Pertanyaan: Adakah Penjelasan Anjuran Segera Menerima Lamaran Laki laki Yang Baik Agamanya?
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Mohon bantuan untuk dikupaskan hadits “Jika seorang laki laki sholeh meminang wanita…dst” atau hadits yang redaksinya serupa, saya butuh info lengkapnya, mulai dari: kitab, matan, sanad, isnad, perowi, kedudukan haditsnya hingga penjabarannya.
[Ria Ceria]
Jawaban atas pertanyaan Anjuran Segera Menerima Lamaran Laki laki Yang Baik Agamanya
Wa’alaikum salam Wr. Wb
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ حُصَيْنٍ عَنْ وَاقِدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ – يَعْنِى ابْنَ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ – عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ ».
Artinya: Menceritakan kepada kami Musaddad, menceritakan kepada kami Abdul Wahid bin Ziyad, menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq, dari Daud bin Hushain, dari Waqid bin Abdirrahman (yakni bin Sa’di bin Mu’ad), dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:”(HR. Abu Daud Juz 2 Halaman 190 No. 2984)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ ابْنِ وَثِيمَةَ النَّصْرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
Artinya: Qutaibah menceritakan kepada kami, Abdul Hamid bin Sulaiman memberitahukan kepada kami dari Ibnu Ajlan, dari Ibnu Watsimah An-Nashri, dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Apabila ada orang yang agama dan budi pekertinya baik meminang (anak-anak perempuan dan kerabat) kalian, maka kawinkanlah dia. Jika kalian tidak melaksanakannya, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan’.” (HR. Tirmidzi No. 1084)
قال وفي الباب عن أبي حاتم و المزني و عائشة قال أبو عيسى حديث أبي هريرة قد خولف عبد الحميد بن سليمان في هذا الحديث ورواه الليث بن سعد عن ابن عجلان عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم مرسلا قال أبو عيسى قال محمد وحديث الليث أشبه ولم يعد حديث عبد الحميد محفوظا حسن
Artinya: Ia berkata, “Di dalam bab ini ada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hatim Al Muzani, dari Aisyah.” Abu Isa berkata, “Abdul Hamid bin Sulaiman diperselisihkan dalam hadits Abu Hurairah ini.” Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Laits bin Sa’d dari Ibnu Ajlan, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW secara mursal. Abu Isa berkata, “Muhammad berkata, ‘Hadits Al-Laits lebih menyerupai’.” Sedangkan hadits Abdul Hamid tidak akurat. Hadits ini hasan. (Lihat Kitab sunan Tirmidzi Juz 3 Halaman 394)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو السَّوَّاقُ الْبَلْخِيُّ حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَعِيلَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ هُرْمُزَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَسَعِيدٍ ابْنَيْ عُبَيْدٍ عَنْ أَبِي حَاتِمٍ الْمُزَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنْ كَانَ فِيهِ قَالَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
Artinya: Muhammad bin Amr As-Sawwaq Al Balkhi menceritakan kepada kami, Hatim bin Ismail memberitahukan kepada kami dari Abdullah bin Muslim bin Hurmuz, dari Muhammad dan Sa’id -keduanya anak Ubaid- dari Abu Hatim Al Muzani, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Apabila datang kepadamu orang yang agama dan budi pekertinya baik, maka nikahkanlah dia (dengan anak-anak perempuan kalian). Jika kalian tidak melaksanakannya, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi’. Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, meskipun mereka tidak kaya?’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Apabila datang kepada kamu (melamar) orang yang baik agama dan budi pekertinya, maka nikahkanlah dia’. Nabi SAW mengatakannya sampai tiga kali. (HR. Tirmidzi No. 1085)
