2609. JIKA ADA KASUS AYAM BELUM MATI MESKI SUDAH DISEMBELIH TIGA KALI

PERTANYAAN :

Assalamu’alaikum. Mohon bantuannya Ya Ma’syaro al-Mutafaqqihin wa al-Mutafaqqohat. Ada Musykilah di  Bab Dzabhu : Baru-baru ini ada kejadian aneh di Bandung, seperti yang dilansir oleh salah satu stasiun televisi, yaitu Ayam yang belum mati, padahal sudah disembelih tiga kali. NB : Sembelihan pertama sudah memenuhi standar syara’ (Qath’u Kullil Hulqum, Wa Kullil Mari’). Pertanyaan :

Bacaan Lainnya
1.Kehidupan hayawan itu yang setelah disembelih secara syara’ dinamakan Hayat apa.? Mustaqirroh atau bukan ?
2.Apakah sembelihan pertama (yang sesuai syara’) sudah dianggap menghalalkan, dengan pengertian, seumpama hewan tersebut dibiarkan mati dengan sendirinya itu sudah Halal dimakan ?
3.Seumpama sembelihan pertama belum dianggap cukup, bagian mana lagi yang wajib disembelih dari hewan tsb, mengingat Hulqum dan Mari’-nya sudah terputus dengan sempurna.

Demikian, Matur nuhun ingkang sanget. Jazaa-kum Allhau Ahsan al-Jaza’. [Su Kakov].

JAWABAN :

Wa’alaikumussalam. Jika sudah disembelih kok masih terlihat hidup namanya hayatul madzbuh, bukan hayat mustaqirroh. Kesimpulannya jika penyembelihan awal sudah memenuhi syarat maka sah dan halal dan tak wajib disembelih lagi. Boleh dipotong lehernya biar cepat mati, tapi makruh. Hewan yang sembeiihannya sudah memenuhi syarat (terpotongnya hulqum dan mari’) kalau masih bertahan hidup maka cara cepat mematikannya boleh dengan memotong lehernya sampai putus.

(الا ما ذكيتم)اي الا ما أدركتم ذكاته وقد بقيت فيه حياة مستقرة من هذه الاشياء الخمسة وذالك بحيث يتحرك بالاختيار والا فلا يحل بتذكية لان موته حينئذ يحال علي السبب المتقدم علي التذكية من الخنق وأكل السبع وغيرهما.

(Kecuali yang kalian sembelih) Yakni kecuali kalian mendapati menyembelih hewan, sedangkan dalam hewan itu masih terdapat HAYAT MUSTAQIRROH, dari perkara lima (yang tersebut dalam ayat), tandanya hayat mustaqirroh adalah bergerak dengan ikhtiyar.

Apabila tidak (terdapat hayat mustaqirroh, dari kelima hewan yang tersebut dalam awal ayat) maka tidak di-halal-kan dengan sebab disembelih, karena kematiannya adalah di-sebabkan perkara yang mendahului penyembelihan, baik yang sebab di-makan hewan buas atau yang lainnya.

– Asnal Matholib Juz 01/539 :

وَحَاصِلُهُ أَنَّ الْحَيَاةَ الْمُسْتَقِرَّةَ عِنْدَ الذَّبْحِ تَارَةً تَتَيَقَّنُ وَتَارَةً تُظَنُّ بِعَلَامَاتٍ وَقَرَائِنَ فَمِنْهَا الْحَرَكَةُ الشَّدِيدَةُ بَعْدَ الذَّبْحِ وَانْفِجَارُ الدَّمِ وَتَدَفُّقُهُ وَلَوْ شَكَكْنَا في اسْتِقْرَارِهَا حَرُمَ لِلشَّكِّ في الْمُبِيحِ وَتَغْلِيبًا لِلتَّحْرِيمِ فَإِنْ لم يُصِبْهُ شَيْءٌ مِمَّا ذُكِرَ بَلْ مَرِضَ وَلَوْ بِأَكْلِهِ نَبَاتًا مُضِرًّا أَوْجَاعَ فَذَبَحَهُ وقد صَارَ آخِرَ رَمَقٍ حَلَّ لِأَنَّهُ لم يُوجَدْ سَبَبٌ يُحَالُ الْهَلَاكُ عليه وَيُجْعَلُ قَتْلًا وَمَسْأَلَةُ الْجُوعِ من زِيَادَتِهِ

Hayat Mustaqirroh terkadang di-yakini, seperti halnya hewan tersebut bisa berdiri sepeti sedia kala dll. Terkadang juga hanya berupa Dzon, yang diperkuat dengan tanda-tanda (bahwa masih terdapat Hayat mustaqirroh), di antara tanda-tandanya gerakan gesit usai disembelih, tersemburnya darah.

