَادِ في الحَيْضِ (وَأَكْثَرُهُ خَمْسَةَ عَشَرُ يَوْمُا) بِلَيَالِهَا, فَإِنْ زَادَ عليها فهو إِسْتِحَاضَةٌ, (وَغاَلٍبُهُ سِتٌ أَوْ سَبْعُ) وَالْمُعْتَمَدُ في ذلك الإِسْتِقْرَاءُ.
(وَأَقَلُّ الطُّهْرِ) الْفَاصِلِ (بَيْنَ الْحَيْضَتَيْنِ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا) وَاحْتَرَزَ الْمُصَنَّفُ بقوله بَينْ الْحَيْضَتَيْنِ عن الفاصِلِ بَيْنَ حَيْضٍ وَنَِفَاسٍ إذَِا قُلْنَا بِالأصحِّ إنَّ الْحَامِلَ تَحِيْضُ فَإِنَّهُ يَجْوْزُ أَنْ يَكُوْنَ دُو}نهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمَا, (وَلاَ حَدَّ لِأَكْثَرِهِ) اَيِ الطاهِرْ فَقَدْ تَمَكَّثَ الْمَرْأَةُ دَهْرَا بِلاَ حَيْضٍ. أَمَّا غَالِبُ الطُّهْرِ فَيُعْتَبَرُ بِغَالِبِ الْحَيْض] فَإنْ كَان الْحَيْضُ سِتًّا فَالطَّهْرُ أَرْبَعُ وَعِشْرُوْنَ يَوْمَا, أوْ كَانَ الْحَيْضُ سَبْعًا فَالطَّهْرُ ثَلاَثَةٌ وَعِشْرُوْن يَوْمُا.
“(Paling sedikitnya haidh) dari segi waktunya (adalah sehari semalam) yakni ukuran paling sedikit haidh adalah dua puluh empat jam secara terus-menerus sewajarnya. (Paling banyaknya adalah lima belas hari) beserta malamnya. Bila lebih dari lima belas hari maka kelebihannya disebut dengan darah istihadhah. (Sedangkan yang umum terjadi adalah haidh selama enam atau tujuh hari). Landasan dari ukuran tadi diperoleh dari penelitian lapangan.
(Paling sedikitnya masa suci) yang memisah (antara dua siklus haidh adalah lima belas hari). Ucapan mushannif ‘antara dua siklus haidh’ sebagai antisipasi dari pemisah antara haidh dan nifas, ketika kita mengikuti qaul ashah bahwa wanita hamil mungkin haidh, sebab dimungkinkan masa suci antara haidh dan nifas kurang dari lima belas hari. (Tidak ada ketentuan mengenai ukuran paling lamanya masa suci) kadang dijumpai wanita yang tidak pernah haidh semasa hidupnya. Sedangkan masa suci yang umum terjadi adalah diukur dari umumnya masa haidh yang dialami. Bila haidhnya enam hari maka masa sucinya dua puluh empat hari, atau haidhnya tujuh hari maka masa sucinya berarti dua puluh tiga hari.” (Fathul Qarib: 11)
Dasar Hukum
Adapun dasar hukum haid adalah firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
وَيَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيْضِ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran.” Oleh karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang di perintahkan Allah kepada mu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat, dan menyukai orang-orang yang mensucikan.” (QS. Al-Baqarah: 222).
Dan Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai berikut:
إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ  رواه البخارى ومسلم عن عائشة
“Sesungguhnya haid ini yang telah menetapkan Allah atas anak-anak putri Nabi Adam ‘alaihissalaam”. (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa).
Catatan : Sanad dan matan riwayat Imam Bukhari:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْقَاسِمِ قَالَ سَمِعْتُ الْقَاسِمَ يَقُولُ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ خَرَجْنَا لَا نَرَى إِلَّا الْحَجَّ فَلَمَّا كُنَّا بِسَرِفَ حِضْتُ فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبْكِي قَالَ مَا لَكِ أَنُفِسْتِ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ فَاقْضِي مَا يَقْضِي الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ قَالَتْ وَضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نِسَائِهِ بِالْبَقَرِ
“Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin ‘Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata, Aku mendengar ‘Abdurrahman bin Al Qasim berkata, Aku mendengar Al Qasim bin Muhammad berkata, Aku mendengar ‘Aisyah berkata: Kami keluar dan tidak ada tujuan selain untuk ibadah haji. Ketika tiba di Sarif aku mengalami haid, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk menemuiku sementara aku sedang menangis. Beliau bertanya: “Apa yang terjadi denganmu? Apakah kamu datang haid?”. Aku jawab: Ya.
Beliau lalu bersabda: “Sesungguhnya ini adalah perkara yang telah Allah tetapkan bagi kaum wanita dari anak cucu Adam. Lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang-orang yang haji, kecuali thawaf di Ka’bah. ‘Aisyah berkata: Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan menyembelih seekor sapi yang diniatkan untuk semua isterinya.”
Sumber kitab: Shahih Bukhari juz I halaman 63, cetakan Maktabah Usaha Keluarga Semarang Indonesia / juz I halaman 66-67, hadits nomor 294, maktabah syamilah.