قال أبو عيسى هذا حديث حسن غريب و أبو حاتم المزني له صحبة ولا نعرف له عن النبي صلى الله عليه و سلم غير هذا الحديث حسن لغيره
Artinya: Abu ‘Isa berkata Hadits ini hasan gharib. Abu Hatim Al Muzani mempunyai hubungan persahabatan dengannya. Aku tidak mengetahui haditsnya dari Nabi SAW kecuali hadits ini. (Lihat Kitab Sunan Tirmidzi Juz 3 Halaman 395)
Musthalah Hadits telah mengalami spesifikasi, untuk menelaah para rawi hadits maka terjunlah ke genre al-Jarh wa at-Ta’dil. Bila mencari kitab cetak maka -sebagaimana anjuran Abuya al-Maliki- bacalah kitab ‘al-Jarh wa at-Ta’dil’ karya Abu Hasan Ahmad ibn Abdullah al-‘Ijli, atau ‘al-Jarh wa at-Ta’dil’ karya Abu Muhammad Abdurrahman Ibnu Abi Hatim ar-Razi, ataupun ‘al-Kamil’ karya Ibnu ‘Adi. Sedangkan bila yang anda sanding adalah kitab elektronik (shamela) maka telusurilah sub ar-Rijal wa at-Tarajim wa ath-Thabaqat, yakni pada ‘Tahdzib at-Tahdzib’ serta ‘Taqrib at-Tahdzib’ karya Ibnu Hajar al-‘Asqalani atau ‘Tahdzib al-Kamal’ karya Abul Hujjaj al-Mazi.
Sedangkan mengenai kajian hadits yang ditanyakan berikut akan disampaikan makna murod dan ta’birnya saja. Sedangkan makna terjemahnya tidak memungkinkan untuk disertakan karena sangat panjangnya.
Hadits perihal lamaran tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim, Ibnu ‘Adi, Thabrani, Ibnu Mardawaih, Ibnu Qani’ dan Baehaqi. At-Tirmidzi meriwayatkannya lewat dua jalur. Hadits pertama lewat jalur Abu Hurairah. Hadits kedua lewat jalur Abu Hatim al-Muzani. Hadits kedua inilah yang akan diambil sebagai sampel kajian.
Kajian Dirayah
Sanad hadits Tirmidzi tersebut yakni: Telah meriwayatkan kepada kami Muhammad ibn ‘Amr as-Sawwaq al-Balkhi, telah menceritakan kepada kami Hatim ibn Ismail, dari Abdullah ibn Muslim ibn Hurmuz, dari Muhammad dan Said -keduanya putra dari Ubaid-, dari Abu Hatim al-Muzani berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
Muhammad ibn Amr as-Sawwaq al-Balkhi adalah rawi yang memiliki beberapa gelar. Nama lengkapnya yaitu Abu Abdillah Muhammad ibn Amr as-Sawaq. Sedangkan Abu Nashr al-Kalabadzi, ditetapkan oleh Ibnu Abi Hatim, menyebutnya dengan as-Sawiqi. Penduduk Irak mengenalnya sebagai Muhammad ibn Abdi Rabbihi. Sedangkan Imam Bukhari menjadikannya rawi dalam kitab Tarikh Saghir dengan nama Abu Ghassan Zunaij. Abu Zur’ah berkata: Dia adalah seorang syaikh yang shalih. Wafat tahun 236 Hijriah.
Hatim ibn Ismail adalah rawi yang diunggulkan oleh banyak ulama ahli hadits. Merupakan hamba sahaya dari Bani Harits ibn Ka’b. Berasal dari Kufah sebelum akhirnya menetap di Madinah dan wafat disana pada era Sultan Harun ar-Rasyid, tahun 186 H menurut Muhammad ibn Sa’d, atau tahun 187 H menurut Imam Bukhari dan Ibnu Hibban. Ahmad ibn Hanbal berkata: Hatim ibn Ismail lebih kusukai daripada ad-Darawardi. Sementara Abu Hatim mengatakan: Dia lebih kusukai daripada Sa’id ibn Salim. An-Nasai berkomentar: tidak ada masalah dengannya. Sementara Muhammad ibn Sa’d menilai: tsiqah, terjaga, dan banyak hafalan haditsnya.