Memang benar dalam kasus hewan yang tertabrak boleh langsung di-sembelih kalau sudah yakin / dzon terdapat “Hayat Mustaqirroh”. Tapi kalau masih ragu-ragu dalam “Hayat mustaqirrohnya”, maka hukumnya tidak boleh, dan kalau dipaksa disembelih hewannya tetap HARAM.

وَلَوْ شَكَكْنَا في اسْتِقْرَارِهَا حَرُمَ لِلشَّكِّ في الْمُبِيحِ وَتَغْلِيبًا لِلتَّحْرِيمِ

Bisa bertahan satu sampai dua hari, termasuk tanda-tanda Hayat Mustaqirroh, jadi sudah mencukupi persyaratan untuk disembelih.

– Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 9/89 :

وقد ذكر الشيخ ابو حامد وصاحبا الشامل والبيان وغيرهم أن الحياة المستقرة ما يجوز أن يبقى معه الحيوان اليوم واليومين بأن يشق جوفها وظهرت الامعاء ولم تنفصل فإذا ذكيت حلتوهذا الذى ذكره منزل على ما قدمناه والله تعالى أعلم

Pengertian walam tanfasil itu termasuk yang dicontohkan Imam Nawawi.

بأن يشق جوفها وظهرت الامعاء ولم تنفصل فإذا ذكيت حلت

Lebih jelasnya : Seumpama ada hewan yang perutnya dibedah yang sehingga usus-ususnya keluar, tapi usus-usus tersebut belum munfashil / terputus, maka kalau mati dengan sebab dibiarkan, ini TIDAK HALAL, tapi kalau disembelih menjadi HALAL.

– Kifayah al-Ahyar :

