1764. INILAH DALIL ALLAH SWT MAHA BERKEHENDAK

PERTANYAAN :
Assalamu’alaikum. Mohon saya [ارمل الزواج] dicerahkan tafsir postingan kang Alvin Hadi di bawah ini :
الثانية – قال علماؤنا: أفعال الرب سبحانه لا تخلو عن مصالح وإن لم يجب على الله الاستصلاح، فقد يعلم من حال عبد أنه لو بسط عليه قاده ذلك إلى الفساد فيزوى عنه الدنيا، مصلحة له.
فليس ضيق الرزق هوانا ولا سعة فضيلة، وقد أعطى أقواما مع علمه أنهم يستعملونه في الفساد، ولو فعل بهم خلاف ما فعل لكانوا أقرب إلى الصلاح.
والامر على الجملة مفوض إلى مشيئته، ولا يمكن التزام مذهب الاستصلاح في كل فعل من أفعال الله تعالى
JAWABAN :
Wa’alaikumsalam Warohmatullaahi Wabarakaatuh.
الثانية – قال علماؤنا: أفعال الرب سبحانه لا تخلو عن مصالح وإن لم يجب على الله الاستصلاح، فقد يعلم من حال عبد أنه لو بسط عليه قاده ذلك إلى الفساد فيزوى عنه الدنيا، مصلحة له.
Poin ini menekankan, bahwa perbuatan (af’al) Allah itu pasti mengandung kebaikan walaupun hal itu tidak wajib baginya (laisa Bizollamil lil abiid). Karena Allah maha mengetahui posisi yang akan di lakukan hamba, jika ia di berikan atau tidak diberikan.
فليس ضيق الرزق هوانا ولا سعة فضيلة، وقد أعطى أقواما مع علمه أنهم يستعملونه في الفساد، ولو فعل بهم خلاف ما فعل لكانوا أقرب إلى الصلاح.
والامر على الجملة مفوض إلى مشيئته، ولا يمكن التزام مذهب الاستصلاح في كل فعل من أفعال الله تعالى
Di sini dijelaskan bahwa situasi hamba(baik susah atau senang)bukanlah alamat yang kental tuk menunjukan posisi ia, karena terkadang allah memberikan kemurahan kepada orang yang dia ketahui akan perbuatan rusaknya. andai saja allah menyalahi dalam keputusannya terhadap hambanya, maka niscaya akan lahir sebuah anggapan, bahwa manusialah yang layak tuk melakukan hal yang terbaik, dan ini adalah anggapan batil. dalam hal ini kesimpulannya adalah Mustahilah/tidaklah mungkin menetapkan perbauatan Allah kepada mazhab Istislah( melakukan yang terbaik).
الثانية : قال علماؤنا : أفعال الرب سبحانه لا تخلو عن مصالح وإن لم يجب على الله الاستصلاح فقد يعلم من حال عبد أنه لو بسط عليه قاده ذلك الفساد فيزوي عنه الدنيا مصلحة له فليس ضيق الرزق هوانا ولا سعة الرزق فضيلة وقد أعطى أقواما مع علمه أنهم يستعملونه في الفساد ولو فعل بهم خلاف ما فعل لكانوا أقرب إلى الصلاح والأمر على الجملة مفوض إلى مشيئته ولا يمكن التزام مذهب الاستصلاح في كل فعل من أفعال الله تعالى
Kedua. Para Alim kami berkata “Perbuatan Allah tidak akan lepas dari kemashlahatan meskipun tidak wajib bagi Allah berbuat kemashlahatan untuk hamba-Nya, sungguh Allah Maha Mengetahui keberadaan hamba-Nya yang andaikan Allah lapangkan rizkinya niscaya akan menyeretnya pada kerusakan maka Allah himpitkan rizkinya sebagai bentuk kemashlahatan untuk dirinya. Dengan demikian sempitnya rizki seseorang bukan berarti penghinaan dari Allah dan lapangnya rizki seseorang juga bukan berarti dia telah mendapatkan anugerah dari Allah.
Dan sungguh Allah pun telah berikan rizki pada suatu kaum sementara Dia Maha Mengetahui rizki mereka digunakan untuk berbuat kerusakan dan andai Allah berbuat kebalikannya (tidak berikan rizki mereka berlimpah) niscaya mereka lebih dekat pada kebaikan. Karenanya segalanya tergantung pada kehendak Allah dan tidak mungkin membuat ketetapan akan wajibnya Allah berbuat kebaikan pada setiap hal yang Allah perbuat.
