Assalamu ‘alaikum warohmatullaahi wabaralaatuh. Al-Fiqh alMausuu’ah XVI/238 menjelaskan :
– مِنْ نَوَاقِضِ الْوُضُوءِ عِنْدَ جُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ ( الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ ) لَمْسُ الرَّجُل الْمَرْأَةَ وَعَكْسُهُ دُونَ حَائِلٍ . لِقَوْلِهِ تَعَالَى : { أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاءَ } (3) ….
وَقَال الْحَنَفِيَّةُ : لاَ يَنْتَقِضُ الْوُضُوءُ بِمَسِّ الْمَرْأَةِ وَلَوْ بِغَيْرِ حَائِلٍ ؛ لِمَا رُوِيَ عَنْ عَائِشَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّل بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ (3) . وَقَالُوا : إِنَّ الْمُرَادَ مِنَ اللَّمْسِ فِي الآْيَةِ الْجِمَاعُ ، كَمَا فَسَّرَهَا ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ (4) .
__________
(3) سورة النساء / 43 .
(3) حديث عائشة : ” أن النبي صلى الله عليه وسلم قبل بعض نسائه ثم خرج إلى الصلاة ولم يتوضأ ” . أخرجه الترمذي ( 1 / 133 – ط الحلبي ) ، وقال الزيلعي : ” وقد مال أبو عمر بن عبد البر إلى تصحيح هذا الحديث ” . نصب الراية ( 1 / 72 – ط المجلس العلمي ) .
(4) الاختيار لتعليل المختار 1 / 10 ، 11 .
“Termasuk hal membatalkan wudhu menurut mayoritas ulama fiqh (Malikiyyah, Syafiiyyah dan Hanabilah) adalah persentuhan kulit antara laki-laki dan wanita tanpa adanya penghalang berdasarkan firman Allah “Atau kamu telah menyentuh perempuan” (QS. 4:43).
Namun menurut kalangan Hanafiyyah persentuhan kulit antara laki-laki dan wanita meskipun secara langsung dan tanpa adanya penghalang tidak membatalkan wudhu berdasarkan hadits riwayat dari ‘Aisyah ra “Rosulullah shallallaahu ‘alaihio wasallam mencium sebagian istrinya kemudian keluar menjalankan shalat tanpa berwudhu”. (HR. Turmudzi I/13).
Menurut kalangan Hanafiyyah maksud ayat “menyentuh perempuan” dalam surat an-Nisaa yang membatalkan diatas adalah bersenggama seperti penafsiran Ibnu ‘Abbas ra. (al-Ikhtiyaar Li ta’liil alMukhtaar I/10-11).
Kalau kesentuh / tidak sengaja, tetap batal ya ? baik terpaksa, lupa atau tidak disengaja, disertai syahwat atau tidak kalangan syafi’iyyah tetap menyatakan BATAL
(و) رابعها (تلاقى بشرتى ذكر وأنثى) ولو بلا شهوة وإن كان أحدهما مكرها أو ميتا لكن لا ينقض وضوء الميت
No 4. Hal yang dapat membatalkan wudhu adalah pertemuan dua kulit wanita dan wanita meskipun tanpa disertai syahwat dan meskipun salah satu dari keduanya dipaksa atau sudah meninggal, hanya saja wudhunya orang yang telah meninggal tidak menjadi batal. [ Hamisy I’anah at-Thoolibiin I/64 ].
ولا فرق في ذلك بين أن يكون بشهوة أو إكراها أو نسيان، أو يكون الرجل ممسوحا أو خصيا أو عنينا، أو المرأة عجوزا شوهاء، أو كافرة بتمجس أو غيره، أو حرة أو رقيقة، أو أحدهما ميتا، لكن لا ينتقض وضوء الميت
Dan tidak ada perbedaan dalam batalnya wudhu akibat persentuhan kulit antara wanita dan pria tersebut antara disertai syahwat atau tidak, terpaksa atau lupa, atau keberadaan lelakinya terpotong, terkebiri atau impoten kemaluannya, atau keberadaan wnitanya sudah tua renta yang buruk rupanya atau wanita penganut agama majusi atau lainnya, wanita merdeka atau budak, atau salah seorang dari keduanya sudah meninggal hanya saja wudhunya orang yang telah meninggal tidak menjadi batal. [ Iqnaa’ I/56 ]. Wallaahu A’lamu Bis showaab. [Masaji Antoro].
Link asal :
www.fb.com/groups/piss.ktb/416546481701499/