Abdullah ibn Muslim ibn Hurmuz adalah rawi yang diperselisihkan. Satu pendapat mengatakan Abdullah ibn Muslim ibn Hurmuz, pendapat lainnya lagi yang dipegangi oleh Ibnu Asakir dan Ibnu Sakan adalah Abdullah ibn Hurmuz. Sebagai akibatnya hadits riwayat Tirmidzi sendiri memiliki dua versi isnad dari perawi ini. Nisbatnya adalah ibnu Hurmuz al-Fadaki. Ibnu Hibban memasukkannya sebagai golongan tsiqah. Sementara Ibnu Hajar al-‘Asqalani menilainya sebagai: dhaif dari generasi keenam. Yakni perawi yang tidak tsiqah dan disifati dhaif, serta berasal dari kurun tabi’it tabi’in yang pernah bertemu dengan generasi kelima.
Muhammad ibn Ubaid dan Said ibn Ubaid adalah dua bersaudara putra Ubaid. Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengomentari mereka berdua sebagai: majhul dari generasi ketujuh. Yakni perawi yang tidak tsiqah dan hanya diambil riwayatnya oleh satu orang saja, serta berasal dari kurun tabi’it tabi’in.
Abu Hatim al-Muzani adalah rawi yang diperselisihkan. At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Ibnu Sakan mendudukkannya sebagai shahabat (lahu shuhbah) dari Madinah, dimana hanya satu hadits ini yang pernah diketahui diriwayatkan dari Abu Hatim. Abu Dawud menempatkan Abu Hatim sebagai tabi’in dengan meriwayatkan hadits serupa secara mursal dari Abu Hatim. Di sisi lain Ibnu Abi Hatim ar-Razi mengutip pendapat Abu Zur’ah bahwa Abu Hatim al-Muzani bukanlah termasuk shahabat. Sedangkan Ibnu Qani’ berpraduga bahwa Abu Hatim adalah sosok lain dari ‘Aqil ibn Muqarrin, namun pendapat Ibnu Qani’ ini tidak disepakati oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.Secara umum sanad hadist Tirmidzi dari jalur Abu Hatim al-Muzani ini banyak yang bermasalah. Namun demikian statusnya hasan gharib sebagaimana penuturan at-Tirmidzi. Yakni tambahan matan hadits demikian hanya ditemui dari sanad jalur periwayatan Abu Hatim sehingga gharib, tapi statusnya naik menjadi hasan karena adanya hadits Tirmidzi yang lainnya dari jalur Abu Hurairah. Kita mengenalnya sebagai hasan li ghairihi. Bahkan Imam Malik menjadikan hadits ini sebagai hujjah peranan faktor agama dalam kafa’ah kepada Jumhur.
Kajian Riwayah
Matan hadits Tirmidzi tersebut yakni: Apabila datang [melamar] kepada kalian orang yang kalian pandang baik agama dan budi pekertinya maka nikahkanlah dia [dengan anak-anak perempuan kalian]. Jika kalian tidak melaksanakannya, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi’. Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, meskipun mereka tidak kaya?’ Rasulullah bersabda, ‘Apabila datang [melamar] kepada kalian orang yang kalian pandang baik agama dan budi pekertinya maka nikahkanlah dia’. Nabi mengatakannya sampai tiga kali.Hadits tersebut secara umum merupakan salah satu dalil peranan faktor agama sebagai kriteria kafa’ah dalam pernikahan.
Al-Mubarakfuri menguraikan maksud hadits Tirmizi ini secara memadai dalam Tuhfatul Ahwadzi. Dituturkan olehnya bahwa para wali tatkala dimintai izin lamaran oleh laki-laki yang sudah terpenuhi nilai keagamaannya maka hendaklah untuk menikahkannya saja. Bila tidak demikian dan malah lebih mencari sosok menantu laki-laki yang sukses dari segi kekayaan atau kedudukan niscaya akan berakibat timbul banyak fitnah dan kekacauan. Sebab nantinya [karena terlalu jual mahal] banyak muda-mudi pria atau wanita yang tidak kunjung menikah dan terjerumus pada fitnah seks bebas (zina). Selain itu para orang tua pun terbebani secara mental dan berimbas pada fitnah dan kekacauan yang lain, terancamnya kelangsungan keturunan, serta semakin langkanya sifat shalih dan iffah (wira’i). Demikian penuturan al-Mubarakfuri.
