Ass, wr wb, maaf mau nanya ada tugas dari guru saya : batal kah wudhu jika memegang farji nya Jin mohon sertakan referensi (dari kitab apa) ?. terima kasih. [Zarkoni Otay].
JAWABAN :
Wa’alaikumualam, memang di antara yang membatalkan wudlu adalah menyentuh farjinya anak Adam (manusia) dan itu ada di sebagian naskah kitab taqrib yang syarahnya adalah fathul qorib. ‘Ibarot fathul qoribnya begini :
Lalu bagaimana kalau pegang farjinya jin ? Hukumnya tergantung “halal atau tidak apabila kita menikahi jin” ? Logikanya kita ambil perumpamaan begini, kita diharamkan menikahi hewan maka memegang farji hewan tidak membatalkan wudhu. Begitu juga pada farji jin. Jika hukumnya haram menikahi jin maka menyentuh farji jin tidak membatalkan wudhu. Jika tidak haram menikahi jin maka hukum menyentuh farjinya sama dengan hukum menyentuh farji manusia (batal wudhu).
Memang terjadi khilafiyah tentang hukum menikah dengan jin, tapi melihat dari keterangan kitab Bajuri sepertinya tidak haram. Jika tidak haram menikahi jin maka otomatis menyentuh farjinya dapat membatalkan wudhu.
(Ucapan Mushonnif : menyentuh farji anak adam) qoyyid anak adam mengecualikan farji hewan (tidak batal menyentuhnya). Adapun (hukum menyentuh) farji bangsa jin sama seperti menyentuh farji anak adam (membatalkan). Hal ini berlandaskan halalnya kita menikahi bangsa jin menurut qoul mu’tamad. [Hasyiyah Bajuri Jilid 1 Hal: 70].
Ta’bir dalam I’anah 1/63 juga menyatakan wudhunya batal :
WA AMMAA FARJUL JINNIYYI FA YANQUDHU MASSUHUU IDZAA TAHAQQAQA MASSU FARJIHII.
Adapun farji jin maka menyentuhnya membatalkan (wudhu) bila nyata-nyata menyentuh farjinya.
Menurut qoul yang mu’tamad, menyentuh farji jin membatalkan wudlu, karena jin dihukumi sebagaimana manusia. [ Bajuri juz 1 hlm 104 Dar el-Fikr ]. Terus jin yang bagaimana yang dihukumi seperti manusia ? Semua jin kah ? Ternyata hanya yang berwujud (menampakkan diri sebagai) manusia, mungkin ini yang pada ibaroh yang lain diungkapkan dengan mensyaratkan “bila nyata-nyata menyentuh farjinya”.
Dalam keterangan yang berbeda, beda dalam kitab dan pembahasan : iltiqoul basyaroh dengan massul farji… Tapi satu kesimpulan :
Wallohu a’lam. [Timur Lenk, Kakang Prabu, Abdullah Afif, Kang As’ad, Abdur Rahman Assyafi’i ].
LINK ASAL :