1. Pengertian Qurban Dan Hukumnya
وهي ما يذبح من النعم تقربا إلى الله تعالى من يوم عيد النحر إلى آخر أيام التشريق (فتح الوهاب ج: 2 ص: 327 )
Qurban (Tadhhiyah) adalah ternak yang disembelih karena mendekatkan diri kepada Allah pada hari raya nahr sampai akhir hari tasyriq. Hukumnya sunnah kifayah dalam satu keluarga berdasarkan :
فصل لربك وانحر (الكوثر : 2 )
Maka shalatlah (hari raya) dan sembelihlah (qurban)
عن أنس رضي الله تعالى عنه قال ضحى النبي صلى الله عليه وسلم بكبشين أملحين أقرنين ذبحهما بيده الكريمة وسمى وكبر ووضع رجله المباركة على صفاحهما (رواه مسلم )
Dari Anas ra ia berkata bahwa Nabi saw berkurban dengan dua kambing kibasy berwarna putih lagi panjang tanduknya, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri yang mulia seraya membaca basmalah, bertakbir dan meletakkan kaki beliau yang berkah diatas leher keduanya. HR. Muslim
قال صلى الله عليه وسلم ما عمل ابن آدم يوم النحر من عمل أحب إلى الله تعالى من إراقة الدم وإنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأظلافها وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع على الأرض فطيبوا بها نفسا (إعانة الطالبين ج: 2 ص: 330 )
Rasulullah saw bersabda : Tidaklah beramal seorang anak Adam pada hari raya nahr dengan amal yang lebih dicintai Allah Ta’ala daripada mengalirkan darah (hewan kurban), dan sesungguhnya hewan kurban akan datang dihari kiamat lengkap dengan tanduk dan kakinya, dan sesungguhnya darah (kurban) akan sampai disuatu tempat disisi Allah sebelum darah itu sampai diatas tanah, maka sucikanlah hatimu dengan korban.
2. Syarat-Syarat Hewan Qurban
Hewan kurban harus berupa ternak dari jenis onta, sapi dan kambing baik jantan maupun betina.
Hewan-hewan tadi disyaratkan :
1. Onta, harus berusia genap lima tahun (qamariyyah) dengan fisik tidak cacat dan tidak sakit.
2. Sapi, harus berusia genap dua tahun (qamariyyah) dengan fisik tidak cacat dan tidak sakit.
3. Kambing, harus berusia genap satu tahun (qamariyyah) atau sudah lepas giginya (powel :jawa) untuk kambing domba/kibasy dan dua tahun (qamariyyah) atau sudah lepas giginya (powel :jw) untuk kambing kacang / jawa.
Seorang yang berkorban jika ia laki-laki dan mampu sunnah menyembelih sendiri hewan korbannya, dan sunnah menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya jika ia mewakilkan kepada orang lain. Adapun bagi orang perempuan maka yang lebih utama mewakilkan kepada orang lain.
ولم تجز بينة الهزال # ومرض وعرج في الحال وناقص الجزء كبعض أذن # أو ذنب كعور في الأعين
أو العمى أو قطع بعض الألية # وجاز نقص قرنها والخصية ( متن زبد ابن رسلان ص: 135-136 )
Tidak diperbolehkan hewan yang sangat kurus, sakit, pincang, cacat bagian tubuhnya seperti sebagain telinga atau ekornya sebagaimana pula buta sebelah matanya, buta keduanya atau terputus pantatnya. Diperbolehkan hewan yang cacat tandukya dan hewan yang dikebiri.
3. Qurban Atas Nama Orang Lain Atau Mayit
Berqurban atas nama orang lain tidak diperkenankan tanpa seizinya. Sedangkan berqurban atas nama orang yang sudah meninggal para fuqaha’ berbeda pendapat, ada yang berpendapat tidak sah jika tidak mewasiatkan dan ada yang bependapat sah sekalipun tidak mewasiatkan.
ولا يضحى احد عن حي بلا اذنه ولاعن ميت لم يوص اهـ منهاج القويم ص : 630
Tidak diperkenankan seseorang berkorban atas nama orang hidup tanpa seizinnya dan juga atas nama mayit yang tidak mewasiatkannya.
