Untuk melakukan shalat seseorang juga diharuskan suci dari hadas. Hadas ada dua macam, yaitu hadas kecil dan hadas besar. Yang masuk dalam kategori hadas kecil adalah hal-hal yang dapat membatalkan wudhu (lihat : Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu). Hadas kecil bisa dihilangkan dengan cara berwudhu. Dalil yang menjelaskan tentang kewajiban wudhu sebelum shalat adalah firman Allah:
Artinya: “Wahai sekalian orang yang beriman, bila kamu berdiri akan melakukan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan sikut, dan usaplah kepalamu, dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…” (QS al Ma’idah [05]: 6).
Rasulullah saw besabda:
Artinya: “Allah tidak akan menerima shalatnya orang yang hadas sehingga orang itu mengambil wudhu.” (HR Bukhari)
Syarat-syarat Wudhu
Sebelum kita berwudhu, ada sembilan syarat yang harus dipenuhi:
Rukun Wudhu
Rukun adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam wudhu. Rukun wudhu ada enam:
1. Niat
Niat artinya bermaksud melakukan sesuatu pada saat memulainya. Dalam wudhu, niat dilakukan bersamaan dengan membasuh muka. Isi dari niatnya berupa berniat menghilangkan hadas, atau niat bersuci dari hadas atau niat untuk diperbolehkan mengerjakan shalat. Jika diucapkan, contoh niat wudhu adalah sebagai berikut:
Artinya: Saya niat menghilangkan hadas.
2. Membasuh wajah sampai rata [4]
Batas wajah yang harus dibasuh, dari atas ke bawah, mulai dari tempat tumbuhnya rambut hingga kedua tulang dagu. Sedangkan ke samping adalah antara telinga kanan sampai telinga kiri.
Wajib membasuh semua bagian yang berada di dalam lingkup wajah seperti rambut (bulu) dan lainnya. Mengenai jenggot dan cambang yang tebal masih ada pemilahan:
1) apabila kulit yang ada di dalamnya tidak bisa dilihat dari jarak seukuran orang berbincang-bincang, maka tidak wajib dibasuh sampai ke dalam kulit, melainkan sunnat;
2) jika kulit di dalam jenggot bisa dilihat, maka hukumnya wajib membasuh sampai ke kulitnya. Sedangkan lubang hidung dan mata tidak wajib dibasuh karena termasuk anggota bagian dalam.
Membasuh muka sunnat dilakukan tiga kali. Juga sunnat dimulai dari bagian atas muka. Basuhan dianggap satu jika sudah rata. Oleh karena itu, apabila basuhan pertama masih belum rata, maka basuhan kedua tetap disebut basuhan pertama, sebagai penyempurna.
3. Membasuh kedua tangan
Bagian tangan yang harus dibasuh adalah dari ujung jari-jari sampai dengan siku. Cara membasuhnya dimulai dari ujung jari-jari sampai dengan siku, dengan cara mendahulukan tangan kanan. Masing-masing diulangi tiga kali. Begitu juga wajib membasuh semua bagian yang ada di tangan semisal bulu, jari-jari yang lebih dan lainnya.
Kewajiban membasuh kedua tangan tidak bisa ditinggalkan. Apabila tangannya terputus, maka tetap wajib membasuhnya. Hal ini tentu masih tergantung sampai di mana bagian tangannya yang putus. Bila berada di bawah siku maka wajib membasuh sisa yang putus sampai dengan siku. Bila putus sampai di atas siku, maka tidak wajib membasuh ujung bagian yang putus, tetapi disunnatkan.
4. Mengusap sebagian kepala
Caranya: basahi telapak tangan lalu usapkan pada rambut kepala. Rambut yang harus diusap paling sedikit adalah bagian dari sehelai rambut. Sunnat dilakukan sebanyak tiga kali. Dalam mengusap sebagian kepala seseorang boleh memilih rambut yang diinginkan, bisa di depan, belakang, dan pinggir, asalkan masih dalam lingkup kepala. Jadi, bila rambutnya panjang sampai melebihi batas kepala, maka tidak cukup membasuh ujungnya yang berada luar batas kepala.
5. Membasuh kedua kaki
Kedua kaki dibasuh sampai dengan mata kaki. Sunnat dimulai dari ujung jari-jari kaki kanan dan dilakukan sebanyak tiga kali. Wajib membasuh sesuatu yang ada pada kaki semisal bulu dan kuku.
6. Tartîb (berurutan)
Maksudnya adalah mengerjakan rukun-rukun wudhu secara berurutan seperti yang disebutkan di atas.
Sunnat-sunnat Wudhu
Untuk mencapai kesempurnaan wudhu, maka di samping melakukan rukun juga seyogyanya mengerjakan sunnat-sunnatnya. Sunnat-sunnat wudhu adalah sebagai berikut:
1. Membaca Basmalah, dilakukan bersamaan dengan membasuh telapak tangan sebelum wudhu. Karena ikut sunnah Nabi saw. Jika lupa membaca Basmalah di awal wudhu dan ingat di pertengahan wudhu maka tetap disunnatkan membaca Basmalah, dengan lafal demikian:
Artinya: Dengan menyebut Nama Allah di permulaan dan akhir wudhu.
