665. MAKALAH: Gigitlah As Sunnah berdasarkan pemahaman pemimpin ijtihad
Gigitlah As Sunnah berdasarkan pemahaman pemimpin ijtihad
Gigitlah As Sunnah dan sunnah Khulafaur Rasyidin berdasarkan pemahaman pemimpin ijtihad (Imam Mujtahid) / Imam Mazhab dan penjelasandari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah. Janganlah memahaminya dengan akal pikiran sendiri atau mengikut pemahaman ulama yang tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Bahkan segelintir umat muslim terkecoh oleh ulama yang tanpa disadari telah berbohong karena mereka mengatakan atau mengaku-aku bahwa apa yang mereka pahami dan sampaikan adalah pemahaman Salafush Sholeh. Tentulah mereka tidak pernah bertemu dengan Salafush Sholeh untuk mengkonfirmasi pemahaman Salafush Sholeh sebenarnya. Kenyataannya adalah pemahaman mereka sendiri terhadap lafaz/tulisan perkataan Salafush Sholeh dimana upaya pemahaman mereka tentulah bisa benar dan bisa pula salah, terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Jumhur Ulama sejak dahulu sampai saat ini telah disepakati Imam Maliki, Imam Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Hanbali ~semoga mereka dirahmati Allah adalah sebagai Imam Mazhab, pemimpin ijtihad kaum muslim.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Contoh rantai sanad ilmu Imam Asy Syafi’i
1. Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
2. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
3. Al-Imam Nafi’,Tabi’ Abdullah bin Umar ra
4. Al-Imam Malik bin Anas ra
5. Al-Imam Syafei’ Muhammad bin Idris ra
Rasulullah hanya menyampaikan apa yang diwahyukanNya.
Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam menyampaikan kepada Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra, kemudian berlanjut disampaikan kepada Al-Imam Nafi’,Tabi’ Abdullah bin Umar ra, kemudian berlanjut disampaikan Al-Imam Malik bin Anas ra, kemudian berlanjut disampaikan kepada Al-Imam Syafei’ Muhammad bin Idris ra, kemudian berlanjut disampaikan kepada para murid dan pengikut Imam Mazhab.
Bagi ulama yang tidak bermazhab maka pada hakikatnya telah memutus rantai sanad ilmu atau sanad guru.
Bermazhab memang bukan kewajiban (jika ditinggalkan berdosa) namun kebutuhan bagi umat muslim yang masa kehidupannya telah terpaut jauh dengan masa kehidupan Salafush Sholeh. Begitupula tidak seluruh hadits telah dibukukan, sebagian dalam bentuk hafalan. Para Imam Mazhab mengetahui hadits lebih banyak daripada yang telah dibukukan. Boleh dikatakan pada masa kini semakin sangat sulit untuk menjadi Imam Mujtahid Mutlak. Syarat-syarat sebagai Imam Mujtahid Mutlak telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/27/2010/03/31/imam-mujtahid/ Para ahli hadits terdahulu, walaupun mereka berkompetensi memvalidasi sanad hadits dan dapat menganalisa matan/redaksi hadits, mereka tetap bermazhab.
Semakin jelas apa yang telah ditulis oleh ulama besar Syria, pakar syariat (fiqih), DR. Said Ramadhan Al-Buthy dalam bukunya yang berjudul Al-Laa Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah. Kalau kita terjemahkan secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancurkan Syariat Islam.
Ditengarai kaum Zionis Yahudi melancarkan perang pemahaman (ghazwul fikri) melalui pusat-pusat kajian Islam yang mereka dirikan. Disebarluaskanlah paham anti mazhab, umat muslim diarahkan untuk tidak lagi mentaati pimpinan ijtihad atau imam mujtahid alias Imam Mazhab. Umat muslim diarahkan untuk bersandar pada pemahaman secara ilmiah. Umat muslim diarahkan untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran masing-masing dengan metodologi “terjemahkan saja” hanya memandang dari sudut bahasa (lughat) dan istilah (terminologis) namun kurang memperhatikan nahwu, shorof, balaghoh, makna majaz, dll.
