Hukum Bersuci dengan Air Yang Terkena Najis
Pertanyaan:
Bagaimana Hukum Bersuci dengan Air Yang Terkena Najis?
Assalamualaikum Wr. Wb.
Bisakah air yang terkena najis menjadi suci dan dapat digunakan untuk bersuci? Jika bisa bagaimana caranya? [Nuur Halimah Bundha Kinanthi].
Jawaban:
Pertanyaan Hukum Bersuci dengan Air Yang Terkena Najis
Waalaikumussalam Wr. Wb.
Hukum Bersuci dengan Air Yang Terkena Najis. Air sedikit (kurang dari dua qullah) jika terkena najis bisa menjadi suci dengan cara mengumpulkan air / memperbanyak air hingga mencapai dua qullah meskipun dengan air yang mutanajjis juga sekiranya air tersebut tidak berubah warna, bau dan rasanya sebab najisnya itu, tentunya setelah membuang dzat najisnya, seperti bangkai tikus dll.
Air yang banyak (dua qullah atau lebih) bisa suci dengan hilangnya perubahannya dengan sendirinya seperti sudah lama atau dengan menambahkan air atau dengan mengurangi air dan sisanya masih banyak (dua qullah).
Air yang sedikit apabila terkena najis maka bisa menjadi suci apabila mencapai dua qulah, meskipun dipenuhi dengan air yang bernajis, sekira tidak berubah karenanya.
Sedangkan air yang banyak menjadi suci karena hilang perubahan pada zat-nya. Atau air yang ditambah dan dikurangi, dan sisa-nya air tersebut ber-kapasitas banyak.
Terus kalau seandainya airnya dalam bak mandi sudah ditambah dan menjadi suci, maka ketika airnya surut karena digunakan namun setelahnya tidak kejatuhan najis lagi, maka dengan surutnya / berkurangnya air tersebut masih tetap suci, karena air status nya sudah suci seperti air mutlak lainnya.
Selain menambah volume sehingga menjadi 2 kulah, air yang mutanajjis juga bisa disucikan dengan cara diproses menjadi air bersih.
Sejumlah air yang berubah sebab najis, misal air peceren/ got/ limbah, setelah diproses dengan disaring dan diberi bahan kimia, air itu akan menjadi bersih, jernih dan steril (tidak mengandung hama), maka Air tersebut dapat menjadi air suci mensucikan ( Thahir Muthahir ) apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam kitab fiqh yang antara lain air tersebut telah menjadi mutlak.
Hukum Bersuci dengan Air Yang Terkena Najis. Air najis maksudnya air mutanajjis terbagi menjadi 2 :
1. Air yang sedikit yang kejatuhan najis baik berubah atau tidak dan volumenya kurang dari 2 qullah
Menurut Imam Malik : “air tidak jadi najis meskipun sedikit kecuali berubah”. Dan pendapat ini dipilih oleh banyak ulama’ Ashab Syafi’i dan ini adalah kelonggaran.
2. (Termasuk air mutanajjis) air yang banyaknya dua qullah atau lebih serta berubah (rasa, warna dan baunya) dengan perubahan secara keseluruhan. Jika berubah sebagian, maka yang berubah hukumnya najis begitu pula sisanya jika tidak mencapai 2 qullah, maka jika mencapai dua qullah sisanya (yang tidak berubah) hukumnya suci. Baik perubahan secara hiasi (indera) atau taqdiri (perkiraan).
Tashowwurnya : Jika pada air jatuh sebuah najis yang sifat-sifatnya sesuai dengan sifat-sifat air seperti air kencing yang sudah tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa, maka dikira-kirakan dengan sesuatu yang lain yang keras dalam rasa, warna dan bau, yaitu rasa cuka, warna tinta dan bau misik. Misal yang jatuh adalah air kencing seukuran satu kati ataukah katakanlah satu liter.
Jika yang jatuh seukuran 1 liter cuka apakah dapat merubah rasa air atau tidak, jika dapat merubah maka airnya dihukumi najis. Jika tidak dapat merubah air, maka bagaimana jika yang jatuh 1 liter tinta, apakah dapat merubah warna air atau tidak, maka jika dapat merubah airnya dihukumi najis.