ﻛﻔﺎﻳﺔ ﺍﻷﺧﻴﺎﺭ ﻓﻲ ﺣﻞ ﻏﺎﻳﺔ ﺍﻻﺧﺘﺼﺎﺭ 2/224 :
ﺗﻨﺒﻴﻪ: ﻻ ﺑﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻴﻪ ﺣﻴﺎﺓ ﻣﺴﺘﻘﺮﺓ ﻓﻠﻮ ﺍﻧﺘﻬﻰ ﺇﻟﻰ ﺣﺮﻛﺔ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ ﻟﻢ ﻳﺤﻞ ﻭﺇﻥ ﺫﺑﺢ ﻭﻗﻄﻊ ﻣﻨﻪ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﺤﻠﻘﻮﻡ ﻭﺍﻟﻤﺮﻱﺀ ﻓﺈﻥ ﻗﻠﺖ ﻓﻤﺎ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ ﻭﻣﺎ ﺣﺮﻛﺔ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ ﻓﺎﻟﺠﻮﺍﺏ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮ ﺣﺎﻣﺪ ﻭﺍﺑﻦ ﺍﻟﺼﺒﺎﻍ ﻭﺍﻟﻌﻤﺮﺍﻧﻲ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ ﻣﺎ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﺒﻘﻰ ﻣﻌﻪ ﺍﻟﺤﻴﻮﺍﻥ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻭﺍﻟﻴﻮﻣﻴﻦ ﻓﺈﻥ ﺫﻛﻴﺖ ﺣﻠﺖ.
ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻌﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺪﺍﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﺍﻟﺸﺪﻳﺪﺓ ﻭﺍﻧﻔﺠﺎﺭ ﺍﻟﺪﻡ ﻭﺗﺪﻓﻘﻪ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺬﺑﺢ ﺍﻟﻤﺠﺰﻱ ﻭﺻﺤﺢ ﺃﻧﻪ ﺗﻜﻔﻲ ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﺍﻟﺸﺪﻳﺪﺓ ﻭﺣﺪﻫﺎ. ﻗﻠﺖ ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺼﺒﺎﻍ ﺑﺄﻥ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ ﺑﺤﻴﺚ ﻟﻮ ﺗﺮﻛﺖ ﻟﺒﻘﻴﺖ ﻳﻮﻣﺎ ﺃﻭ ﺑﻌﺾ ﻳﻮﻡ ﻭﻏﻴﺮ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ ﺃﻥ ﺗﻤﻮﺕ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺎﻝ. ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺮﻓﻌﺔ ﻭﻗﺎﻝ ﻏﻴﺮﻩ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻨﺘﻬﻲ ﺇﻟﻰ ﺣﺮﻛﺔ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺣﻴﻦ. ﻭﻗﺎﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺮﺷﺪ ﻳﻌﺮﻑ ﺑﺸﻴﺌﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﻨﺪ ﻭﺻﻮﻝ ﺍﻟﺴﻜﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤﻠﻘﻮﻡ ﺗﻄﺮﻑ ﻋﻴﻨﻪ ﻭﻳﺘﺤﺮﻙ ﺫﻧﺒﻪ. ﻭﺃﻣﺎ ﺣﺮﻛﺔ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ ﺑﺄﻥ ﻳﻨﺘﻬﻲ ﺍﻵﺩﻣﻲ ﺇﻟﻰ ﺣﺎﻟﺔ ﻻ ﻳﺒﻘﻰ ﻣﻌﻬﺎ ﺇﺑﺼﺎﺭ ﻭﻧﻄﻖ ﻭﺣﺮﻛﺔ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭﻳﺔ ﻷﻥ ﺍﻟﺸﺨﺺ ﻗﺪ ﻳﻘﺪ ﻧﺼﻔﻴﻦ ﻭﻳﺘﻜﻠﻢ ﺑﻜﻼﻡ ﻣﻨﺘﻈﻢ ﺇﻻ ﺃﻧﻪ ﻏﻴﺮ ﺻﺎﺩﺭ ﻋﻦ ﺭﻭﻳﺔ ﻭﺍﺧﺘﻴﺎﺭ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ

Dan untuk poin nomor tiga ini gugur dengan terjawabnya dua poin sebelumnya, karena tidak ada sketsa hukum untuk hewan yang sudah memenuhi syarat penyembelihan, hanya karena dia tidak mati-mati maka dicabut bulunya atau dipotong kakinya dan akhirnya dia mati, lantas putusnya hulqum dan mari` baru dikatakan ijza`. Ini kan lucu bin aneh. Ibarot itu bukan untuk diambil contoh kasusnya :

ﻓﻠﻮ ﺍﻧﺘﻬﻰ ﺇﻟﻰ ﺣﺮﻛﺔ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ

Namun biar bisa diambil kesimpulan apa itu hayat mustaqirroh sebagaimana terpampang jelas di Syarwani. Tidak semua persoalan harus terjawab dengan contoh kasus tapi adakalanya dengan uraian ataupun definisi.