Bila ingat setelah wudhu selesai, maka sudah tidak disunnatkan lagi membaca Basmalah.
2. Melafalkan niat. Ini dilakukan sebelum memulai wudhu
3. Bersiwak atau sikat gigi. Adapun cara yang disunnatkan dalam bersiwak adalah: 1) dimulai dari mulut bagian kanan; 2) menggosokkan siwak secara rata pada semua gigi bagian kanan (atas-bawah, luar-dalam) sampai mulut bagian tengah, lalu gigi kiri (atas-bawah, luar-dalam) sampai mulut bagian tengah.[5]
4. Membasuh dua telapak tangan. Dilakukan bersamaan dengan membaca Basmalah. Jika airnya sedikit, makruh membasuh telapak tangan dengan langsung memasukkannya ke dalam air, karena dikhawatirkan tangannya terkena najis tanpa disadari. Apabila airnya banyak, maka bisa langsung dimasukkan. Setelah membasuh telapak tangan, sunnat berkumur (nomor 5).
5. Berkumur. Cara berkumur yang paling sempurna adalah memutarkan air dalam mulut lalu mengeluarkannya. Setelah berkumur, lalu menghirup air (nomor 6).
6. Menghirup air ke dalam hidung (istinsyâq). Cara yang yang lebih sempurna dalam istinsyâq adalah dengan menghirup air hingga sampai ke hidung bagian atas lalu disemprotkan. Berkumur dan istinsyâq sunnat dikumnpulkan dalam tiga cidukan air. Maksudnya: satu ciduk air dibuat untuk berkumur, dan sisanya untuk menghirup air ke dalam hidung dan begitu selanjutnya sampai tiga kali. Dalam berkumur dan istinsyâq juga sunnat dikeraskan (mubâlaghah).
7. Mengusap semua kepala. Adapun cara yang disunnatkan adalah membasahi kedua telapak tangan dengan air, lalu ujung dua jari telunjuk dipertemukan, sedangkan ibu jari berada di pelipis. Kemudian usapkan jari telunjuk mulai dari kepala bagian depan sampai bagian belakang. Lalu kembalikan lagi ke depan.
8. Mengusap kedua telinga dan dua lubang telinga. Dilakukan sebanyak tiga kali, dengan cara memasukkan ujung jari telunjuk pada lubang telinga dan diputarkan pada lipatan telinga bagian dalam hingga sampai lubang telinga. Sedangkan ibu jari diputarkan di daun telinga bagian luar. Kemudian lakukan istizhhâr dengan cara menempelkan telapak tangan yang basah ke telinga. Kedua telinga boleh diusap secara bersamaan.
9. Menyelat-nyelati jari-jari. Caranya, ketika membasuh kedua tangan adalah dengan berpanca (memasukkan jemari tangan kanan ke sela-sela jemari tangan kiri dan sebaliknya). Sedangkan ketika membasuh kaki dengan cara memasukkan jari kelingking tangan kiri ke sela-sela jemari kaki, dimulai dari kelingking kaki kanan sampai kelingking kaki kiri.
10. Membasuh/mengusap anggota wudhu tiga kali. Basuhan yang kedua dan ketiga disunnatkan jika pada basuhan yang pertama (yang wajib) sudah sempurna. Apabila yang pertama belum rata maka yang kedua dan seterusnya masih dianggap yang pertama.
11. Mendahulukan yang kanan dalam membasuh kaki dan tangan. Sedangkan selain kedua kaki dan tangan cukup dengan cara membasuh sekaligus seperti kedua pipi dan telapak tangan.
12. Menghadap kiblat, karena arah kiblat adalah arah yang paling mulia.
13. Tidak meminta bantuan orang lain kecuali ada udzur. Meminta bantuan orang lain dalam membasuh atau mengusap dianggap taraffuh (memanjakan diri) dan perbuatan itu tidak pantas bagi orang yang beribadah.
14. Tidak mengibaskan air yang tersisa pada anggota wudhu. Mengibaskan air sisa wudhu terkesan seperti membebaskan diri dari ibadah.
15. Tidak menyeka atau menghanduki air yang tersisa di anggota wudhu. Hal itu karena menghilangkan bekas ibadah
16. Menggosok anggota wudhu yang dibasuh.
17. Melebihkan basuhan dari batas wajah, tangan dan kaki. Yakni, membasuh tangan sehingga mendekati dua bahu dan membasuh kaki sampai dua betis. Dalam hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah, disebutkan:
Artinya: “Harun bin Said al-Ayli menceritakan padaku, Ibn Wahab menceritakan padaku, Umar bin al-Haris memberitakan padaku yang datangnya dari Said bin Abi Hilal, dari Nuaim bin Abdullah bahwasanya ia melihat Abu Hurairah berwudhu, lalu dia membasuh wajahnya, dan kedua tangannya sampai mendekati dua bahu. Kemudian membasuh kedua kakinya sampai atas hingga betis. Kemudian Abu Hurairah berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya umatku akan datang kelak di hari kiamat dengan keadaan bersinar dari bekas wudhu. Maka, barangsiapa dari kalian bisa memanjangkan pancaran itu maka lakukanlah.’” (HR. Muslim).