(ولا) تضحية (عن ميت لم يوص بها) لقوله تعالى “وان ليس للانسان الا ما سعي ” فان اوصى بها جاز الى ان قال وقيل تصح التضحية عن الميت وان لم يوص بها لانها ضرب من الصدقة وهى تصح عن الميت وتنفعه اهـ مغنى المحتاج ج : 4 ص : 292 – 293
Tidak sah berkorban atas nama mayit yang tidak mewasiatkannya, karena firman Allah swt (artinya) :”Dan sesungguhnya bagi manusia hanyalah apa yang ia usahakan”. Jadi jika ia mewasiatkannya maka boleh sampai ungkapan Dikatakan : sah berkorban atas nama mayit walaupun dia tidak mewasiatkannya, karena berkurban merupakan bagian daripada shadaqah dan shadaqah atas nama mayit adalah sah dan dapat memberi manfaat.
4. Berserikat Antara Qurban Dan Aqiqah
Memperserikatkan antara qurban dan aqiqah pada seekor ternak terdapat perbedaan pendapat, menurut Imam Ibnu Hajar yang bisa hasil hanya satu dan menurut Imam Muhammad Ramli kesemuanya bisa hasil.
(مسئلة) لو نوي العقيقة والضحية لم تحصل غير واحد عند حج ويحصل الكل عند مر اهـ اثمد العين ص : 77
(Persoalan) Apabila seseorang meniati aqiqah dan qurban, maka tidak hasil kecuali satu (niat) menurut Imam Ibnu Hajar dan bisa hasil keseluruhannya menurut Imam Muhammad Ramli.
5. Pembagian Daging Qurban
Daging kurban wajib disedekahkan dalam keadaan mentah dan boleh mudhahhi memakan sebagiannya, kecuali jika kurban itu dinadzarkan, maka harus disedekahkan keseluruhannya.
والفرض بعض اللحم لوبنزر# وكل من المندوب دون النذر) متن زبد ابن رسلان ج 1 ص: -136 )
Wajib (dalam kurban sunnah) mensedekahkan sebagian dagingnya walaupun sedikit dan makanlah dari kurban sunnah bukan kurban nadzar.
ويشترط فى اللحم ان يكون نيأ ليتصرف فيه من يأخذه بما شاء من بيع وغيره (الباجورى جز 2 ص : 302)
Disyaratkan untuk daging dibagikan dengan mentah agar sipenerima bebas mentasarufkan dengan sekehendaknya apakah dijual atau yang lain.
Adapun yang berhak menerima daging qurban adalah orang faqir sebgaimana yang dijelaskan oleh al-Qur’an :
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (الحج : 27 )
Maka makanlah sebagian daripadanya dan berikanlah (sebagian yang lain) untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.
Ijtihad para fuqaha’ tentang pembagian daging qurban ini setidaknya ada tiga pendapat : (1) Disedekahkan seluruhnya kecuali sekedar untuk lauk-pauk (2) Dimakan sendiri separo dan disedekahkan separo (3) Sepertiga dimakan sendiri, sepertiga dihadiahkan dan sepertiga lagi disedekahkan. (Kifayatul Akhyar, juz 2 : 241)
Bagaimana dengan mendistribusikan daging qurban ke daerah lain atau disalurkan kepada masyarakat yang sedang tertimpa bencana ?
(فرع) محل التضحية بلد المضحى وفى نقل الاضحية وجهان يخرجان من نقل الزكاة والصحيح هنا الجواز (كفاية الأخيار جز 2 ص : 242)
Tempat penyembelihan qurban ditempat orang berkorban. Dalam hal memindah qurban terdapat dua pendapat ulama yang ditakhrij dari masalah memindah zakat dan menurut pendapat yang shahih dalam hal qurban adalah diperbolehkan.
وقد يستعمل فيمن نزلت به نازلة دهر وان لم يكن فقيرا (تفسير القرطبى جز 12 ص :49 )
Terkadang dipergunakan (makna) dari البائس الفقير pada orang yang tertimpa musibah bencana alam sekalipun ia bukan orang fakir. Wallohu a’lam. [Mbah Jenggot].