Protokol Zionis yang ketujuhbelas
“…Kita telah lama menjaga dengan hati-hati upaya mendiskreditkan para rohaniawan non-Yahudi (contohnya para Imam Mazhab yang empat) dalam rangka menghancurkan misi mereka, yang pada saat ini dapat secara serius menghalangi misi kita. Pengaruh mereka atas masyarakatmereka berkurang dari hari ke hari. Kebebasan hati nurani yang bebas dari paham agama telah dikumandangkan diman-mana. Tinggal masalah waktu maka agama-agama itu akan bertumbangan..“
Salah satunya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf. Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis sebuah buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.
Perkataan Imam Mazhab yang sering disalahgunakan adalah seperti perkataan Imam Ahmad Bin Hanbal
لاَ تَقَلَّدْنِي وَلاَ تَقَلَّدْ مَالِكًا وَلاَ الشَّافِعِي وَلاَ اْلأَوْزَاعِي وَلاَ الثَّوْرِي وَخُذْ مِنْ حَيْثُ أَخَذُوا .[ابن القيم في إعلام الموقعين]
Artinya: “Janganlah engkau taqlid kepadaku, demikian juga kepada Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Auza’i dan Imam ats-Tsauri. Namun periksalah darimana mereka (para Imam itu) mengambil (yaitu al-Quran dan as-Sunnah)”.
Kekeliruan besar kalau perkataan Imam Ahmad Bin Hanbal diartikan bahwa umat Islam diperintahkan untuk merujuk Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran masing-masing. Perkataan Beliau hanya menasehatkan agar kita mengikuti para Imam Mazhab sambil merujuknyadarimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Untuk apa para Imam Mazhab bersusah payah memuliskan kitab fiqih kalau mereka menyuruh umat Islam untuk melakukan ijtihad atau bahkan istinbat (menetapkan hukum perkara) masing-masing. Imam Mazhab artinya Imam Mujtahid atau pemimpin ijtihad yang seharusnya kita ikuti karena mereka memang berkompetensi sebagai imam mujtahid mutlak.
Dengan perang pemahaman, umat muslm “diingatkan” bahwa Imam Mazhab tidak maksum. Memang mereka tidak maksum tetapi mereka itu mahfuzh (dipelihara) dengan pemeliharaan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap orang-orang sholeh. Mereka disegerakan teguranNya jika mereka membuat kesalahan dan merekapun segera bertaubat atas kesalahannya. Sungguh sebuah petunjuk ketidak-dekatan denganNya jika berbuat kesalahan namun tidak disegerakan teguran dariNya. Sebuah malapetaka besar jika seseorang mengetahui kesalahannya ketika di akhirat kelak.
Contoh Imam Sayfi’i ~rahimahullah, ketika beliau berjalan menuju rumah gurunya, beliau tidak sengaja melihat betis seorang wanita yang tersingkap oleh angin, akibatnya beliau lupa beberapa hafalan. Imam Syafi’i menyampaikan akan kesulitan beberapa hafalannya kepada gurunya. Guru beliau, Imam Waki’ ~ rahimahullah menasehatinya untuk mensucikan diri dengan meninggalkan kemaksiatan. Beliau juga berpesan “Ilmu pengetahuan itu adalah cahaya Allah. Dan cahaya Allah tidak akan menyinari hati orang yang berbuat maksiat.” Setelah menjalankan pesan gurunya itu tingkat kepahaman dan hafalan Imam Syafi’i terpacu secara luar biasa. Cahaya Allah atau petunjukNya atau hidayah tidak akan sampai kepada orang yang salah dalam pemahaman. Apalagi mereka yang tidak menyadari kesalahpahamannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“.Pemahaman yang baik dan benar, pastilah akan menghantarkan semakin dekat padaNya. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/04/semakin-jauh-darinya/
Oleh karenanya kami berulang kali mengingatkan baik bagi diri pribadi kami maupun saudara-saudara muslim kami, bahwa indikator sebagai pengikut Rasulullah sejati atau indikator pemahaman yang baik dan benar atau indikator telah berada pada jalan yang lurus adalah menjadi muslim yang Ihsan atau muhsin (muhsinin) atau minimal adalah muslim yang sholeh karena orang-orang disisiNya hanyalah 4 kelompok manusia yakni para Nabi (yang paling utama Rasulullah), para Shiddiqin, para Syuhada dan orang-orang sholeh. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/24/indikator-dekat-denganya/
Muslim yang Ihsan atau muslim yang sholeh hanya ada dua kondisi. Kondisi minimum adalah mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla dan kondisi terbaik adalah mereka yang dapat melihat Allah ta’ala dengan hati.
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.’ (HR Muslim 11) Link: http://www.indoquran.com/index.php?surano=2&ayatno=3&action=display&option=com_muslim
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Mereka yang telah dapat melihat Allah ta’ala dengan hati adalah mereka yang telah berma’rifat atau mereka yang telah memperjalankan dirinya (suluk) hingga sampai (wushul) kepada Allah ta’ala. Mereka adalah yang menjalankan tasawuf yakni mereka yang setelah menjalankan syariat kemudian meneruskan kepada tharikat, hakikat hingga berma’rifat.
Nasihat Imam Syafi’i ~ rahimahullah, فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح
فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح
“Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih (perkara syariat) dan juga menjalani tasawuf (thariqat, hakikat dan ma’rifat) , dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik (muslim yang ihsan) ?
[Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i, hal. 47]
Nasehat Imam Malik ~rahimahullah
و من تصوف و لم يتفقه فقد تزندق
من تفقه و لم يتصوف فقد تفسق
و من جمع بينهما فقد تخقق
“Dia yang sedang Tasawuf tanpa mempelajari fikih rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia . Hanya dia siapa memadukan keduanya terjamin benar”
Jadi benarlah kesimpulan perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence bahwa kekuatan umat muslim adalah pada ketaatan kepada pemimpin Ijtihad (Imam Mazhab) atau bermazhab dan istiqomah pada tharikat-tharikat yang memperjalankan diri kepada Allah ta’ala. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/05/perjalankanlah-diri-kita/
Paham anti mazhab dan gerakan anti tasawuf adalah merupakan ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap kaum muslim.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS Al Maa’idah [5]:82)
Kaum Yahudi pada masa kini adalah kaum Zionis Yahudi atau juga dikenal dengan lucifier, freemason atau iluminati adalah mereka yang mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman. Kaum Zionis Yahudi berupaya keras agar umat muslim dapat mencintai mereka dan menjadikan mereka sebagai pemimpin dunia.
Telah dijelaskan tentang adanya kaum Zionis Yahudi dalam firman Allah ta’ala yang artinya
“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah) dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]: 101-102 )
Himbauan kami timbul karena adanya saudara-saudara muslim kita yang justru meninggalkan pemahaman pemimpin ijtihad (Imam Mujtahid) atau Imam Mazhab yang empat dan mereka mengikuti pemahaman ulama yang tidak berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Contohnya mereka mengikuti pemahaman ulama Al Albani yang salah memahami perkataan para Imam Mazhab seperti
Imam Abu Hanifah ~rahimahullah, “Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya” (Ibnu ‘Abdul Barr dalam kitab Al-Intiqa fi Fadhail Ats-Tsalasah Al-Aimmah)
Imam Malik bin Anas ~rahimahullah, “Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh kerana itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, ambillah; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah” (Ibnu ‘Abdul Barr dan dari dia juga Ibnu Hazm dalam kitabnya Ushul Al- Ahkam (VI/149)
Imam Asy Syafi’i ~rahimahullah, “Setiap orang harus bermazhab kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetapi ternyata berlawanandengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku” (Hadits Riwayat Hakim dengan sanad bersambung kepada Imam Syafi’i seperti tersebut dalam kitab Tarikh Damsyiq, karya Ibnu ‘Asakir XV/1/3)
Imam Ahmab bin Hanbal ~rahimahullah, “Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Sayfi’i, Auza’i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil.” (Ibnu Jauzi dalam Al-Manaqib hal. 192)
Perkataan para Imam Mazhab yang empat tersebut adalah sebagai bentuk sikap tawadhu (rendah hati) mereka. Mereka mengingatkan kita untuk meninggalkan pendapat/pemahaman mereka khusus yang menyelisihi sunnah Rasulullah. Itupun kalau memang ada.
Perkataan para Imam Mazhab yang empat tersebut bukanlah perintah untuk meninggalkan keseluruhan pendapat/pemahaman mereka. Berdasarkan perkaatan para Imam Mazhab yang empat tersebut maka kita mengikuti pendapat/pemahaman para Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Kesalahpahaman-kesalahpahaman yang telah terjadi selama ini ditimbulkan karena mereka yang menisbatkan kepada Salafush Sholeh namun merujuk kepada Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran mereka sendiri, padahal mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Kemudian pendapat mereka dibandingkan dengan pendapat / pemahaman para Imam Mazhab, jelaslah sangat terbalik !
