Assalamualaikum, aku tanya apa menurut antum semua tentang dua hadis yang menurut lahirnya bertentangan ini,
(1). dari Utsman RA berkata .: Rasulullah bersabda : Orang yang sedang Ihram tidak boleh menikahi (laki-laki) dan tidak boleh dinikahi (perempuan).
(2). dari Ibnu ‘Abbas RA berkata : Rasulullah menikahi Maimunah padahal beliau (Rasul) sedang ber-Ihram. Monggo bagi bagi ilmunya. [Jaka Perkasza].
JAWABAN :
Wa’alaykum salam dua hadits tersebut memang sama-sama benar / tidak bertentangan. Dalam urusan nikah ada hukum yang hanya boleh khusus untuk Rosululloh, seperti nikah waktu ihrom itu boleh bagi Rosululloh. :
Nabi memiliki kekhususan dalam masalah nikah__dan dalam masalah akad nikah sendiri pada waktu ihram berdasar hadits bukhari-muslim dari Ibn Abbas bahwa sesungguhnya Nabi menikahi Maymunah sedangkan Beliau dalam keadaan ihram. Namun, riwayat yang paling banyak adalah bahwa saat itu Nabi sedang Halal (tidak ihram) diriwayatkan oleh ibn Abbas juga. wallahu a’lam. [ Terj. oleh Dhofir Miftah ].
Sekedar melengkapi, tidak boleh dan tidak sah menikah / menikahkan pada saat ihrom, bedasarkan hadits yang kurang lebih artinya orang muhrim tidak boleh menikah dan menikahkan, sedangkan menanggapi hadits dari riwayat ibnu abbas yang menjelaskan Rosululloh menikah pada saat ihrom dengan maimunah maka hadits itu mungkin saja pada lafadz : محرم (muhrim) dilarikan pada arti bulan haram atau kota / tanah haram dikatakan juga bahwa Rosululloh menikahinya dalam keadaan halal (tidak ihrom) dan kabar pernikahan itu tersiar ramai pada saat Rosul sedang ihrom.
Kemudian jika ada 2 hadis yang bertentangan maka hadis kita ( hadis yang tidak memperbolehkan nikah ) itu yang harus didahulukan, karena hadis tersebut adalah bentuk ucapan / sabda Nabi sedangkan hadits yang satunya adalah prilaku (fi’lu) Nabi sedangkan bentuk qoul / ucapan / sabda itu lebih dikukuhkan karena yang berupa fi’li / prilaku itu bisa saja dilarikan untuk kekhususan pada Nabi.
Kalau muhrim dita’wil masuk tanah haram / bulan haram, ada yang berpendapat, tak ada lafadz hadits yang mendukung / membantu, sehingga dikatakan ini sebagai bentuk ta’wil yang jauh.
Mungkin saja pada lafadz : محرم (muhrim) dilarikan pada arti bulan haram atau kota / tanah haram memandang ada kata-kata muhriman pada kalimat
kata muhriman di situ artinya di bulan haram atau tanah haram bukan bermakna keadaan ihrom, dengan gitu kata muhrim dari hadis Nabi
mungkin dilarikan bermakna bulan haram atau tanah haram
Wallohu a’lam. [Ghufron Bkl, Sunde Pati].
LINK ASAL :