Bisa dipahami bahwa hadits tersebut berkenaan dengan tuntunan untuk tidak menempatkan harta dan kedudukan lebih unggul daripada kualitas agama dalam proses pemilihan calon menantu. Bila sudah menemukan calon menantu yang memiliki bekal keagamaan baik maka hendaknya segera dinikahkan saja. Adapun bila mendapati banyak calon menantu yang shalih maka itu lain persoalan. Fungsi dan pengalaman orang tua sebagai wali memegang peranannya disini dalam menjatuhkan pilihannya pada menantu yang terbaik.Perintah untuk menikahkan dalam hadits Tirmidzi tersebut apakah sunah atau wajib? Hal tersebut bertalian erat dengan hukum menikah dan hukum kafa’ah itu sendiri. Hukum asal menikah bagi orang yang mampu dan butuh menikah adalah sunah. Sayyid Muhammad az-Zabidi menyebutnya dengan ‘sangat disunahkan’ bila situasinya sebagaimana hadits Tirmidzi tersebut. Wallahu subhanahu wata’ala a’lam.
وعباراتنا :
حدثنا محمد بن عمرو السواق البلخي حدثنا حاتم بن إسماعيل عن عبد الله بن مسلم بن هرمز عن محمد و سعيد ابني عبيد عن أبي حاتم المزني قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فأنكحوه إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد قالوا يا رسول الله ! وإن كان فيه ؟ قال إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فأنكحوه ثلاث مرات قال أبو عيسى هذا حديث حسن غريب و أبو حاتم المزني له صحبة ولا نعرف له عن النبي صلى الله عليه و سلم غير هذا الحديثالكتاب : سنن الترمذي
وأقدم كتاب في هذا الباب ذكره في كشف الظنون , هو كتاب الجرح والتعديل لأبي الحسن احمد بن عبد الله العجلي , ثم الجرح والتعديل لأبي محمد عبد الرحمن ابن ابي حاتم الرازي , وذكر كتاب الكامل لإبن عدي قال : وهو أكمل الكتب فيه .الكتاب : المنهل اللطيف في أصول الحديث الشريف للسيد محمد بن علوي المالكي ص 37
أبو حاتم المزني حجازي قال الترمذي وابن حبان وابن السكن له صحبة وزاد الترمذي بعد أن أخرج حديثه وهو في تزويج الأكفاء إذا جاءكم من ترضون دينه الحديث لا أعرف له غيره وأورد أبو داود حديثه في المراسيل فهو عنده تابعي ونقل بن أبي حاتم عن أبي زرعة قال لا أعرف له صحبة ولا أعرف له إلا هذا الحديث وزعم بن قانع أن اسمه عقيل بن مقرن وقد بينت وهمه في ترجمة عقيل المذكور روى عنه محمد وسعيد ابنا عبيدالكتاب : الإصابة في تمييز الصحابة لإبن حجر العسقلاني ج7 ص81
سعيد بن عبيد أخو محمد مجهول من السابعةالكتاب : تقريب التهذيب لإبن حجر العسقلاني ج1 ص360