Sanad dan matan riwayat Imam Muslim:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ جَمِيْعًا عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ – قال عَمْرٌو حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ – عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَائِشَةَ – رَضِىَ الله ُعَنْهَا – قَالَتْ
خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ نَرَى إِلاَّ الْحَجَّ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِسَرِفَ أَوْ قَرِيبًا مِنْهَا حِضْتُ فَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا أَبْكِى فَقَالَ « أَنُفِسْتِ ». يَعْنِى الْحَيْضَةَ. – قَالَتْ – قُلْتُ نَعَمْ. قَالَ « إِنَّ هَذَا شَىْءٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ فَاقْضِى مَا يَقْضِى الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَغْتَسِلِى ». قَالَتْ وَضَحَّى رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نِسَائِهِ بِالْبَقَرِ.
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, ‘Amr An-Naqid, serta Zuhair bin Harb, kesemuanya dari Sufyan bin ‘Uyainah, ‘Amr berkata, Sufyan bin ‘Uyainah menceritakan kepada kami dari ‘Abdurrahman bin Al Qasim, dari ayahnya, dari ‘Aisyah berkata : Kami keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak ada tujuan selain untuk ibadah haji. Ketika tiba di Sarif atau wilayah di dekatnya aku mengalami haid, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk menemuiku sementara aku sedang menangis. Beliau bertanya: “Apakah kamu datang haid?”. Aku jawab: Ya.
Beliau lalu bersabda: “Sesungguhnya ini adalah perkara yang telah Allah tetapkan bagi kaum wanita dari anak cucu Adam. Lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang-orang yang haji, kecuali thawaf di Ka’bah sampai kamu melakukan mandi. ‘Aisyah berkata: Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan menyembelih seekor sapi yang diniatkan untuk semua isterinya”. Sumber kitab : Shahih Muslim juz I halaman 503, cetakan Syirkah al Ma’arif Bandung / juz IV halaman 30, hadits nomor 2976, maktabah syamilah.
Nama-Nama haid :
Penyebutan berbagai nama haid menurut fuqaha secara keseluruhan terdapat 15 nama, sebagaimana dituliskan dalam Bujairimi:
قَوْلُهُ : ( وَلَهُ عَشَرَةُ أَسْمَاءٍ ) أَيْ عَلَى مَا ذَكَرَ هُنَا وَإِلَّا فَذَكَرَ بَعْضُهُمْ لَهُ خَمْسَةَ عَشَرَ اسْمًا نَظَمَهَا بَعْضُهُمْ بِقَوْلِهِ : لِلْحَيْضِ عَشْرُ أَسْمَاءٍ وَخَمْسَتُهَا حَيْضٌ مَحِيضٌ مَحَاضٌ طَمْثٌ إكْبَارُ طَمْسٌ عِرَاكٌ فِرَاكٌ مَعَ أَذًى ضَحِكٌ دَرْسٌ دِرَاسٌ نِفَاسٌ قُرْءٌ إعْصَارُ
“[Terdapat sepuluh nama untuk haid] yakni sesuai penuturan sebagian ulama. Namun sebagian ulama lain menyebutkan lima belas nama haidh yang diurutkan dalam kalimat: lima belas nama haid yaitu Haid, Mahid, Mahad, Thamtsu, Ikbar, Thamsu, ‘Irak, Firak, Adza, Dhahik, Darsu, Diras, Nifas, Qar-u, dan I’shar.” (Bujairimi ‘alal Iqna, 3/209).
Binatang Yang Mengalami Haid
Adapun makhluk hidup yang mengalami haid secara keseluruhan ada dua belas macam, dituliskan juga dalam Bujairimi dalam halaman yang sama:
وَقَدْ أَشَارَ إلَى هَذَا بَعْضُ مَنْ نَظَمَهَا مِنْ الطَّوِيلِ بِقَوْلِهِ : ثَمَانِيَةٌ مِنْ جِنْسِهَا الْحَيْضُ يَثْبُتُ وَلَكِنْ فِي غَيْرِ النَّسَا لَا يُؤَقَّتُ نِسَاءٌ وَخُفَّاشٌ وَضَبُعٌ وَأَرْنَبٌ وَنَاقَةٌ مَعَ وَزَغٍ وَحِجْرٍ وَكَلْبَةٍ وَزَادَ بَعْضُهُمْ عَلَى ذَلِكَ بَنَاتِ وَرْدَانَ وَالْقِرَدَةِ ، وَزَادَ الْمُنَاوِيُّ الْحِدَأَةَ وَزَادَ غَيْرُهُ السَّمَكَ .

“Sebagian ulama mengisyaratkan hal ini dalam syair jenis thawil: delapan jenis makhluk hidup yang mengalami haid telah diketahui, hanya saja selain pada jenis perempuan waktu haidnya tidak pasti. Sejumlah delapan tersebut yakni perempuan, kelelawar, anjing hutan, kelinci, unta, cicak, kuda, dan anjing. Sebagian ulama menambahkan kecoa dan kera. Al-Munawi menambahkan spesies burung rajawali, lainnya lagi memasukkan daftar ikan”. (Bujairimi ‘alal Iqna, 3/209).

Pos terkait