Jika tidak dapat merubah, maka bagaimana jika yang jatuh 1 liter misik, apakah dapat merubah bau air atau tidak, jika dapat merubah maka airnya dihukumi najis, jika tidak dapat merubah maka airnya hukumnya suci.
Hal ini jika yang jatuh pada air tersebut sesuatu yang najis yang hilang tiga sifat tersebut. Jika yang hilang satu sifat maka disesuaikan dengan yang mencocoki pada sifat tersebut. Wallohu a’lam.
Dasar Pengambilan Hukum Bersuci dengan Air Yang Terkena Najis:
– Al-Baijuri 1/33-34 :
والقسم الرابع ماء نجس أي متنجس ، وهو قسمان ، أحدهما قليل ، وهو حلت فيه نجاسة تغير أم لا ، وهو أي والحال أنه ماء دون القلتين
—
قوله تغير أم لا : أخذ هذا التعميم من الإطلاق هنا ، والتقييم في القسم الآتي بقوله فتغير ، وهذا التعميم عندنا ، وأما عند الإمام مالك فلا ينجس الماء ولو قليلا إلا بالتغير ، واختاره كثير من أصحابنا ، وفيه فسحة
– Al-baijuri 1/35-36 :
أو كان كثيرا قلتين فأكثر فتغير يسيرا أو كثيرا
قوله فتغير : أي عقب حلول النجاسة فيه ، أخذا من إلقاء الدالة على التعقيب ، فلو تغير بعد مدة . . لم يضر ما لم يعلم نسبة تغيره إليها
و المتبادل أن المراد فتغير كله ، أما إذا تغير بعضه فالمتغير نجس وكذا الباقي إن لم يبلغ قلتين
فإن بلغهما . . فهو طاهر
ولا فرق في التغير بين أن يكون حسيا أو تقديريا ، بأن وقع في الما نجس يوافقه في صفاته كالبول المنقطع الرائحة واللون والطعم ، فيقدر مخالفا أشد الطعم طعم الخل واللون لون الحبر والريح ريح المسك .
فلو كان الواقع قدر رطل من البول المذكور . . فنقول لو كان الواقع قدر رطل من الخل هل يغير طعم الماء أو لا ؟ فإن قالوا يغيره . . حكمنا بنجاسته ، وإن قالوا لا يغيره . . نقول لو كان الواقع قدر رطل من الحبر هل يغير لون الماء أو لا ؟ فإن قالوا يغيره . . حكمنا بنجاسته ، وإن قالوا لا يغيره . . نقول لو كان الواقع قدر رطل من المسك هل يغير ريحه أو لا ؟ فإن قالوا يغيره . . حكمنا بنجاسته ، وإن قالوا لا يغيره . . حكمنا بطهارته
وهذا إذا كان الاوقع فقدت فيه الأوصاف الثلاثة ، فإن فقدت وحدة . . فرض المخالف المناسب لها فقط
– I’anah ath-thalibin 1/34 :
والماء القليل إذا تنجس يطهر ببلوغه قلتين ولو بماء متنجس حيث لا تغيره به
والكثير يطهر بزوال تغيره بنفسه أو بماء زيد عليه أو نقص عنه وكان الباقي كثيرا
—
قوله والماء القليل إذا تنجس : أي بوقوع نجاسة فيه ، وقوله يطغى ببلوغه قلتين : أي بانضمام ماء إليه ، لا بانضمام مائع فلا يطهر ولو استهلك فيه ، وقوله ولو بماء متنجس : أي ولو كان بلوغه ما ذكر بانضمام ماء متنجس إليه أي أو بماء مستعمل أو متغير أو بثلج أو برد أذيب