عبد الله بن مسلم بن هرمز المكي ضعيف من السادسة بخ مد ت ق هو الفدكي على الصواب نسب إلى جده أغفل المزي رقم مد وهو في النكاح قال فيه حد ثنا بن هرمز وأغفل رقم ت وهو في نسخة منه عبد الله بن هرمز وفي أخرى عبد الله بن مسلم بن هرمز وعليها اعتمد بن عساكر في الأطراف وجزم بذلك بن السكن في الصحابةالكتاب : تقريب التهذيب لإبن حجر العسقلاني ج1 ص534
حاتم بن إسماعيل المدني أبو إسماعيل مولى بني عبد المدان من بني الحارث بن كعب -إلي أن قال-قال أبو بكر الأثرم عن أحمد بن حنبل حاتم بن إسماعيل أحب إلي من الدراوردي زعموا أن حاتما كان فيه غفلة إلا أن كتابه صالح وقال أبو حاتم هو أحب إلي من سعيد بن سالم وقال النسائي ليس به بأس وقال محمد بن سعد كان أصله من الكوفة ولكنه انتقل إلى المدينة فنزلها ومات بها سنة ست وثمانين ومئة في خلافة هارون وكان ثقة مأمونا كثير الحديث وقال البخاري عن أبي ثابت المديني مات سنة سبع وثمانين ومئة وقال أبو حاتم بن حبان مات ليلة الجمعة لتسع ليال مضين من جمادى الأولى سنة سبع وثمانين ومئة روى له الجماعةالكتاب : تهذيب الكمال للمزي ج5 ص190 & 187
محمد بن عمرو السواق ويقال السويقي أبو عبد الله البلخي.روى عن الدراوردي وهشيم ووكيع وابن وهب وحاتم بن اسماعيل ويحيي ابن آدم وابن علية ومكي بن ابراهيم وغيرهم . وعنه البخاري والترمذي وأبو زرعة ومحمد بن الفرات وجبلة بن مجاعة السمرقندي وأبو رميح محمد بن رميح العامري . قال أبو زرعة كان شيخا صالحا قدم حاجا وقال الكلاباذي كتب إلي محمد بن أحمد بن السني ان محمد بن جعفر حدثهم قال مات محمد بن عمرو السواق في ربيع الآخر سنة ست وثلاثين ومائتين.الكتاب : تهذيب التهذيب لإبن حجر العسقلاني ج9 ص337-336
محمد ابن عمرو أبو عبد الله السويقي البلخي، هكذا قال أبو نصر في أول ما ذكره، ثم قال في الباب: كتب إلي أبو عبد الله محمد ابن أحمد ابن محمد الشبيبي البلخي أن محمد ابن جعفر البلخي حدثهم قال: تُوفي محمد ابن عمرو السّواق في ربيع الآخر سنة ست وثلاثين ومائتين، وكذلك قال فيه أبو عبد الله محمد ابن عمرو السواق، وتابعه ابن أبي حاتم الرازي وهو الصواب، والله أعلم. أخرج البخاري في البيوع عنه عن مكي ابن إبراهيم. قال أبو زرعة: كان شيخا صالحا وذكره ابن عدي فقال: محمد ابن عمرو يشبه أن يكون مروزيا وأهل العراق يقولون محمد ابن عبد ربه، والحديث الذي أخرج عنه حديثه عن مكي عن ابن جريج عن زياد ابن سعد عن ثابت مولى عبد الرحمن ابن زيد عن أبي هريرة في المصراة، ولم أر له في الكتاب غيره، ولم يذكره أبو الحسن، وذكر بدلا منه محمد ابن عمرو أبا غسان زنيج.الكتاب : التعديل والترجيح لإبن أبي حاتم ج1 ص245