ﺍﻟﻤﻮﺳﻮﻋﺔ ﺍﻟﺸﺎﻣﻠﺔ – ﺍﻟﻔِﻘْﻪُ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲُّ ﻭﺃﺩﻟَّﺘُﻪ 4/318-317 :
ﻭﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻧﻮﺍﻉ :
– 1 ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻤﺮﺓ: ﻭﻫﻲ ﺍﻟﻄﺒﻴﻌﻴﺔ ﺍﻟﺒﺎﻗﻴﺔ ﺇﻟﻰ ﺧﺮﻭﺟﻬﺎ ﺑﺬﺑﺢ، ﺃﻭ ﻧﺤﻮﻩ. ﻭﺍﻟﺬﻛﺎﺓ ﺗﺆﺛﺮ ﻓﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﺤﻞ.
– 2 ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ: ﻫﻲ ﻣﺎ ﻳﻮﺟﺪ ﻣﻌﻬﺎ ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﺍﻻﺧﺘﻴﺎﺭﻳﺔ ﺑﻘﺮﺍﺋﻦ ﻭﺃﻣﺎﺭﺍﺕ ﺗﻐﻠﺐ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻈﻦ ﺑﻘﺎﺀ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ.
ﻭﻣﻦ ﺃﻣﺎﺭﺍﺗﻬﺎ: ﺍﻧﻔﺠﺎﺭ ﺍﻟﺪﻡ ﺑﻌﺪ ﻗﻄﻊ ﺍﻟﺤﻠﻘﻮﻡ ﻭﺍﻟﻤﺮﻱﺀ. ﻭﺍﻷﺻﺢ ﺍﻻﻛﺘﻔﺎﺀ ﺑﺎﻟﺤﺮﻛﺔ ﺍﻟﺸﺪﻳﺪﺓ. ﻭﻻﻳﺸﺘﺮﻁ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﻮﺟﻮﺩ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺬﺑﺢ، ﺑﻞ ﻳﻜﻔﻲ ﺍﻟﻈﻦ ﺑﻮﺟﻮﺩﻫﺎ ﺑﻘﺮﻳﻨﺔ ﻛﺸﺪﺓ ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﺃﻭ ﺍﻧﻔﺠﺎﺭ ﺍﻟﺪﻡ. ﻭﻫﺬﻩ ﺗﺤﻞ ﺍﻟﺬﺑﻴﺤﺔ، ﻓﺈﻥ ﺷﻚ ﻓﻲ ﻭﺟﻮﺩﻫﺎ، ﺣﺮﻡ ﺗﻐﻠﻴﺒﺎً ﻟﻠﺘﺤﺮﻳﻢ.
– 3 ﺣﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ، ﺃﻭ ﺣﺮﻛﺔ ﻋﻴﺶ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ: ﻭﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﻳﺒﻘﻰ ﻣﻌﻬﺎ ﺳﻤﻊ ﻻ ﺇﺑﺼﺎﺭ، ﻭﻻ ﺣﺮﻛﺔ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭ،
ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﻨﻮﻉ: ﺇﻥ ﻭﺟﺪ ﻟﻪ ﺳﺒﺐ ﻳﺤﺎﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻬﻼﻙ، ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻣﺮﺽ ﺍﻟﺤﻴﻮﺍﻥ ﺑﺄﻛﻞ ﻧﺒﺎﺕ ﻣﻀﺮ، ﺣﺘﻰ ﺻﺎﺭ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺭﻣﻖ، ﻟﻢ ﻳﺤﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻌﺘﻤﺪ. ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ ﺳﺒﺐ ﻳﺤﺎﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻬﻼﻙ، ﻛﺄﻥ ﻣﺮﺽ ﺍﻟﺤﻴﻮﺍﻥ، ﺃﻭ ﺟﺎﻉ ﺣﺘﻰ ﺻﺎﺭ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺭﻣﻖ، ﻓﺬﺑﺤﻪ، ﺣﻞ ﺃﻛﻠﻪ.

Menurut pemahaman keterangan di atas BAHWA kehidupan hayawan setelah putus / hancur organ fital hidupnya (hulqum, mari’) baik karena disembelih secara syar’i atau tidak, baik karena ditabrak bus, diterkam binatang buas… dll. MAKA sisi hidupnya setelah itu disebut HARKATUL MADZBUH / ‘AISYUL MADZBUH, bukan HAYAT MUSTAQIRROH.

Kalau kita amati dari sisi hewannya dan kita nisbatkan pada definisi-definisi yang ada, maka bisa saja hal ini mencakup dua predikat sekaligus. Mengapa ? Bila kita katakan kehidupan kedua itu merupakan Hayat Madzbuh, tapi nyatanya hewan itu memiliki unsur Hayat Mustaqirroh. Dan bila kita katakan itu Hayat Mustaqirroh tapi nyatanya sebab Hayat Madzbuh bisa kita jumpai pada hewan tersebut.