قال في التحفة ومن بلوغهما به ما لو كان النجس أو الطهور بحفرة أو حوض آخر وفتح بينهما حاجز واتسع بحيث يتحرك ما في كل بتحرك الآخر تحركا عنيفا وإن لم تزل كدورة أحدهما ومضى زمن يزول فيه تغير لو كان
وقوله حيث لا تغير به : أي يطهر بما ذكر حيث لم يوجد فيه تغير لا حسا ولا تقديرا ، فإن وجد فيه ذلك . . لم يطهر
وقوله والكثير يطهر بزوال تغيره : أي الحسي والتقديري ، وقوله بنفسه : أي لا بانضمام شيء إليه كأن زال بطول المكث
وقوله أو بماء زيد عليه : أي أو زال تغيره بانضمام ماء إليه أي ولو كان متنجسا أو مستعملا أو غير ذلك ، لا إن زال بغير ذلك كمسك وخل وتراب فلا يطهر للشك في أن التغير استار أو زال ، بل الظاهر إنه استتر
وقوله أو نقص عنه : أي وزال التغير بماء نقص عنه ، وقوله وكان الباقي كثيرا : قيد في الأخيرة أي وكان الباقي بعد نقص شيء منه كثيرا أي يبلغ قلتين
ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻻﻭﻝ ﺻﺤﻴﻔﺔ 7-6
ﺇﺫَﺍ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺗَﻄْﻬِﻴﺮَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﺍﻟﻨَّﺠِﺲِ ﻧُﻈِﺮَ , ﻓَﺈِﻥْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻧَﺠَﺎﺳَﺘُﻪُ ﺑِﺎﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮِ ﻭَﻫُﻮَ ﺃَﻛْﺜَﺮُ ﻣِﻦْ ﻗُﻠَّﺘَﻴْﻦِ ﻃَﻬُﺮَ , ﺑِﺄَﻥْ ﻳَﺰُﻭﻝَ ﺍﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮُ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﺃَﻭْ ﺑِﺄَﻥْ ﻳُﻀَﺎﻑَ ﺇﻟَﻴْﻪِ ﻣَﺎﺀٌ ﺁﺧَﺮُ , ﺃَﻭْ ﺑِﺄَﻥْ ﻳُﺆْﺧَﺬَ ﺑَﻌْﻀُﻪُ ; ﻟِﺄَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺳَﺔَ ﺑِﺎﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮِ , ﻭَﻗَﺪْ ﺯَﺍﻝَ ) ( ﻭَﺇِﻥْ ﻃُﺮِﺡَ ﻓِﻴﻪِ ﺗُﺮَﺍﺏٌ ﺃَﻭْ ﺟِﺺٌّ ﻓَﺰَﺍﻝَ ﺍﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮُ ﻓَﻔِﻴﻪِ ﻗَﻮْﻟَﺎﻥِ , ﻗَﺎﻝَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄُﻡِّ : ﻟَﺎ ﻳَﻄْﻬُﺮُ ﻛَﻤَﺎ ﻟَﺎ ﻳَﻄْﻬُﺮُ ﺇﺫَﺍ ﻃُﺮِﺡَ ﻓِﻴﻪِ ﻛَﺎﻓُﻮﺭٌ ﺃَﻭْ ﻣِﺴْﻚٌ ﻓَﺰَﺍﻟَﺖْ ﺭَﺍﺋِﺤَﺔُ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺳَﺔِ , ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻓِﻲ ﺣَﺮْﻣَﻠَﺔَ : ﻳَﻄْﻬُﺮُ , ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟْﺄَﺻَﺢُّ ; ﻟِﺄَﻥَّ ﺍﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮَ ﻗَﺪْ ﺯَﺍﻝَ ﻓَﺼَﺎﺭَ ﻛَﻤَﺎ ﻟَﻮْ ﺯَﺍﻝَ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﺃَﻭْ ﺑِﻤَﺎﺀٍ ﺁﺧَﺮَ , ﻭَﻳُﻔَﺎﺭِﻕُ ﺍﻟْﻜَﺎﻓُﻮﺭَ ﻭَﺍﻟْﻤِﺴْﻚَ ; ﻟِﺄَﻥَّ ﻫُﻨَﺎﻙَ ﻳَﺠُﻮﺯُ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟﺮَّﺍﺋِﺤَﺔُ ﺑَﺎﻗِﻴَﺔً , ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟَﻢْ ﺗَﻄْﻬُﺮْ ﻟِﻐَﻠَﺒَﺔِ ﺭَﺍﺋِﺤَﺔِ ﺍﻟْﻜَﺎﻓُﻮﺭِ ﻭَﺍﻟْﻤِﺴْﻚِ )
