2858. SOLUSI SULITNYA MEMELIHARA KESUCIAN MASJID DARI NAJIS KOTORAN CICAK DLL

Pertanyaan: 

Assalamu alaikum Wr. Wb.

sedoyo poro ‘alim, sebelumnya saya sudah mencoba tanya di induk, tapi belum ada tanggapan yang fokus. Soal dilema penjaga musholla dimana sang penjaga di tiap hari selalu menemukan kotoran atau najis di mushola… tolong poro ‘alim berkenan memberikan solusi yang valid dimana sang penjaga merasa masyaqoh untuk mensucikan najis-najis tersebut di tiap harinya, mohon maaf saya tidak bisa memindah soal asli dari induk ke sini.

Bacaan Lainnya

Jelasnya begini, maaf kalau saya salah, kita semua tahu cara mensucikan najis versi syafi’iyah adalah dengan menghilangkan ‘ainiah najisnya (najis ainiyah), setelah ain najis hilang kemudian dikucurkan air yang mengalir hingga merata (jawa:gebyur), lha tata cara ini sungguh-sungguh masyaqoh untuk dilakukan di tiap harinya, mungkin pemahaman saya ini salah, tapi umpama ada solusi-solusi lain yang bisa lebih memudahkan, saya harapkan kesediaan poro ‘alim memberi pencerahan, atas segala perhatiannya saya haturkan jazakumulloh. [Hasbie Musyadad Alluthfi].

Assalamu’alaikum, penjaga musholla yang dihadapkan dengan masalah najis kotoran-kotoran cicak, burung dan katak yang di tiap pagi ia jumpai, terlebih najis tersebut kadang bercampur dengan air kencing hewan (kasus kotoran katak). Bagaimana membersihkan agar suci dari najis, dan solusi ? [Zanzanti Yanti Andeslo].

Jawaban atas pertanyaan 

Wa’alaikum salam Wr. Wb

Ichsan Nafarin 

Umumul balwa itu jika memang susah dihindari atau dicegah, seperti burung di masjid alHaram, sulit untuk mencegah burung terbang di atas masjid. Beda dengan cicak yang bahkan sunnah dibunuh atau katak yang sangat mudah dicegah dengan dipagari. Jadi solusinya, buru cicaknya atau cegah dengan memasang plafon dan kawat nyamuk di lubang ventilasi. Pagari sekeliling masjid agar tidak gampang dimasuki katak.

Misal cicak bisa dipagari dengan kawat nyamuk dan plafon. Solusi lain diburu cicaknya sekalian cari pahala. Bisa saja sih cicak masuk umumul balwa, cuman perlu juga dicari ibarohnya. Tapi untuk katak jelas tidak bisa disebut umumul balwa kecuali ada katak terbang atau memang sedang wabah katak.

Contoh solusi mengurangi populasi cicak. Panggil anak2 kecil, tawarkan rp 2000 per cicak yang berhasil mereka tangkap. Cuman perlu 100 ribu untuk 50 cicak. Kalu masih kemahalan turunkan tarif jadi 1000 per ekor cicak. Untuk katak, beli jaring yang bisa menutup jalur masuk masjid. Kalau di kampung bisa pakai pagar bambu, bahannya bisa gratis, ongkosnya kalau mau gratis ya kerahkan jamaah buat kerja bakti.

Memang solusi ini mungkin butuh biaya besar, tapi sebelum ada biaya pemagaran dsb, solusinya penjaga masjid memang harus extra keras bekerja. Tidak mungkin penjaga masjid mengambil solusi mengambil pendapat madzhab lain atau memakai qaul selain mu’tamad karena hal itu berkaitan dengan kepentingan orang banyak yang tidak bisa begitu saja sepakat dengan masyarakat. Bagi penjaga masjid, apa yang diputuskan pengurus itulah yang harus dikerjakan termasuk misalnya ia harus mengepel setiap waktu shalat. Kalau mau cara lain, gunakan tikar, gelar lipat setiap kali jamaah.

Kalau mesjid tempat saya mah duitnya banyak, tapi pengalaman saya menghadapi cicak nggak terlalu butuh biaya karena yang penting bukan menghilangkan akibatnya (tahi cicak) tapi memutus sebabnya (cicak). Kurangi populasi cicak maka masalah pun menjadi kecil. Kalau mengatasi katak pernah diterapkan di tambak kakak saya di juwana. Paling butuh dana sebesar gaji marbot sebulan. Tapi silakan dibahas kemungkinan tahi cicak itu masuk umumul balwa, kalau bisa masih dalam qaul mu’tamad madzhab Syafi’i, madzhab lain buat selingan aja dulu. Monggo..

Madzhab Syafi’i tidak mema’fukan kotoran berdasarkan mengalir tidaknya darah, kalau bangkainya baru ma’fu. Tentu beda dengan imam Ibnu Qudamah Al-Hanabilah. Madzhab Syafi’i juga tidak memakfukan kotoran burung karena burung halal dimakan, melainkan karena umumul balwa. Menyamakan itu harus diperbandingkan dengan cermat. Apakah sama antara burung dengan cicak? Burung haram diburu di tanah Haram sedang cicak diperintahkan dibunuh.