Kejadian di atas memang benar adanya dan pernah tersiar beritanya melalui media televisi. Dan terlepas dari hal yang kita anggap tidak wajar itu, di mata hukum hewan tersebut mestilah melewati proses pertimbangan hukum untuk bisa dikatakan halal atau haram nantinya. Memang benar bahwa terpotongnya hulqum dan mari` itu merupakan sebab halak-nya hewan tersebut, tapi di lain sisi hewan itu tidak identik dengan sifat idhthiror, dan bahkan ikhtiyar. Mengapa dikatakan ikhtiyar ? Karena dari fakta yang saya lihat, hewan tersebut andai mau ditangkap ia lari, ini artinya tindakan lari itu hanya bisa dilakukan oleh hewan yang masih sadar dan paham maksud dari sikap orang-orang di sekitarnya. Ini sekedar perbandingan agar lebih tepat sasaran :

ﺍﻟﻔﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻤﺮﺓ ﻭﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ ﻭﺣﻴﺎﺓ ﻋﻴﺶ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ
ﺍﻟﻤﺆﻟﻒ : ﺩ. ﺧﺎﻟﺪ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﻫﺬﺍﻝ ﺍﻟﺠﺒﻠﻲ
ﺍﻟﻔﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻤﺮﺓ ﻭﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ ﻭﺣﻴﺎﺓ ﻋﻴﺶ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺷﻬﺎﺏ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﻌﻤﺎﺩ ﺍﻷﻗﻔﻬﺴﻲ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ )ﺕ(808/ ﺗﺤﻘﻴﻖ ﺩ. ﺧﺎﻟﺪ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﻫﺬﺍﻝ ﺍﻟﺠﺒﻠﻲ
ﻣﻠﺨﺺ ﺍﻟﺒﺤﺚ: ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺮﺳﺎﻟﺔ ﻣﻦ ﺗﺼﻨﻴﻒ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﻌﻤﺎﺩ ﺍﻷﻗﻔﻬﺴﻲ )ﺕ / 808 ﻫــ،( ﺃﺣﺪ ﺃﺋﻤﺔ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻓﻲ ﻋﺼﺮﻩ.
ﻭﻣﻮﺿﻮﻋﻬﺎ: ﻫﻮ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻤﺮﺓ ﻭﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ ﻭﺣﻴﺎﺓ ﻋﻴﺶ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ.
ﻓﺎﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻤﺮﺓ: ﻫﻲ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻣﻦ ﺑﺪﺍﻳﺔ ﺧﻠﻘﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻧﻘﻀﺎﺀ ﺃﺟﻠﻪ.
ﻭﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ: ﻫﻲ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﺮﻭﺡ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﺴﺪ، ﻭﺗﻜﻮﻥ ﻣﻌﻬﺎ ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﺍﻻﺧﺘﻴﺎﺭﻳﺔ ﻭﺍﻟﻮﻋﻲ، ﻣﻊ ﺍﻹﺻﺎﺑﺔ ﺍﻟﻔﺎﺩﺣﺔ.
ﻭﺣﻴﺎﺓ ﻋﻴﺶ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ: ﻭﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﻳﺒﻘﻰ ﻣﻌﻬﺎ ﺇﺑﺼﺎﺭ ﻭﻻ ﻧﻄﻖ ﻭﻻ ﺣﺮﻛﺔ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭﻳﺔ ﻭﻻ ﻭﻋﻲ.
ﺍﻟﻤﻮﺳﻮﻋﺔ ﺍﻟﻔﻘﻬﻴﺔ ﺍﻟﻜﻮﻳﺘﻴﺔ :
ﻭﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺠﻨﺎﻳﺔ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺇﻣّﺎ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﻣﺴﺘﻤﺮّﺓً، ﺃﻭ ﻣﺴﺘﻘﺮّﺓً، ﺃﻭ ﺣﻴﺎﺓ ﻋﻴﺶ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ.
ﻭﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻤﺮّﺓ: ﻫﻲ ﺍﻟّﺘﻲ ﺗﺒﻘﻰ ﺇﻟﻰ ﺍﻧﻘﻀﺎﺀ ﺍﻷﺟﻞ ﺑﻤﻮﺕ ﺃﻭ ﻗﺘﻞ.
ﻭﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮّﺓ: ﺗﻜﻮﻥ ﺑﻮﺟﻮﺩ ﺍﻟﺮّﻭﺡ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﺴﺪ ﻭﻣﻌﻬﺎ ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﺍﻻﺧﺘﻴﺎﺭﻳّﺔ ﻭﺍﻹﺩﺭﺍﻙ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﺍﻻﺿﻄﺮﺍﺭﻳّﺔ. ﻛﻢ ﻟﻮ ﻃﻌﻦ ﺇﻧﺴﺎﻥ ﻭﻗﻄﻊ ﺑﻤﻮﺗﻪ ﺑﻌﺪ ﺳﺎﻋﺔ ﺃﻭ ﻳﻮﻡ ﺃﻭ ﺃﻳّﺎﻡ ﻭﺣﺮﻛﺘﻪ ﺍﻻﺧﺘﻴﺎﺭﻳّﺔ ﻣﻮﺟﻮﺩﺓ.
ﻭﺣﻴﺎﺓ ﻋﻴﺶ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ: ﻫﻲ ﺍﻟّﺘﻲ ﻻ ﻳﺒﻘﻰ ﻣﻌﻬﺎ ﺇﺑﺼﺎﺭ ﻭﻻ ﻧﻄﻖ ﻭﻻ ﺣﺮﻛﺔ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭ.