Apabila ingin mensucikan air najis maka perlu diperhatikaan yaitu, jika kenajisannya sebab adanya perubahan dan air melebihi dua kullah, maka air menjadi suci sebab hilangnya perubahan dengan sendirinya atau ditambahkan air yang lain atau mengambil sebagiannya, karena kenajisan air sebab perubahan dan sekarang telah hilang. Apabila pada air tersebut dimasukkan tanah atau gamping lalu perubahan pada air menjadi hilang, maka di sini ada dua qaul. Al-Syafi’i dalam al-Umm mengatakan, air itu tidak bisa suci sebagaimana juga tidak suci ketika dimasukkan kedalam air kapur barus atau misyak misik lalu bau najis menjadi hilang. Beliau dalam Harmalah mengatakan, air itu suci dan ini pendapatyang ashah, karena perubahan pada air telah hilang, maka jadilah ia sebagaimana perubahan yang hilang dengan sendirinya atau sebab menambahkan air lain. Persoalan ini berbeda dengan kapur dan misik, sebab di sana boleh jadi bau najis masih tetap, dan ketidaksucian itu semata-mata dikarenakan bau kapur atau misik itu sekedar mengalahkan najis.
ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺍﻟﻘﻠﻴﻮﺑﻲ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻻﻭﻝ ﺻﺤﻴﻔﻪ : 22
( ﻓَﺈِﻥْ ﺯَﺍﻝَ ﺗَﻐَﻴُّﺮُﻩُ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ ) ﺃَﻱْ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺍﻧْﻀِﻤَﺎﻡِ ﺷَﻲْﺀٍ ﺇﻟَﻴْﻪِ ﻛَﺄَﻥْ ﺯَﺍﻝَ ﺑِﻄُﻮﻝِ ﺍﻟْﻤُﻜْﺚِ ( ﺃَﻭْ ﺑِﻤَﺎﺀٍ ) ﺍﻧْﻀَﻢَّ ﺇﻟَﻴْﻪِ ( ﻃَﻬُﺮَ ) ﻛَﻤَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﺰَّﻭَﺍﻝُ ﺳَﺒَﺐَ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺳَﺔِ ( ﺃَﻭْ ﺑِﻤِﺴْﻚٍ ﻭَﺯَﻋْﻔَﺮَﺍﻥٍ ) ﻭَﺧَﻞٍّ ﺃَﻱْ ﻟَﻢْ ﺗُﻮﺟَﺪْ ﺭَﺍﺋِﺤَﺔُ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺳَﺔِ ﺑِﺎﻟْﻤِﺴْﻚِ , ﻭَﻟَﺎ ﻟَﻮْﻧُﻬَﺎ ﺑِﺎﻟﺰَّﻋْﻔَﺮَﺍﻥِ , ﻭَﻟَﺎ ﻃَﻌْﻤُﻬَﺎ ﺑِﺎﻟْﺨَﻞِّ . ( ﻓَﻠَﺎ ) ﻳَﻄْﻬُﺮُ ﻟِﻠﺸَّﻚِّ ﻓِﻲ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮَ ﺯَﺍﻝَ ﺃَﻭْ ﺍﺳْﺘَﺘَﺮَ ﺑَﻞْ ﺍﻟﻈَّﺎﻫِﺮُ ﺍﻟِﺎﺳْﺘِﺘَﺎﺭُ
Apabila perubahan pada air itu hilang dengan sendirinya yakni tanpa menambahkan sesuatu apapun kepadanya, seperti karena lama tergenang, atau hilangnya perubahan sebab air yang ditambakan, maka sucilah air tersebut sebagaimana hilangnya perubahan sebab najis. atau sebab misik dan za’faran) dan cukak yakni tidak terdapat bau najis sebab misik, warna najis sebab za’faran dan rasa najis sebab cukak maka air itu tidak suci karena adanya keraguan apakah perubahan air itu hilang atau tersembunyi, tetapi yang jelas adalah tersembunyi.
