Assalamu’alaikum wa rohmatullah wa barakatuh. (Akad nikah tanpa ijab dan qobul versi guru thoriqoh). Mau tanya : Minggu kemarin saya ikut teman saya melamar ceweknya untuk khitbah. Ikut juga keluarga teman saya, sekitar 30 orang. Ketika khitbah sudah direstui keluarga si cewek, paman si cewek malah mengusulkan kepada ayahnya si cewek untuk langsung di-akad sirri saja. Sang ayah pun, memanggil teman saya untuk duduk di hadapannya, bilang seperti ini : ” Apakah kamu sudah siap untuk menikah, sudah menganalisa anak saya dhahir bathin? “. Teman saya mengiyakan. Sang ayah memanggil anaknya untuk duduk di samping ayahnya. Dan Bilang begini kepada teman saya: ” Benar ini perempuan yang kamu maksud? Tidak salah? Teman saya membenarkan. Terus sang ayang bilang ke anaknya, begini: bener ini laki laki yag kamu maksud ? Anaknya juga membenarkan. Terus,sang ayah bilang lagi ke teman saya : biasanya kalau akad nikah ada maharnya, kamu berani bayar berapa buat anak saya ?
Lalu teman saya menyodorkan uang 500.000 ke hadapan ceweknya. Tanpa bicara. Sang ayah tiba-tiba langsung mendoakan teman saya dan anaknya yang di-amini seluruh tamu yang hadir, dengan sakral dan khidmat. Habis doa, sang ayah mengatakan kalau anaknya sudah halal, terserah mau di-apakan. Hadirin kaget, si paman tadi bilang : pihak keluarga laki laki mau proses akad yang seperti biasanya saja. Sang ayah menjawab : kalau yang ada sighatnya itu sekedar pelajaran saja. Silahkan dari para hadirin kalau keberatan dengan apa yang saya lakukan tadi, berpendapat dan menyampaikan penafsirannya. Berkali-kali sang ayah berkata demikian, para hadirin hanya diam, dan akhirnya, mereka berbicara, sah. . Sah. . . Sah. . . Sah.
Pertanyaan : Sang ayah adalah guru thoriqoh yang disegani di kabupaten saya, sah kah akad nikah dalam kejadian ini ? Sekarang teman saya sudah nginep di rumah istrinya, dan mungkin terjadi dukhul. All. Sekalian dengan solusinya. Bagaimana ? Soalnya, teman saya mungkin berpendapat seperti ini : ayahnya langsung yang menghalalkan anaknya kepadaku, ayahnya tentu lebih tahu dan mengerti konsekwensinya jika anak ternyata tidak halal dengan proses akad seperti dalam diskripsi pertanyaan di atas. [FauZandzz AHmad].
JAWABAN :
Wa’alaikumussalaam. Perkataan di atas kalau mau disimpulkan :
1. “Apakah kamu sudah siap untuk menikah, sudah menganalisa anak saya dhahir bathin?” ; jawab : “iya”
= ini Bukan AKAD
2. “Benar ini perempuan yang kamu maksud? Tidak salah?” ; jawab : “iya”
= ini juga Bukan AKAD
3. Habis do’a, sang ayah mengatakan kalau anaknya sudah halal, terserah mau diapakan.
= seandainya maksud si bapak adalah mengatakan ucapan sejenis lafadz AHLALTUKA sepertinya yang ini juga tidak shoreh, karena bukan ANKAHTUKA / ZAWWAJTUKA.
Demikian di atas ini bukan ijab qobul tapi tanya jawab, ibarat jual beli, belum mengadakan aqad tapi masalah harga sudah deal, sehingga para saksi geleng-geleng kepala terpaksa saja bilang SAH… SAH… SAH… Hanya ayahnya yang menghalalkan tapi bukan berarti halal menurut syari’at. Mufakat di antara 4 madzhab bahwa ijab qobul adalah rukun nikah. NIKAH di atas tanpa ijab qobul atau tidak ada lafazh yang menunjukkan sahnya ijab qobul baik shoreh ataupun kinayah. Praktek di atas menurut 4 madzhab tidak sah. Karena tidak ada shighot. Dan dialog wali tersebut sebatas menanyakan kemantapan niat mau menikah dan kebenaran wanita dan lelaki yang dimaksud. Jadi kesimpulannya ?? TIDAK SAH
Solusi : kalau bapaknya tidak mau mengulang akad nikah dengan ijab qobul, maka bapak tersebut bisa digolongkan ADHOL, sah nikah diam-diam pakai tahkim (mengangkat hakim), selesai urusan.