Kehidupan hayawan itu yang setelah disembelih secara syara’ dinamakan Hayat apa.? Mustaqirroh atau bukan ? Kalau sudah disembelih kehidupan hayawan tsb, maka tidak lagi disebut Hayatun Mustaqirroh, sebab sudah selesai melalui proses penyembelihan secara syar’i, tapi disebut Harkatun Madzbuh / ‘Aisyun Madzbuh / yakni kehidupannya / gerakannya, penglihatannya dan suaranya tidak lagi disebut ikhtiyariy tapi disebut idhthiroriy. Mengetahui hayat mustaqirrun hanya berlaku jika hewan tersebut belum disembelih.

ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ 2/343 :
ﻗﻮﻟﻪ: ﻭﺑﻪ ﺣﻴﺎﺓ ﻣﺴﺘﻘﺮﺓ ﺃﻱ ﻭﺍﻟﺤﺎﻝ ﺃﻥ ﻓﻴﻪ ﺣﻴﺎﺓ ﻣﺴﺘﻘﺮﺓ ﺃﻱ ﺛﺎﺑﺘﺔ ﻣﺴﺘﻤﺮﺓ ﻭﻫﻲ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﺮﻭﺡ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﺴﺪ ﻭﻣﻌﻬﺎ ﺇﺑﺼﺎﺭ ﻭﻧﻄﻖ ﻭﺣﺮﻛﺔ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭﻳﺔ ﻻ ﺍﺿﻄﺮﺍﺭﻳﺔ.
ﻭﺍﻋﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻳﻮﺟﺪ ﻓﻲ ﻋﺒﺎﺭﺍﺗﻬﻢ ﺣﻴﺎﺓ ﻣﺴﺘﻘﺮﺓ ﻭﺣﻴﺎﺓ ﻣﺴﺘﻤﺮﺓ ﻭﺣﺮﻛﺔ ﻣﺬﺑﻮﺡ ﻭﻳﻘﺎﻝ ﻟﻬﺎ ﻋﻴﺶ ﻣﺬﺑﻮﺡ.
ﻭﺍﻟﻔﺮﻕ ﺑﻴﻨﻬﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ ﻫﻲ ﻣﺎ ﻣﺮ. ﻭﺍﻟﻤﺴﺘﻤﺮﺓ ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺴﺘﻤﺮ ﺇﻟﻰ ﺧﺮﻭﺝ ﺍﻟﺮﻭﺡ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﺴﺪ. ﻭﺣﺮﻛﺔ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﻳﺒﻘﻰ ﻣﻌﻬﺎ ﺇﺑﺼﺎﺭ ﺑﺎﺧﺘﻴﺎﺭ ﻭﻻ ﻧﻄﻖ ﺑﺎﺧﺘﻴﺎﺭ ﻭﻻ ﺣﺮﻛﺔ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭﻳﺔ ﺑﻞ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻌﻬﺎ ﺇﺑﺼﺎﺭ ﻭﻧﻄﻖ ﻭﺣﺮﻛﺔ ﺇﺿﻄﺮﺍﺭﻳﺔ.
ﻭﺑﻌﻀﻬﻢ ﻓﺮﻕ ﺑﻴﻨﻬﺎ ﺑﺄﻥ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺓ ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﻟﻮ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﺤﻴﻮﺍﻥ ﻟﺠﺎﺯ ﺃﻥ ﻳﺒﻘﻰ ﻳﻮﻣﺎ ﺃﻭ ﻳﻮﻣﻴﻦ. ﻭﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻤﺮﺓ ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺴﺘﻤﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻧﻘﻀﺎﺀ ﺍﻷﺟﻞ. ﻭﺣﺮﻛﺔ ﺍﻟﻤﺬﺑﻮﺡ ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﻟﻮ ﺗﺮﻙ ﻟﻤﺎﺕ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺎﻝ. ﻭﺍﻷﻭﻝ ﻫﻮ ﺍﻟﻤﺸﻬﻮﺭ.