فإن قيل: قد صرَّح الترمذي بأنَّ شرط الحسن أن يُرْوَى مِن غيرِ وجهٍ1؛ فكيف يقول في بعض الأحاديث: حسن غريب، لا نعرفه إلا من هذا الوجه؟فالجواب: أن الترمذي لم يُعرِّف الحسن مطلقاً، وإنما عَرَّفَ نوعاً خاصاً منه وَقَعَ في كتابه، وهو ما يقول فيه: “حسنٌ”، مِن غير صفةٍ أخرى؛ وذلك أنه: يقول في بعض الأحاديث حسنٌ , وفي بعضها صحيحٌ , وفي بعضها غريبٌ , وفي بعضها حسنٌ صحيحٌ , وفي بعضها حسنٌ غريبٌ , وفي بعضها صحيحٌ غريبٌ , وفي بعضها حسنٌ صحيحٌ غريبٌ . وتعريفه إنما وقع على الأول فقط، وعبارته تُرْشِدُ إلى ذلك؛ حيث قال في آخر كتابه: وما قلنا في كتابنا حديثٌ حَسَنٌ، فإنما أردنا به حُسْنَ إسناده عندنا : كُلُّ حديثٍ يُرْوَى، لا يكون راويه متَّهَماً بكَذِبٍ، ويُرْوَى من غير وجهٍ نحوُ ذلك، ولا يكون شاذّاً , فهو عندنا حديثٌ حسنٌ.فَعُرِفَ بهذا أنه إنما عَرَّفَ الذي يقول فيه حسنٌ فقط، أما ما يقول فيه حسنٌ صحيحٌ، أو حسنٌ غريبٌ، أو حسنٌ صحيحٌ غريبٌ، فلم يُعَرِّجْ على تعريفه، كما لم يُعَرِّجْ على تعريف ما يقول فيه صحيحٌ فقط، أو غريبٌ فقط، وكأنه ترك ذلك استغناءً، لِشُهْرَتِه عند أهل الفن. واقتصر على تعريف ما يقول فيه في كتابه حسنٌ فقط؛ إمّا لغموضه، وإمّا لأنه اصطلاحٌ جديدٌ؛ ولذلك قَيَّدَه بقوله: عندنا، ولم ينسِبْه إلى أهل الحديث كما فعل الخطابي. وبهذا التقرير يندفع كثيرٌ مِن الإيرادات التي طال البحث فيها، ولم يُسْفِر وجْهُ توجيهِها، فلله الحمد على ما أَلْهَم وعَلَّم.الكتاب : نزهة النظر في توضيح نخبة الفكر في مصطلح أهل الأثر لإبن حجر العسقلاني ص81-80
(قَوْله إِذَا أَتَاكُمْ ) أَيْ خَطَبَ إِلَيْكُمْ بِنْتكُمْ (مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ) بِضَمَّتَيْنِ أَوْ سُكُون الثَّانِي وَذَلِكَ لِأَنَّهُ مَدَار حُسْنِ الْمَعَاش كَمَا أَنَّ الدِّين مَدَار أَدَاء الْحُقُوق( إِلَّا تَفْعَلُوا إِلَخْ) أَيْ إِنْ لَمْ تُزَوِّجُوا مَنْ تَرْضَوْنَ دِينه وَخُلُقه وَتَرْغَبُوا فِي ذِي الْحَسَب وَالْمَال تَكُنْ فِتْنَة وَفَسَاد لِأَنَّ الْحَسَب وَالْمَال يَجْلُبَانِ إِلَى الْفِتْنَة وَالْفَسَاد عَادَة وَقِيلَ إِذَا نَظَرْتُمْ إِلَى صَاحِب الْمَال وَالْجَاه يَبْقَى اُكْثُرْ الرِّجَال وَالنِّسَاء بِلَا تَزَوُّج فَيَكْثُر الزِّنَا وَيَلْحَق الْعَار وَالْغَيْرَة بِالْأَوْلِيَاءِ فَيَقَع الْقَتْل وَتَهِيج الْفِتْنَة وَيُمْكِن أَنْ يُقَال إِنَّ تَعْظِيم الْجَاه وَالْمَال وَإِيثَاره عَلَى الدِّين يُؤَدِّي إِلَى الْفِتْنَة وَفِيهِ حُجَّة لِمَالِك عَلَى الْجُمْهُور فَإِنَّهُ يُرَاعِي الْكَفَاءَة فِي الدِّين فَقَطْ وَالْحَدِيث قَدْ أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيّ وَرَجَّحَ إِرْسَاله ثُمَّ أَخْرَجَهُ مِنْ حَدِيث أَبِي حَاتِم الْمُزَنِيِّ وَقَالَ فِيهِ إِنَّهُ حَسَن .الكتاب : حاشية السندي على سنن ابن ماجة ج4 ص214