Kotoran cicak kok sampai tak teratasi, tak akan terjadi jika sunnah membasmi cicak dijalankan. Tidak layak orang mendapat rukhsoh gara-gara tidak menjalankan kesunnahan. Kecuali benar-benar tak teratasi karena pasukan dari negeri cicak menyerang. Suruh anak-anak nangkapi dan kasih mereka hadiah.. Kalau ada ibarotnya kotoran cicak itu bisa jadi ‘umumul balwa tentu diterima. Sebelum itu, maka alasannya cukup jelas untuk menolaknya, umum balwa itu jika sulit dicegah, sedang cicak tidak sulit dicegah dengan cara membunuhnya. Apalagi membunuh cicak itu berpahala, kurang apalagi. Kalau udah diburu cicaknya masih merajalela baru mungkin diterima. Membunuh cicak berpahala sudah masyhur berdasarkan hadits dalam shahih Muslim :

مَنْ قَتَلَ وَزَغَةً فِي أَوَّلِ ضَرْبَةٍ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنةً. وَمَنْ قَتَلَهَا فِي الضَّرْبَةِ الثَّانِيَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً. لِدُونِ الأُولَى. وَإنْ قَتَلَهَا فِي الضَّرْبَةِ الثَّالِثَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً. لِدُونِ الثَّانِيَة

Khilafiyah itu solusi buat pribadi, bukan solusi untuk dipaksakan ke orang banyak. Dan khuruj minal khilaf layak diperjuangkan meskipun biayanya mahal. Kalau marbot masjid saya berkata dari pada saya harus ngepel tiap hari mendingan ikut madzhab yang mengatakan kotoran binatang suci itu suci. Saya akan pilih memecatnya diganti orang yang mau mengamankan kepentingan orang banyak.

> Ardi Dhoank Ajach
Ulama menegaskan bahwa binatang yang tidak memiliki darah merah, seperti serangga, dan sebangsanya, bangkainya tidak najis. Demikian pula kotorannnya.Ibnu Qudamah –ulama Madzhab Hanbali– mengatakan :

مَا لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ ، فَهُوَ طَاهِرٌ بِجَمِيعِ أَجْزَائِهِ وَفَضَلَاتِهِ

“Binatang yang tidak memiliki darah merah mengalir, dia suci, sekaligus semua bagian tubuhnya, dan yang keluar dari tubuhnya.” (al-Mughni, 3:252).
Hal yang sama juga disampaikan ar-Ramli –ulama Madzhab Syafii– dalam an-Nihayah:

ويستثنى من النجس ميته لا دم لها سائل عن موضع جرحها، إما بأن لا يكون لها دم أصلاً، أو لها دم لا يجري

“Dikecualikan dari benda najis (tidak termasuk najis), bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir ketika dilukai, baik karena tidak memiliki darah sama sekali atau memliki darah, namun tidak mengalir.” (Nihayah al-Muhtaj, 1:237).

> Abdulloh

بغية المسترشدين (ص: 28)(مسألة : ب) : ذهب بعضهم إلى طهارة روث المأكول ، بل ذهب آخرون إلى طهارة جميع الأرواث حتى من الكلب إلا الآدمي ، وجمعهم الشيخ عبد الله بن أبي بكر باشعيب فقال : روث لمأكول لدى زهريهموعطاء والثوري والرويانيوإمام نخع وابن سيرين واصــــــــطخرّي والشعبيّ والشيبانيوابن خزيمة منذر حبانهمثم ابن حنبل مالك الريانيطهر وزاد الظاهرية والبخاري لغير فضلة الإنسان

> Hasbie Musyadad Alluthfi
Kalau bughyahtul mustarsyidin… seperti ibaroh di atas, seluruh kotoran hewan baik halal dimakan dagingnya ato tidak, sebgian ulama ada yang mengatakan suci…kecuali kotoran manusia! hanya permasalanya adalah terkadang najis tersebut di atas basah…nah basah ini bisa jadi karena ainiah najis tersebut atau pada kasus kotoran katak adalah basah air kencing yang bercampur kotorannya… Satu alternatif pilihan solusi, mensucikan najis cukup dengan kain basah yang dibuat ngelap najis sudah mencukupi jika sifat najis sudah hilang dan najis berada di tempat tidak mudah meresap, misal di lantai bukan di karpet.

> Mohamad Cholil Asyari
ALTERNATIF SOLUSI :
1. Menambah petugas kebersihan masjid yang bersedia bekerja tanpa bayaran (ikhlas)
2. Atur jadwal piket kebersihan masjid para jama’ah (warga)
3. Buat pagar dengan biaya yang terjangkau (semisal dari bambu dll), pengerjaannya pun secara gotong royong.
4. Ganti ketua takmir segera! 🙂

> Muhammad Faisal
Coba dibuka fathul muin, ianatuttholibin juz1 hal 126 Darul fikr, bab sholat. Dimaafkan kotoran burung yang kering. Lihat hasyiahnya : ada tiga syarat ma’fuu :
1. kering,
2. umumul balwa,
3. tidak bersengaja menyentuh/mengenainya.
Menurut ibnu zayadi, dimaafkan pula tahi tikus apabila umumul balwa, karena masyaqqah memelihara dari najis tsb.

> Ibnu Al-Ihsany
Ma’fu itu : umumul balwa, masyaqot/ursul ihtiroz, laa yudrikuhuth thorf. Silahkan pilih salah satu

> Abu Aisya
Mungkin bisa kita simpulkan, kotoran cicak bila ditemukan masih dalam keadaan basah, maka hukumnya wajib menghilangkan bendanya ditambah mencuci tempat nya. Kalau kotoran cicaknya banyak ? apakah termasuk umumil balwa? jawabnya tidak termasuk, kecuali menunggu kotoran itu kering (satu syarat umumil balwa), bila sudah kering, maka yang wajib hanya menghilangkan kotorannya saja, imbasnya, sholat ditempat itu hukumnya sah, tafaddhaluu.

Wallohu a’lam. Semoga bermanfaat.

Sumber Baca Disini
Silahkan baca juga artikel terkait.

Pos terkait