Ulama membagi 3 bagian mengenai kehidupan hewan dalam hal ini :

1. hayatun mustaqirrun.
2. hayatun mustamirrun.
3. harkatun madzbuh.

Jika BENAR-BENAR hewan tersebut telah sukses dalam penyembelihannya yaitu terpotongnya haulqum dan mari’, maka sisa hidupnya setelah ini digolongkan ‘aisyul madzbuh, dikatakan di atas supaya cepat mati disembelih lagi, dipukul, langsung masukkan ke kuwali atau cara yang lainnya. Kalau kejadian seperti ini tidak dianggap ANEH, maka jawaban nya juga jangan dianggap ANEH. Memenggal kepalanya, mungkin ini adalah salah satu solusi agar cepat mati, asalkan sudah disembelih secara sempurna dengan sembelihan yang mu’tabarah..

– AL-MAJMU’ :

فرع: في مذاهبهم إذا قطع رأس الذبيحة. مذهبنا أنها إذا ذكيت الذكاة المعتبرة وقطع رأسها في تمام الذبح حلت،

Apakah pernyataan ini bermakna Hewan yang masih hayat mustaqirroh, padahal sudah disembelih sesuai syara’, tidak boleh / halal bila dibiarkan mati sendiri ? Ta’rif Hayat mustaqirrah tidak identik kalau disematkan kepada hewan yang telah disembelih lebih-lebih setelah terpotong hulqum dan mari’nya. Andaikan hayat mustaqirrah tersebut boleh disematkan pada hewan yang sudah disembelih, tentunya tidak ada larangan disembelih dua kali atau lebih dengan cara mengangkat pisau atau cara bergantian, karena status hewan pada saat itu adalah harkatul madzbuh / ‘aisyul madzbuh.

– FATHUL MU’IN :

وإلا لـم يحلّ ــــ كما لو قُطِعَ بعد رفعِ السّكين ولو لِعُذرٍ، ما بقـيَ بعد انتهائها إلـى حَركَةِ مذبوحٍ. قال شيخنا فـي شرح الـمنهاجِ: وفـي كلام بعضهم أنه لو رفع يَدَهُ لِنـحو اضطرابِهِ فأعادَها فَوراً وأتـمّ الذبح، حلّ، وقول بعضهم: لو رفع يده ثم أعادها لـم يحلّ، مفرّع علـى عدم الـحياة الـمستقرّة، عند إعادَتِها، أو مـحمولٌ علـى ما إذا لـم يُعِدْها علـى الفَوْر.

Sebenarnya asalkan sudah terpotong hulqum dan mari maka hewan tersebut HALAL, itu intinya. Kenapa ? karena hulqum itu jalan nafas dan mari’ itu jalan makanan, tanpa keduanya maka nyawa hewan takkan bertahan lebih lama. Hanya disunnahkan terpotong juga dua urat leher aliran darahnya (wijdain).

