Masih kita jumpai dari mereka ada yang memperolok-olok Habib, padahal mereka mengaku-aku ittiba’ li Rasulihi. Sedangkan Rasulullah bersabda yang artinya, “mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim).
Apalagi para Habib dan para Sayyid adalah keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Mereka mendapatkan didikan agama langsung dari orangtua-orangtua mereka terdahulu tersambung kepada lisannya Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatkan didikan langsung dari Rasulullah shallallahu alahi wasallam
Sebagian mereka sangat membenci kaum Syiah khususnya yang membenci Khulafaur Rasyidin selain Imam Sayyidina Ali ra namun mereka tetap berakhlak tidak baik kalau memperolok-olok atau bahkan membenci keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Seharusnya bukanlah kebencian yang dituruti namun nasehatlah yang diperlukan bagi kaum Syiah khususnya yang masih “mencari kebenaran”. Para Habib Hadramaut tetap memberikan nasehat kepada kaum Syiah yang masih “mencari kebenaran” sebagaimana yang diuraikan dalam tulisan pada http://pondokhabib.wordpress.com/2010/05/07/surat-nasehat-dari-para-habaib-hadramaut-untuk-tokoh-tokoh-syiah-dan-pengikutnya/
Keturunan cucu Rasulullah shallallahu alahi wasallam sangat berjasa menyiarkan Islam di negeri kita. Diantara keturunan cucu Rasulullah shallallahu alahi wasallam adalah para Walisongo, selain mereka berjumlah sembilan orang, mereka adalah para Wali Allah generasi ke-sembilan. Para Walisongo adalah keturunan ke 23 dan 24 kalau dihitung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terus kepada putri Rasulullah Fathimah Radhiallahu Anha,
Habib Munzir Al Musawa menyampaikan bahwa mereka mengingkari Wali Songo karena mereka cemburu saja karena keberhasilan Walisongo, padahal para Walisongo itulah yang menyebarkan islam ke pulau jawa. Link: http://www.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=5&func=view&catid=7&id=18869
Kita telah dapat melihat bermunculan ahli bid’ah sebenarnya. Ahli bid’ah adalah mereka yang membuat perkara baru atau mengada-ada yang bukan kewajiban menjadi kewajiban (ditinggalkan berdosa) atau sebaliknya, tidak diharamkan (halal) menjadi haram (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya dan tidak dilarang menjadi dilarang (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya.
Rasulullah mencontohkan kita untuk menghindari perkara baru dalam kewajiban (jika ditinggalkan berdosa)
Rasulullah bersabda, “Aku khawatir bila shalat malam (tarawih) itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687). Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=10&ayatno=120&action=display&option=com_bukhari
Begitu juga kita dapat ambil pelajaran dari apa yang terjadi dengan kaum Nasrani
‘Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah –pada waktu itu dia lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang artinya, “Mereka menjadikan orang–orang alimnya, dan rahib–rahib mereka sebagai tuhan–tuhan selain Allah, dan mereka (juga mempertuhankan) al Masih putera Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.“ (QS at Taubah [9] : 31) , kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah Sesungguhnya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta itu“. Maka jawab Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Bid’ah dholalah adalah perbuatan syirik karena penyembahan kepada selain Allah.
Bid’ah dholalah adalah perbuatan yang tidak ada ampunannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
“Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah”. [Ash-Shahihah No. 1620]
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
Sekarang telah mulai tampak ahli bid’ah bermunculan. Mereka membuat perkara baru (bid’ah) pada perkara yang merupakan hak Allah ta’ala menetapkannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas/larangan (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
“mendekatkan dari surga” = kewajiban (ditinggalkan berdosa)
“menjauhkan dari neraka” = larangan , pengharaman (dikerjakan berdosa)
Jika ulama berfatwa dalam perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa), perkara larangan (dikerjakan berdosa) dan perkara pengharaman (dikerjakan berdosa) wajib berlandaskan dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari ahli bid’ah; juga dari orang yang tidak engkau ketahui catatan pendidikannya (sanad ilmu); serta dari orang yang mendustakan perkataan manusia, meskipun dia tidak mendustakan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam“
Selain bermunculannya ahli bid’ah, kita juga sudah menyaksikan apa yang disampaikan oleh Imam Malik ra di atas, “mendustakan perkataan manusia , meskipun dia tidak mendustakan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam“” dengan adanya fitnah terhadap perkataan ulama. Syeikh Al Azhar yang masih mempertahankan Sanad Ilmu, DR. Ahmad At Thayyib memperingatkan adanya upaya negatif terhadap buku para ulama dengan adanya permainan terhadap buku-buku peninggalan para ulama, dan mencetaknya dengan ada yang dihilangkan atau dengan ditambah, yang merusak isi dan menghilangkan tujuannya. Link: http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/27/ikhtilaf-dalam-persatuan/
Mereka mengaku-aku mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun pada kenyataannya mereka tidak lebih mengikuti pemahaman ulama-ulama seperti ulama Ibnu Taimiyyah, ulama Ibnu Qoyyim al Jauziah, ulama Muhammad bin Abdul Wahhab atau bahkan mengikuti pemahaman ulama Al Albani yang dikenal mereka sebagai ahli hadits pada zaman ini. Padahal kenyataannya beliau tidak diketahui sanad atau isnad yang merupakan hal yang terpenting dalam bidang ilmu hadits (Mustolah Hadits). Pendapat ulama-ulama lain terhadap mereka termuat dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/07/pendapat-ulama/
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan nasehat kepada kaum muslim bila telah terjadi fitnah antara lain,
Diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan’
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah’
Abu Said al-Khudri ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang banyak’
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah. Bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam : mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman’.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’.
Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata, ‘Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman’.
Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah, Umar berkata, ‘Saya dan kaum saya wahai Rasulullah’. Rasul menjawab, ‘Bukan, tetapi ini untuk dia dan kaumnya, yakni Abu Musa al-Asy’ari’.
Ketika Allah berfirman dalam surat al-Hajj ayat 27 yang artinyai : “Dan serukanlah kepada umat manusia untuk menunaikan ibadah haji, niscaya mereka akan datang ke (rumah Tuhan) mu dengan berjalan kaki dan dengan menunggang berbagai jenis unta yang kurus, yang datangnya dari berbagai jalan yang jauh. Ayat ini turun kepada nabi Ibrahim as, setelah menerima wahyu tersebut beliau pergi menuju Jabal Qubays dan menyeru untuk menunaikan haji. Dan orang pertama yang menjawab dan datang atas seruan Nabi Ibrahim as adalah orang-orang sebagaimana firman Allah ta’ala dalam surah Al Nashr ayat 2 yang artinya ‘Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan beramai-ramai‘.
Berkata Shadiq Hasan Khan dalam tafsirnya dari Ikrimah dan Muqatil, ‘Sesungguhnya yang dimaksud dengan manusia pada ayat itu adalah orang-orang Yaman, mereka berdatangan kepada Rasulullah untuk menjadi kaum mu’minin dengan jumlah tujuh ratus orang’
Dari Ibnu Abbas berkata : Nabi kita ketika berada di Madinah berkata, ‘Allahu Akbar, Allahu Akbar, telah datang bantuan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kemenangannya dan telah datang ahlu Yaman. Para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Siapakah ahlu Yaman itu ? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab : Suatu kaum yang suci hatinya dan lembut perangainya. Iman pada ahlu Yaman, kepahaman pada ahlu Yaman dan hikmah pada ahli Yaman’
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari Jabir bin Math’am dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, ‘Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi’
Dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah bin Nufail, ‘Sesungguhnya aku menemukan nafas al-Rahman dari sini’. Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri Yaman. Masih dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Sayuthi meriwayatkan hadits marfu’ dari Amru ibnu Usbah , berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Sebaik-baiknya lelaki, lelaki ahlu Yaman‘.
Ibnu Abbas memberikan nasehat kepada Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib ketika hendak berangkat ke Kufah. Ibnu Abbas menasehati agar beliau pergi ke Yaman karena di negeri itu para penduduknya menyatakan siap untuk mendukung Imam Husein. Sejarah membuktikan bahwa keturunan Imam Husein sampai saat ini mendapat dukungan di sana.
Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang mencintai orang-orang Yaman berarti telah mencitaiku, siapa yang membenci mereka berarti telah membenciku’
Jadi akibat mereka terkena ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi maka timbul lagi kaum yang mereka tidak sadari secara tidak langsung telah membenci Khulafaur Rasyidin khususnya Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Sebagian bukti mereka korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/26/bukti-korban/ dan http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/24/korban-perang-pemahaman/
Sesuai nasehat Rasulullah bila telah terjadi fitnah maka kiblat ilmu beralih ke hadramaut (Yaman), ilmu yang bersumber dari ulama-ulama bersanad ilmu tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallahu alahi wasallam.
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan Islam dan umat. Karena sanad inilah Al-Qur’an dan Sunah Nabawiyah terjaga dari distorsi kaum kafir dan munafik. Karena sanad inilah warisan Nabi tak dapat diputar balikkan.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Jadi, metode isnad tidak terbatas pada bidang ilmu hadits. Karena tradisi pewarisan atau transfer keilmuwan Islam dengan metode sanad telah berkembang ke berbagai bidang keilmuwan. Dan yang paling kentara adalah sanad talaqqi dalam aqidah dan mazhab fikih yang sampai saat ini dilestarikan oleh ulama dan universitas Al-Azhar Asy-Syarif. Hal inilah yang mengapa Al-Azhar menjadi sumber ilmu keislaman selama berabad-abad. Karena manhaj yang di gunakan adalah manhaj shahih talaqqi yang memiliki sanad yang jelas dan sangat sistematis. Sehingga sarjana yang menetas dari Al-azhar adalah tidak hanya ahli akademis semata tapi juga alim.
Selain sanad, ciri dalam manhaj pengajaran talaqqi adalah ijazah. Ijazah ada yang secara tertulis dan ada yang hanya dengan lisan. Memberikan ijazah sangat penting. Menimbang agar tak terjadinya penipuan dan dusta dalam penyandaran seseorang. Apalagi untuk zaman sekarang yang penuh kedustaan, ijazah secara tertulis menjadi suatu keharusan
Tradisi ijazah ini pernah dipraktekkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika memberikan ijazah (baca: secara lisan) kepada beberapa Sahabat ra. dalam keahlian tertentu. Seperti keahlian sahabat di bidang Al-Qur’an. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda artinya: “Ambillah Al-Qur’an dari empat orang. Yaitu, dari Abdillah ibn Mas’ud r.a., Saidina Salim r.a., Saidina Mu’az r.a. dan Saidina Ubai bin Ka’ab r.a.“. (Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim).
Oleh karenanya setelah kita melihat terjadinya perselisihan karena perbedaan pemahaman maka kita diperintahkan untuk mengembalikannya kepada Al Qur’an dan As Sunnah serta agar kita selamat kembalikan berdasarkan pemahaman pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab dan penjelasan dari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830