Keterangan tafsir tersebut terdapat pada : al-Jaami’ Li Ahkaam al-Quraan 16/28, Tafsiir al-Qurthuuby 16/25, Tafsiir al-Muniir Li az-Zuhaily 16/25.
قال الشيخ إبراهيم اللقاني في جوهرة التوحيد :-
44- وَجَائِزٌ فِي حقِّهِ مَا أَمْكَنَا … إِيجَادًا إعْدَامًا كَرَزْقِهِ الْغِنَا
45- فَخَالِقٌ لِعَبَدْه وَمَا عَمِلْ … مُوَفِّقٌ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَصِلْ
46 وَخَاذِلٌ لِمَنْ أَرَادَ بُعْدَهُ … وَمُنْجِزٌ لِمَنْ أَرَادَ وَعْدَهُ
47- فَوْزُ السَّعِيدِ عِنْدَهُ فِي اْلأَزّلِ … كَذَا الشَّقُّيِ ثُمَّ لَمْ يَنْتَقِلِ
48- وَعِنْدَنَا لِلْعَبْدِ كَسْبٌ كُلِّفَا … بِهِ وَلكِنْ لَمْ يُؤَثِّرْ فَاعْرِفَا
49- فَلَيْسَ مَجْبُورًا وَلاَ اخْتِيَارَا … وَلَيْسَ كَلاًّ يَفْعَلُ اخْتِيَارَا
50- فَإِنْ يُثِبْنَا فَبِمَحْضِ الْفَضْلِ … وَإِن يُعَذِّبْ فَبِمَحْص الْعَدْلِ
51- وَقَوْلُهُمْ: إِنَّ الصَّلاَحَ وَاجِبٌ … عَلَيْهِ زُورٌ مَا عَلَيْهِ وَاجِبُ
52- أَلَمْ يَرَوْا إيلاَمَهُ اْلأَطْفَالاَ … وَشِبْهَهَا فَحَاذِرِ المُحَالاَ
53- وَجَائِزٌ عَلَيْهِ خَلْقُ الشِّرِّ … وَالْخَيْرِ كالإِسْلاَمْ وَجَهْلِ الْكُفْرِ
As-Syaikh Ibrahim al-Laqqani dalam kitab Jauharatut Tauhid berkata :
44.Dan Jaiz (boleh) bagi Allah setiap hal yang mumkin (perkara yang antara wujud dan tiadanya masih fifty-fifty) baik menwujudkannya atau meniadakaannya seperti memberi rizki pada orang kaya.
45.Allah adalah pencipta setiap perbuatan hamba-Nya sesuai dengan kehendak-Nya
46.Allah adalah Yang menelantarkan hamba-Nya yang dikehendaki jauh dari-Nya dan yang memenuhi janji bagi yang Dia kehendaki
47.Kebahagiaan orang yang beruntung telah tertetapkan dizaman Azali begitu juga kecelakaan orang yang celaka dan kemudian tiada bisa beralih
48.Dan menurut kami (Ahlus Sunnah Wal jamaah) Seorang hamba diwajibkan berusaha meski tidak dapat merobah titahNya
49.Maka hamba tidaklah murni terpaksa tidak pula murni punya pilihan
50.Bila Allah memberi kita pahala maka semata-mata anugerahNya, bila Allah menyiksa kita maka semata-mata karena keadilanNya
51.Ungkapan Kaum Mu’tazila “Sungguh wajib bagi Allah berbuat kebaikan adalah bohong kaena tidak ada suatu kewajiban apapun bagi-Nya
52.Apakah mereka tidak melihat pemberian petaka bagi para bocah dan sejenisnya ? Maka tinggalkanlah ketidak mungkinan
53.Jaiz (Boleh) bagi Allah berbuat kejelekan dan kebaikan seperti membuat islam atau kebodohan kufur atas seseorang.
Dalam keterangan kitab Jauharatut Tauhid karya As-Syaikh Ibrahim al-Laqqani dijelaskan tidak ada sesuatupun yang wajib bagi Allah termasuk berbuat kebaikan pada hambaNya karena bila ada kewajiban niscaya Allah bukanlah Dzat Yang memiliki kuasa mutlak yang tunggal yang dapat berbuat sesuai kehendakNya. [ Tuhfah al-Muriid Hal. 64 ]. Wallaahu A’lamu Bis Showaab. [Masaji Antoro, Cecep Furqon].
Link Asal :

www.fb.com/groups/piss.ktb/452464568109690/

Pos terkait