Selebihnya dari itu, asalkan anggota wajib dan sunnah sudah terpotong maka hukumnya MAKRUH tapi tidak sampai haram. Semisal setelah itu tapi sebelum mati, masih dipotong kepalanya atau masih mengorek sumsumnya dsb. Dimakruhkan karena tidak berprikehewanan, ibarot :

والمستحب أن يقطع الحلقوم والمرىء والودجين، لأنه أوحي وأروح للذبيحة فإن اقتصر على قطع الحلقوم والمرىء أجزأه، لأن الحلقوم مجرى النفس، والمرىء مجرى الطعام، والروح لا تبقى مع قطعهما، والمستحب أن ينحر الإبل ويذبح البقر والشاة، فإن خالف ونحر البقر والشاة وذبح الإبل أجزأه، لأن الجميع موت من غير تعذيب، ويكره أن يبين الرأس وأن يبالغ في الذبح إلى أن يبلغ النخاع، وهو عرق يمتد من الدماغ، ويستبطن الفقار إلى عجب الذنب لما روى عن عمر رضي الله عنه أنه «نهى عن النخع» ولأن فيه زيادة تعذيب فإن فعل ذلك لم يحرم لأن ذلك يوجد بعد حصول الذكاة

fokus (AL-MAJMU’) :

فإن فعل ذلك لم يحرم لأن ذلك يوجد بعد حصول الذكاة

– AL-MUGHNI IBNU QUDAMAH :

كره ذلك أهل العلم منهم عطاء وعمرو بن دينار ومالك والشافعي ولا نعلم لهم مخالفاً، وقد قال عمر رضي الله عنه: لا تعجلوا الأنفس حتى تزهق فإن قطع عضو قبل زهوق النفس وبعد الذبح فالظاهر إباحته فإن أحمد سئل عن رجل ذبح دجاجة فأبان رأسها قال يأكلها: قيل والذي بان منها أيضاً؟ قال: نعم. قال البخاري قال ابن عمر وابن عباس: إذا قطع الرأس فلا بأس به. وبه قال عطاء والحسن والنخعي والشعبي والزهري والشافعي وإسحاق وأبو ثور وأصحاب الرأي وذلك لأن قطع ذلك العضو بعد حصول الذكاة فأشبه ما لو قطعه بعد الموت.

fokus :

وذلك لأن قطع ذلك العضو بعد حصول الذكاة فأشبه ما لو قطعه بعد الموت

Ada atsar dari Sahabat Sayyidina Anas Ra, atsar tersebut mengenai penyembelihan ayam dari arah leher belakang karena ayamnya tidak mau diam saat penyembelihan sampai terputus lehernya. Lihat Fathul Bari 9/642 :

وأما أثر أنس فوصله بن أبي شيبة من طريق عبيد الله بن أبي بكر بن أنس أن جزارا لأنس ذبح دجاجة فاضطربت فذبحها من قفاها فأطار رأسها فأرادوا طرحها فأمرهم أنس بأكلها

Ada seorang jagalnya sahabat Anas menyembelih ayam, kemudian ayam itu bergerak gesit, kemudian tukang jagal tadi menyembelih lagi ayamnya dari jitok / Qofa (leher bagian belakang) dan kali ini sampai di putus kepala ayamnya. Karena dianggap tidak memenuhi syarat, mereka hendak membuang ayam itu, tapi sama sahabat Anas disuruh untuk dimakan.

Artinya kalau kita meneliti Atsar lebih dalam, maka akan berkesimpulan :

1.Pelaku penyembelihan adalah “JAZZAR” sahabat ternama, yang mestinya sangat paham dengan hukum “Sembelih”.
2.Si Jazzar yakin ayam yang telah iya sembelih terdapat “Hayat Mustaqirroh”.
3.Dan ia juga meyakini kalau masih terdapat Hayat mustaqirroh hewannya belum Halal dimakan, oleh karenanya Pak Jazzar “Menyembelih lagi” dari bagian leher belakang.
4.Iya masih ragu tentang kehalalan Hewan, karena beralasan- Adanya penyembelihan ulang.- Menyembelih karena kesal / mangkel.- Hewan yang dipotong dari belakang.

Wallohu a’lam. [Mbah Godek, Ghufron Bkl, Utsman Hasan, Brojol Gemblung, Su Kakov, Hasyim Toha].

LINK ASAL :

www.fb.com/groups/piss.ktb/576747679014711/

Pos terkait