Kesalahpahaman ulama Al Albani dalam memahami perkataan para Imam Mazhab di atas termuat dalam kitab beliau berjudul “Shifatu Shalaati An-Nabiyyi Shallallahu ‘alaihi wa sallama min At-Takbiiri ilaa At-Tasliimi Ka-annaka Taraahaa” , edisi Indonesia berjudul “Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam”, penerbit Media Hidayah.
Ulama Al Albani dalam kitab tersebut menyampaikan tentang shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan upaya pemahaman beliau terhadap lafaz atau tulisan Salafush Sholeh, dimana upaya pemahaman beliau bisa benar dan bisa pula salah, terlebih lagi beliau tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Pada hakikatnya pendapat beliau tentang shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebuah kesalahpahaman, jika pendapat beliau menyelisihi pendapat para Imam Mazhab yang empat karena Imam Mazhab yang empat berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak dan para Imam Mazhab yang empat melihat langsung bagaimana cara sholat para Salafush Sholeh, minimal Tabi’ut Tabi’in, mereka tidak “melihat” melalui upaya pemahaman lafaz/tulisan sebagaimana yang dilakukan oleh ulama Al Albani dimana ada kemungkinan terjadinya kesalahpahaman dan bercampurnya dengan akal pikiran beliau sendiri.
Pendapat Habib Munzir Al Musawa terhadap Al Albani, “saya sebenarnya tak suka bicara mengenai ini, namun saya memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat” Selengkapnya pada http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22475&catid=9
Pendapat ulama-ulama lainnya tentang Al Albani dapat dibaca pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/07/pendapat-ulama/
Cara mengetahui tentang shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat pula kita mengetahui dari para Habib atau para Sayyid karena mereka mendapatkan didikan langsung dari orang tua-orang tua mereka terdahulu dan tersambung kepada didikan Imam Sayyidina Ali ra yang telah mendapatkan didikan langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Kita harus mengikuti sunnah Rasululllah untuk mengikuti pendapat jumhur ulama
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan (perbedaan pemahaman / berlainan pendapat) maka ikutilah as-sawad al a’zham (pendapat jumhur ulama).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Jumhur ulama telah sepakat bahwa Imam Mazhab berkompetensi sebagai pemimpin ijtihad (imam mujtahid mutlak) untuk itulah umat muslim mengikuti Imam Mazhab dan penjelasan yang disampaikan oleh para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Umat muslim pada umumnya mengikuti dan taat kepada pemahaman Imam Mazhab sesuai dengan firman Allah ta’ala yang artinya,
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya“. (QS An Nisaa [4]:59 )
Dalam ayat tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mentaati Allah , Rasul-Nya dan ulil amri. Hanya saja ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah ketaatan mutlak, sedangkan ketaaatan kepada ulil amri tergantung kepada ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.
Adapun maksud dari ulil amri dalam ayat tersebut menurut Ibnu Abbas ra, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Thobari dalam tafsirnya adalah para pakar fiqh dan para ulama yang komitmen dengan ajaran Islam. Sebagian ulama lain berpendapat ulil amri adalah umara (penguasa/pemimpin negeri) dan ulama namun ketaatan kepada ulama lebih diutamakan daripada ketaatan kepada umara (penguasa/pemimpin negeri) karena pada masa kini dan pada umumnya ulama memahami agama lebih baik dibandingkan umaro.
Jumhur ulama telah sepakat bahwa setelah periode Salafush Sholeh maka ulama yang memahami agama dengan baik dan benar adalah para Imam Mazhab yang empat. Memang ada Imam Mazhab selain mereka yang empat namun pendapat-pendapat selain Imam Mazhab yang empat tidak dikuti lagi oleh kebanyakan kaum muslim.
Contoh kesalahpahaman-kesalahpahaman mereka yang menyelisihi pendapat / pemahaman para Imam Mazhab yang empat telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/26/bukti-korban/ atau pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/24/korban-perang-pemahaman/
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830