ﻗَﻮْﻟُﻪُ : ( ﻟِﻠﺸَّﻚِّ ﺇﻟَﺦْ ) . ﻗَﺎﻝَ ﺷَﻴْﺨُﻨَﺎ : ﻣَﺤَﻞُّ ﺍﻟﺸَّﻚِّ ﺇﻥْ ﻇَﻬَﺮَ ﺭِﻳﺢُ ﺍﻟْﻤِﺴْﻚِ ﻣَﺜَﻠًﺎ ﻭَﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺄَﻥْ ﺧَﻔِﻲَ ﺭِﻳﺤُﻪُ ﻭَﺭِﻳﺢُ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺳَﺔِ ﻣَﻌًﺎ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻳَﻄْﻬُﺮُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﻌْﺘَﻤَﺪِ , ﻭَﻛَﺬَﺍ ﺍﻟْﺒَﻘِﻴَّﺔُ
Alasan keraguan di atas mendapat tanggapan. Syaikhuna mengatakan, bahwa alasan keraguan itu (dapat diterima) jika memang bau misik tampak jelas, jika tidak yaitu sekira bau misik dan bau najis sama-sama samar (tersembunyi), maka air tersebut adalah suci menurut pendapat mu’tamad dan demikian pula air-air yang lain.
ﺣﺎﺷﻴﺔﺍﻟﺒﺠﻴﺮﻣﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻨﻬﺞ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻻﻭﻝ ﺻﺤﻴﻔﺔ 26:
ﻓَﺈِﻥْ ﺻَﻔَﺎ ﺍﻟْﻤَﺎﺀُ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻐَﻴُّﺮَ ﺑِﻪِ ﻃَﻬُﺮَ ( ﻗَﻮْﻟُﻪُ ﻓَﺈِﻥْ ﺻَﻔَﺎ ﺍﻟْﻤَﺎﺀُ ) ﺃَﻱْ : ﺯَﺍﻝَ ﺭِﻳﺢُ ﺍﻟْﻤِﺴْﻚِ ﺃَﻭْ ﻟَﻮْﻥُ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺏِ ﺃَﻭْ ﻃَﻌْﻢُ ﺍﻟْﺨَﻞِّ ، ﻭَﻗَﻮْﻟُﻪُ ﻃَﻬُﺮَ ﺃَﻱْ : ﺣَﻜَﻤْﻨَﺎ ﺑِﻄَﻬُﻮﺭِﻳَّﺘِﻪِ ﻟِﺎﻧْﺘِﻔَﺎﺀِ ﻋِﻠَّﺔِ ﺍﻟﺘَّﻨْﺠِﻴﺲِ
Apabila air menjadi jernih dan tidak berubah sama sekali maka sucilah air itu. Yang dimaksud jernih bahwa bau misik atau warna tanah atau rasa cukak telah hilang. Yang dimaksud suci bahwa kita menghukumi kesucian air tersebut karena illat (sebab) penajisan telah tiada.
ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺍﻟﺠﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻨﻬﺎﺝ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻻﻭﻝ ﺻﺤﻴﻔﺔ 42
ﺍﻟْﺤَﺎﺻِﻞُ ﺃَﻧَّﻪُ ﺇﺫَﺍ ﺻَﻔَﺎ ﺍﻟْﻤَﺎﺀُ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺒْﻖَ ﻓِﻴﻪِ ﺗَﻜَﺪُّﺭٌ ﻳَﺤْﺼُﻞُ ﺑِﻪِ ﺍﻟﺸَّﻚُّ ﻓِﻲ ﺯَﻭَﺍﻝِ ﺍﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮِ ﻃَﻬُﺮَ ﻛُﻞٌّ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺏِ ﺳَﻮَﺍﺀٌ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﺒَﺎﻗِﻲ ﻋَﻤَّﺎ ﺭَﺳَّﺐَ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺏُ ﻗُﻠَّﺘَﻴْﻦِ ﺃَﻡْ ﻟَﺎ
Kesimpulan bahwa apabila air menjadi jernih dan didalamnya tidak tersisa kekeruhan yang menimbulkan keraguan mengenai hilangnya perubahan air, maka masing-masing air dan tanah menjadi suci, baik air yang tersisa setelah yang diserap oleh tanah itu mencapai dua kullah atau tidak.
ﻧﻬﺎﻳﺔ ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺝ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻻﻭﻝ ﺻﺤﻴﻔﺔ 66
( ﻗَﻮْﻟُﻪُ : ﻓَﺰَﺍﻝَ ﺗَﻐَﻴُّﺮُﻩُ ﻃَﻬُﺮَ ) ﺃَﻱْ ﺣَﻴْﺚُ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻟِﻠﺰَّﻋْﻔَﺮَﺍﻥِ ﻃَﻌْﻢٌ ﻭَﻟَﺎ ﻟِﻠْﻤِﺴْﻚِ ﻟَﻮْﻥٌ ﻳَﺴْﺘُﺮُ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺳَﺔَ ﻛَﻤَﺎ ﻳُﺆْﺧَﺬُ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻝِ ﺍﺑْﻦِ ﺣَﺠَﺮٍ
Maksud perubahan air hilang maka menjadi suci bahwa ketika pada za’faran sudah tidak terdapat rasa dan pada misik tidak terdapat warna yang menutupi najis sebagaiman yang didapat dari ungkapan Ibn Hajar.
ﺍﻟﺘﺮﻣﺴﻰ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻻﻭﻝ ﺻﺤﻴﻔﺔ 121
ﻗﺎَﻝَ ﺍْﻟﻌَﻼَّﻣَﺔُ ﺍْﻟﻜُﺮْﺩِﻯُّ، ﻭَﺣَﺎﺻِﻞُ ﻣَﺴْﺌَﻠَﺔِ ﺯَﻭَﺍﻝِ ﺗَﻐَﻴُّﺮِ ﺍْﻟﻤﺎَﺀِ ﺍْﻟﻜَﺜِﻴْﺮِ ﺑِﺎﻟﻨَّﺠِﺲِ ﺃَﻥْ ﺗَﻘُﻮْﻝَ ﻻَ ﻳَﺨْﻠُﻮْ ﺍِﻣﺎَّ ﺍَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺯَﻭَﺍﻝُ ﺍﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮُ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﺍَﻭْﻻَ ﻓَﺎِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﻃَﻬُﺮَ ﻭَﺍِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﻓَﻼَ ﻳَﺨْﻠُﻮْ . ﺍِﻣﺎَّ ﺍَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺑِﻨَﻘْﺺٍ ﻣِﻨْﻪُ ﺍَﻭْ ﺑِﺸَﺊْ ٍﺣَﻞَّ ﻓِﻴْﻪِ ﻓَﺎِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﺑِﺎﻟﻨَّﻘْﺺِ ﻭَﺍْﻟﺒَﺎﻗِﻰْ ﻗُﻠَّﺘَﺎﻥِ ﻃَﻬُﺮَ . ﻭَﺍِﻥْ ﻛﺎَﻥَ ﻋَﻴْﻨﺎً ﻓَﻼَ ﻳَﺨْﻠُﻮْ ﺍِﻣَّﺎ ﺍَﻥْ ﻳَﻈْﻬَﺮَ ﻭَﺻْﻔُﻬَﺎ ﻓِﻰ ﺍْﻟﻤﺎَﺀِ ﺍَﻭْ ﻻَ، ﻓَﺎﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﻈْﻬَﺮْ ﻭَﺻْﻔُﻬﺎَ ﻓِﻴْﻪِ ﺑِﺎَﻥْ ﺻَﻔﺎَ ﺍْﻟﻤﺎَﺀُ ﻃَﻬُﺮَ، ﻭَﺍِﻥْ ﻇَﻬَﺮَ ﻭَﺻْﻔُﻬﺎَ ﻓِﻰ ﺍْﻟﻤﺎَﺀِ ﻓَﻼَ ﻳَﺨْﻠُﻮْ ﺍِﻣَّﺎ ﺍَﻥْ ﻳُﻮَﺍِﻓﻖَ ﺫَﻟِﻚَ ﺍْﻟﻮَﺻْﻒُ ﻭَﺻْﻒَ ﺗَﻐَﻴُّﺮِ ﺍْﻟﻤﺎَﺀِ ﺍَﻭْ ﻻَ، ﻓَﺎِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻣُﻮَﺍِﻓﻘًﺎ ﻟِﺬَﻟِﻚَ ﻃَﻬُﺮَ ﻭَﺍِﻻَّ ﻓَﻼَ،
Al-Allamah al-Kurdi mengatakan, kesimpulan persoalan hilangnya perubahan air banyak sebab najis dapat kau jelaskan, bahwa adakalanya hilang perubahan itu dengan sendirinya atau tidak. Jika dengan sendirinya maka air itu suci, dan jika tidak dengan sendirinya maka adakalanya sebab mengurangi atau memasukkan sesuatu didalamnya. Jika sebab mengurangi dan sisanya mencapai dua kullah, maka air itu suci. Jika yang dimasukkan itu berupa ‘ain (benda), maka adakalanya sifatnya tampak jelas pada air atau tidak. Jika sifat ‘ain tidak tampak pada air dengan arti airnya jernih, maka air itu suci. Dan jika sifatnya tampak pada air, maka adakalanya sifat itu mencocoki sifat perubahan air atau tidak. Jika tidak mencocoki maka air itu suci, dan jika sebaliknya maka air tidak suci.
اعانة الطالبين
والماء القليل إذا تنجس يطهر ببلوغه قلتين – ولو بماء متنجس – حيث لا تغير به، والكثير يطهر بزوال تغيره بنفسه أو بماء زيد عليه أو نقص عنه وكان الباقي كثيرا.
(قوله: والماء القليل إذا تنجس) أي بوقوع نجاسة فيه وقوله: يطهر ببلوغه قلتين أي بانضمام ماء إليه لا بانضمام مائع فلا يطهر، ولو استهلك فيه وقوله: ولو بماء متنجس أي ولو كابلوغه ما ذكر بانضمام ماء متنجس إليه، أي أو بماء مستعمل أو متغير أو بثلج أو برد أذيب.
قال في التحفة: ومن بلوغهما به ما لو كان النجس أو الطهور بحفرة أو حوض آخر وفتح بينهما حاجز واتسع بحيث يتحرك ما في كل بتحرك الآخر تحركا عنيفا، وإن لم تزل كدورة أحدهما ومضى زمن يزول فيه تغير لو كان.
وقوله: حيث لا تغير به أي يطهر بما ذكر، حيث لم يوجد فيه تغير لا حسا ولا تقديرا، فإن وجد فيه ذلك لم يطهر.
(قوله: والكثير يطهر بزوال تغيره) أي الحسي والتقديري.
وقوله: بنفسه أي لا بانضمام شئ إليه، كأن زال بطول المكث.
وقوله: أو بماء زيد عليه أي أو زال تغيره بانضمام ماء إليه. أي ولو كان متنجسا أو مستعملا أو غير ذلك، لا إن زال بغير ذلك كمسك وخل وتراب فلا يطهر للشك في أن التغير استتر أو زال، بل الظاهر أنه استتر.
وقوله: أو نقص عنه أي أو زال التغير أو بماء نقص عنه.
وقوله: وكان الباقي كثيرا قيد في الأخيرة. أي وكان الباقي بعد نقص شئ منه كثيرا، أي يبلغ قلتين.
تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي . الجزء 1. صفحة 85
(فَإِنْ زَالَ تَغَيُّرُهُ بِنَفْسِهِ) بِأَنْ لَمْ يَنْضَمَّ إلَيْهِ شَيْءٌ كَأَنْ طَالَ مُكْثُهُ (أَوْ بِمَاءٍ) انْضَمَّ إلَيْهِ وَلَوْ مُتَنَجِّسًا، أَوْ أَخَذَ مِنْهُ وَالْبَاقِي كَثِيرٌ بِأَنْ كَانَ الْإِنَاءُ مُنْخَنِقًا بِهِ فَزَالَ انْخِنَاقُهُ وَدَخَلَهُ الرِّيحُ وَقَصَرَهُ أَوْ بِمُجَاوِرٍ وَقَعَ فِيهِ أَيْ أَوْ
بِمُخَالِطٍ تَرَوَّحَ بِهِ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ مِمَّا يَأْتِي فِي نَحْوِ زَعْفَرَانٍ لَا طَعْمَ وَلَا رِيحَ (طَهُرَ) لِزَوَالِ سَبَبِ التَّنَجُّسِ .
نهاية الزين
ولو جمعت المياه المتنجسة حتى صارت ماء كثيراً قلتين فأكثر ولا تغير به عاد طهوراً، ولو زال تغير الماء الكثير بما زيد عليه أو نقص منه والباقي قلتان فأكثر عاد طهوراً،
فقه العبادات على المذهب الشافعي
إن ما تصيبه النجاسة إما أن يكون ماء، أو مائعاً سوى الماء، أو جامداً
فالأول: وهو الماء، وهو إما أن يكون أقل من قلتين، أو قلتين فأكثر
فإذا كان الماء المتنجس أقل من قلتين فتطهيره يكون بتكثيره بماء حتى يبلغ القلتين بدون تغير في أي من أوصافه الثلاثة: الطعم واللون والريح، وسواء كان الماء المضاف طاهراً أو متنجساً أو مستعملاً، فإذا فرقت القلتان بعد فهما على طهوريتهما.
أما لو كوثر بمائع آخر غير الماء، متنجس أو طاهر، فبلغ القلتين، ولا تغيُّر فيه فالجميع متنجس.
وإذا كان الماء كثيراً، أي أكثر من قلتين، وتنجس بسبب تغير أحد أوصافه الثلاثة بالنجاسة، طهر إذا زال تغيره، ويزول التغير بأحد الأمور الثلاثة:
-1- بأن يزول بنفسه، فيذهب اللون أو الطعم أو الريح بطلوع الشمس، أو هبوب الريح، أو مرور الزمان.
-2- بأخذ بعضه، بشرط أن يكون الباقي بعد الأخذ قلتين فأكثر، فإن بقي دونهما لم يطهر بلا خلاف. ويتصور زوال التغير بأخذ بعضه، بأن يكون كثيراً يملأ الإناء، فلا تدخله الريح، فإذا نقص دخلته، وكذلك الشمس، فيطيب. ثم إذا زالت التغير، وحكمنا بطهارته، ثم تغير، فهو باق على طهارته، ولا يضر تغيره، لأنه ماء طاهر تغير بغير نجاسة لاقته، فكان طاهراً كالذي لم ينجس قط.
-3- إضافة ماء آخر إليه، سواء كان الماء المضاف طاهراً أو متنجساً أو قليلاً أو كثيراً، وسواء صب عليه الماء أو نبع عليه.
أما إذا زال التغير بساتر، كأن يلقى فيه مسك فتتغير ريحه، أو يخض الماء حتى يتعكر بكدورة التراب الذي في أسفله، فإنه لا يصبح طهوراً لأن الساتر لا يطهر.
Demikian ulasan Hukum Bersuci dengan Air Yang Terkena Najis, semoga ulasan terkait Hukum Bersuci dengan Air Yang Terkena Najis ini bisa menjadi rujugan dan semoga masyarakat.
Penulis:Syujaul Aqra
Sumber tulisan ada di sini
Silahkan baca artikel terkait