Menghalalkan tidak berarti memiliki (tamlik), mufakat 4 madzhab menggunakan shighat IHLAL (menghalalkan), IBAHAH (membolehkan), I’ARAH (meminjamkan), ROHN (mengadaikan), TAMATTU’ (bersenang-senang / mut’ah), lafazh-lafadz ini tidak bisa disebut AKAD nikah dan tidak bisa dijadikan sebab memiliki istri. ‘ibarot (AL-MAUSU’AH AL-FIQHIYAH) :
Shighot itu bentuk, tidak ada shighot ijab qobul artinya tidak ada bentuk ijab qobul. Memang madzhab hambali dan hanafi membolehkan dengan lafazh kinayah, tapi kalau MU’ATHOH tetap mengharamkan alias tidak sah. Sedang yang dimaksud dengan sighot adalah :
Maksud dari imam hanafi & malikiy. Ini masalah pemakain lafad nya.. Bukan masalah aqadnya. Fokus :
Kemungkinan besar thoriqoh sesat, karena sudah bertentangan dengan hukum syariat. Tinggalkan guru seperti itu. Ini ibaratnya :
MAU GURU THORIQOH KEK, ATAU APA KEK, KALAU SUDAH TIDAK SESUAI DENGAN KONSEP DAN PROSEDUR HUKUM YA TETAP TIDAK SAH AKADNYA ITU. PRAKTEK SEMACAM ITU BAGIAN DARI MBIDENGAH MUNKAROH MUSYADDADAH, BAATHILUN BAATHILUN BAATHILUN.
Guru kakak dari salah satu musyawir namanya KH. Thaifur Aly Wafa, beliau pengarang Bulghah al-Thullab Fiy Talkhish Fatawa al-Anjaab dan sekaligus Mursyid dari Thariqah Naqsyabandiyyah, kediaman beliau tidak jauh dari gubuk musyawir, selama ini belum pernah musyawir mendengar bahkan tak pernah sekalipun beliau berlaku sebagaimana dalam postingan. Aneh bin ajaib bila ada guru thariqah yang mencoba berhaqiqat tanpa bersyari’at…?!
Namun bagaimanapun, perlu juga kita beri perhatian bahwa :
1. postingan pertanyaan di atas jangan-jangan adalah hasil copas / kesimpulan pemahaman-pemahaman dan artikel-artikel dari blog aliran sebelah yang tujuannya sebenarnya adalah mendiskriminasikan para pelaku thoriqoh (cerita itu fiktif belaka)
2. sudah jelas sebenarnya ke-4 madzhab menyatakan tidak sah contoh di atas
3. kalaupun cerita itu memang ada, thoriqoh itu ada yang mu’tabaroh (punya sanad sampai nabi, shohabat) dan ada yang tidak mu’tabaroh, maka kemungkinan thoriqoh itu bukan thoriqoh mu’tabaroh.
Salah satu musyawir punya pendapat lain sebagai bentuk sindiran : Jika mempelai wanitanya (maaf) jelek, seperti SUDAH PENDEK, PESEK, HITEM SAMA SUKA NGAMUK-AN, NESU NAN maka pernikahannya sah tanpa sighat ijab qabul, diqiyaskan pendapat imam Al-Ghozaliy bolehnya MU’ATHOH terhadap barang-barang yang remeh dan murah harganya. Karena itu, jika mempelai wanitanya CANTIK, PUTIH, TINGGI, BAIK HATI dan tidak sombong, maka tidak sah. Wanita yang terahir ini mahal harganya, tidak sah dibuat mu’athoh-an… 😉 Wallohu a’lam. [Musyawirin : Hasyim Toha, Muhajir Madad Salim, Agus Telo, Rampak Naung, Lalu Habib Khatim, Jaka Perkasza, Brojol Gemblung, Raden Mas LeyehLeyeh, Ulilalbab Hafas, Ibnu Al-Ihsany].
LINK ASAL :