قوله ( إذا خطب إليكم ) أي طلب منكم أن تزوجوه امرأة من أولادكم وأقاربكم ( من ترضون ) أي تستحسنون ( دينه ) أي ديانته ( وخلقه ) أي معاشرته ( فزوجوه ) أي إياها ( إلا تفعلوا ) أي إن لم تزوجوا من ترضون دينه وخلقه وترغبوا في مجرد الحسب والجمال أو المال ( وفساد عريض ) أي ذو عرض أي كبير وذلك لأنكم إن لم تزوجوها إلا من ذي مال أو جاه ربما يبقى أكثر نسائكم بلا أزواج وأكثر رجالكم بلا نساء فيكثر الافتتان بالزنى وربما يلحق الأولياء عار فتهيج الفتن والفساد ويترتب عليه قطع النسب وقلة الصلاح والعفة . قال الطيبي وفي الحديث دليل لمالك فإنه يقول لا يراعى في الكفاءة إلا الدين وحده ومذهب الجمهور أنه يراعى أربعة أشياء الدين والحرية والنسب والصنعة -إلي أن قال-قوله ( مرسلا ) أي منقطعا بعدم ذكر بن وثيمة قوله ( ولم يعد حديث عبد الحميد محفوظا ) لأنه ضعيف وأما الليث بن سعد ثقة ثبت. قوله ( وإن كان فيه ) أي شيء من قلة المال أو عدم الكفاءة . قوله ( هذا حديث حسن غريب ) في سنده عبد الله بن مسلم بن هرمز وهو ضعيف إلا أنه قد تأيد بحديث أبي هريرة المذكور قبله . قوله ( وأبو حاتم المزني له صحبة ) وقيل لا صحبة له كذا في التقريب .الكتاب : تحفة الأحوذي بشرح جامع الترمذي للمباركفوري ج4 ص174-173
وفي الحديث الأمر بالنكاح لمن له استطاعة وتاقت نفسه إليه وهو أمر ندب عند الشافعية وكافة العلماء قاله النووي وعند أحمد يلزمه الزواج أو التسري إذا خاف العنت وهو الزنا وهو وجه لنا .الكتاب : كفاية الأخيار ص346
(وقال صلى الله عليه و سلم إذا أتاكم) أيها الأولياء (من) أي رجل يخطبموليتكم (ترضون دينه) وفي رواية خلقه ودينه , وفي أخري خلقه (وأمانته) ليكون مساويا للمخطوبة في الدين أو المراد أنه عدل فليس الفاسق كفؤا للعفيفة (فزوجوه) إياها ندبا مؤكدا وفي رواية فانكحوه (إلا تفعلوه) وفي رواية بحذف الضمير أي ما أمرتم به . قال طيبي الفعل كناية عن المجموع أي إن لم تزوجوا الخاطب الذي ترضون خلقه ودينه (تكن) أي تحدث (فتنة في الأرض وفساد) وخروج عن حالة الإستقامة (كبير) وفي رواية البيهقي فساد عريض , والمعني المتقارب ولفظ القوت فساد كبير اي عريض . وفي رواية كرره ثلاثا . والمعني إن لم ترغبوا في ذي الدين المرضي والأمانة الموجبين للصلاح والإستقامة ورغبتم في مجرد المال الجالب للطغيان الجار للبغي والفساد إلخ , أو المراد إن لم تزوجوا من ترضون ذلك منه ونظرتم إلي ذي مال أو جاه يبقي أكثر النساء بلا زوج والرجال بلا زوجة فيكثر الزني ويلحق العار فتهيج الفتن وتثور المحن .الكتاب : اتحاف السادة المتقين ج5 ص287
Wallohu a’lam. Semoga bermanfaat.
[Umam Zei, Hariz Jaya]
Sumber Baca Disini
Silahkan baca juga artikel terkait.