18. Muwâlât. Segera melanjutkan basuhan pada anggota wudhu berikutnya sebelum keringnya air basuhan di anggota wudhu sebelumnya
19. Berdoa setelah wudhu. Dengan menghadap kiblat pandangan mata ke arah langit serta mengangkat kedua tangan. Adapun doanya sebagai berikut:
Artinya: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang ahli taubat, jadikanlah aku termasuk orang yang ahli bersuci dan jadikanlah aku termasuk golongan hamba-hamba-Mu yang shalih. Maha Suci Engkau Ya Allah dan dengan memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.
Hal-hal yang Dimakruhkan dalam Wudhu
Hal-hal yang makruh dilakukan dalam wudhu adalah sebagai berikut:
Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu
1. Keluarnya sesuatu dari lubang kemaluan atau dubur (anus/lubang pantat), baik yang keluar itu berupa barang lumrah semisal kentut dan kencing, atau tidak lumrah. Jadi, meskipun yang keluar itu adalah emas atau batu, maka wudhunya tetap batal. Kecuali bila yang keluar adalah mani (sperma), maka wudhunya tidak batal, sebab keluarnya sperma menyebabkan wajibnya mandi yang statusnya lebih besar dibanding wudhu.
2. Hilangnya akal, bisa karena gila, pingsan, mabuk, epilepsi, tidur dan lain sebagainya. Kecuali tidur dengan posisi duduk dan pantat menetapi tempat duduk (tidak goyang), maka wudhunya tidak batal meskipun ada orang yang bilang bahwa saat tidur pantatnya tidak menetapi tempat duduk. Pengecualian ini hanya berlaku bagi orang bertubuh sedang; tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk. Namun, apabila ada orang yang dapat dipercaya memberitahu bahwa pada saat ia tidur duduk itu ada sesuatu yang keluar dari duburnya seperti kentut misalnya, maka wudhunya batal .[8]
3. Menyentuh kemaluan atau dubur manusia dengan telapak tangan bagian dalam. Untuk mengetahui batas telapak tangan bagian dalam, maka pertemukan telapak tangan kanan dan kiri dengan sedikit ditekan. Maka, yang dimaksud telapak tangan di sini adalah bagian telapak tangan yang bertemu, serta telapak jari-jari dan bagian-bagian yang melengkung ke arah keduanya (ruas jari-jari bagian dalam).
Adapun menyentuh alat kelamin dan anus hewan tidak membatalkan wudhu.
4. Persentuhan kulit dengan lain jenis yang bukan mahram dan keduanya sudah ada pada batas usia dewasa. Rambut dan kuku tidak termasuk dalam kategori kulit. Jadi, jika disentuh maka tidak membatalkan wudhu.
Maksud dari dewasa di sini adalah sudah sampai pada batas usia disyahwati bagi orang yang memiliki watak normal.
Maksud dari mahram adalah orang-orang yang memiliki:
Larangan bagi orang yang tidak punya wudhu (hadas kecil)
Hal-hal yang haram dilakukan oleh orang yang tidak punya wudhu adalah:
Boleh membawa Mushaf tanpa berwudhu asalkan dibawa bersama barang lain dengan niatan membawa barang tersebut. Menurut Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfah boleh membawanya meskipun bertujuan membawa kedua-keduanya.
=========
Dari buku : Shalat itu Indah dan Mudah (Buku Tuntunan Shalat)
Diterbitkan oleh Pustaka SIDOGIRI
Pondok Pesantren Sidogiri. Sidogiri Kraton Pasuruan Jawa Timur
PO. Box 22 Pasuruan 67101. Telp. 0343 420444 Fax. 0343 428751
=========
FOOTNOTE
[1] Lihat, sub judul Macam-macam Air
[2] Lihat Hawâsyi asy-Syarwâni, juz 1 hlm.187.
[3] Anak kecil bisa dianggap pintar jika sudah bisa makan, minum dan bercebok sendiri,.
[4] Perlu dibedakan antara kata-kata membasuh (ghaslu) dan mengusap (mashu). Membasuh berarti harus mengalirkan air pada bagian yang harus dibasuh. Sedangkan mengusap berarti menempelkan tangan yang sudah dibasahi dengan air.
[5] Lihat Iânat al-Thâlibîn, juz 1 hlm.57.
[6] Lihat Tanwîr al-Qulûb, hlm 131.
[7] Ibid.
[8] Lihat Bughyat al-Musytarsyidîn hlm.25.
[9] Syarat seorang anak yang disusui oleh selain ibunya sehingga menyebabkan adanya ikatan mahram antara keduanya adalah: 1) Anak yang disusui masih belum berumur dua tahun. 2) Disusui dengan lima kali susuan secara terpisah-pisah. Sehingga, perempuan yang menyusui anak tersebut berikut anak-anak, dan suaminya, menjadi mahram bagi sang anak tersebut.