Dalam kitab al-bajuri disebutkan : Boleh menghiasi dan mengubur mayat dengan perhiasan bahkan emas dan perak asal mayit wanita dan anak-anak dan dapat ijin dari ahli waris. Dan hal tersebut bukan menyia-nyiakan harta. Bolehkan mempercantik mayat dengan bedak dan pewarna pipi dan gincu layaknya pengantin ? [Fakhrur Rozy].
JAWABAN :
Kalau merujuk pada dzohir teks riwayat Hadits dari Anas berikut, maka boleh-boleh saja :
“Jadikan orang-orang matimu seperti pada penganten-pengantenmu”.
Namun masih perlu diteliti lanjut makna dan hubungannya dengan hadits dan sumber hukum lainnya.
– Hasyiyah aljamal juz 3 hal 690 :
Ada sebuah pertanyaan di tengah-tengah kami mengajar tentang hukum merias tangan dan kaki mayit dengan pewarna daun inai seperti banyak terjadi di kota-kota ataupun kampung-kampung kita, kami pun menjawab pertanyaan ini, bahwa menurut pendapat yang tepat, demikian itu haram bagi mayit laki-laki, sebagaimana diharamkan ketika mereka masih hidup, dan makruh bagi mayit wanita dan anak-anak.
Dari ibarot di atas, maka kesimpulannya : Merias jenazah itu HARAM untuk mayit laki-laki, dan MAKRUH untuk mayit perempuan dan anak-anak. Ghorodhnya “ikromul mayyit wa ta’zhimuhu“, maka hukumnya boleh tidak haram tapi makruh. Yang di baijuri dan aljamal, intinya sama, kalau digabungkan : Selama di waktu hidupnya tidak diharamkan memakainya, dengan tujuan menghormati mayit dan tidak ada tujuan menyia-nyiakan harta, maka hukumnya MAKRUH.
Gharodhnya adalah ikromul mayyit, tapi bila untuk perempuan tak selayaknya ada embel-embel ma’al karohah sehubungan tahliyah memang hak wanita pada dasarnya. Sebenarnya tajhiz mayyit itu sebagaimana orang ketika masih hidupnya hingga dia boleh untuk dirias. Namun, dari sedikit keterangan ini :
Sepertinya kebolehan itu tak sepenuhnya sama dengan kebolehan semasa hidupnya. Lantas apa yang mendasari hukum makruh itu masih ada bila gharodh dan izin dari pihak keluarga sudah oke, di sisi lain wanita juga memiliki hak tahliyah ? Ya itu mungkin ada unsur memakan biaya, berhias padahal mau ke kuburan, emang mau kemana ? kecuali ada unsur penghormatan pada si mayit maka makruh, itu saja.
Kalau menurut Madzhab Hanabilah hukumnya SUNNAH sebagaimana dijelaskan dalam (KISYAFUL QINA’ ALA MATAN IQNA) :
Ini alasan makruh pada ibarot Majmu’ di atas :
Bahkan syafi’iyah boleh mencukur bulu ketiak dan kuku, layaknya pengantin.
Di Bughyah juga ada mengenai hal ini, tapi Imam Romli dan Ibnu Hajar silang pendapat :
Statemen dari madzhab Ahmad merekomendasikan dengan sunnah :
– Tuhfatul mukhtaj :
Wallohu a’lam. [Hasyim Toha, Sunde Pati, Brojol Gemblung, Fakhrur Rozy].
LINK ASAL :