Pertanyaan: Hukum Laki-Laki Memakai Make Up
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Mau tanya : Bagaimana hukumnya seorang pria memakai make-up / bedak ? Soalnya saya sering melihat seorang ustadz suka ada yang memakai bedak jika ia mau tabligh ? Syukron. [Neng Kasyifah As-Saja].
Jawaban Atas Pertanyaan Hukum Laki-Laki Memakai Make Up
Waalaikumsalam. Wr. Wb.
Untuk pengantar saja, saya akan memakai istilah sendiri, yakni bedak make up kecantikan untuk piranti berdandan bagi kaum hawa dan bedak make up pentas untuk tata rias sebelum syuting/pentas. Kita harus membuat perbedaan istilah di sini, sebab make up meski kadang diartikan juga sebagai berdandan namun juga identik dengan tata rias wajah sebelum pentas. Bedak make up kecantikan fungsinya untuk berdandan semata sedang bedak make up pentas fungsinya untuk kepentingan penampilan saat pentas. Perbedaan fungsi inilah yang menjadikan jenis atau komposisi bedak yang digunakan bisa berbeda (dan bisa sama kalau yang dimake up adalah perempuan).
Bedak make up kecantikan jelas digunakan untuk membuat wajah terlihat makin cantik. Secara garis besar terbagi menjadi loose powder (bedak tabur), press/compact powder (bedak padat), dan two way cake powder (bedak plus foundation).Sedangkan bedak make up pentas digunakan untuk kepentingan pentas. Fungsi dasarnya adalah untuk mengurangi wajah berminyak, menghindari efek wajah berkilap. Piranti wajib yang digunakan adalah alas bedak (foundation), lalu ditambahkan bedak secukupnya sekira riasan tidak luntur. Yang biasa digunakan antara lain bedak setting face powder, yakni bedak berbahan dasar talk yang bisa mengunci aplikasi foundation sehingga lebih awet di kulit.Bila orang yang dimake up wanita dan ditujukan juga untuk berdandan (kecantikan) maka perlu ditambahkan lagi polesan bedaknya agar kulit lebih putih, atau dengan sejak semula menggunakan produk bedak kecantikan, lalu tambahkan juga efek eye linernya, eye shadow, blush, dll yang semula sekedar untuk perawatan wajah menjadi untuk kecantikan wajah.Begitu juga bila orang yang dimake up hendak mementaskan karakter ekstrim (kuntilanak, pocong) atau tokoh teatrikal maka bahan make up yang digunakan juga akan lebih rumit dan lebih tebal.
Sederhananya, make up untuk pentas biasanya memiliki jenis atau komposisi bedaknya tersendiri yang bisa sama dan bisa berbeda dengan jenis bedak kecantikan. Imbas dari hal itu, seorang pria yang memakai bedak generik agar wajahnya tidak terlihat mengkilap saat maju ke panggung maka tidak menjadi masalah hukumnya. Namun bila yang dipakainya adalah bedak kecantikan khas wanita seperti merk Ward*h Kosmetik misalnya, maka implikasi hukumnya akan berbeda sebagaimana tinjauan syariahnya nanti.
Kesimpulannya:
Jika yang dipakai bedak kecantikan khas wanita seperti merk Ward*h Kosmetik misalnya, maka hukumnya diharamkan karena tasyabbuh. Hukumnya bisa berbeda jika yang dipakai adalah bedak generik, bedak baby, bedak obat, dll yang tidak identik sebagai bedak para wanita serta penggunaan bedaknya juga tidak berlebihan (sebatas agar wajah tidak mengkilap). Wallahu a’lam
Fenomena bedak make up untuk pentas barangkali masih bisa dilacak batas perbedaannya. Yang lebih ambigu adalah trend pria metroseksual beberapa tahun silam dimana pria tipe ini suka/gemar memperhatikan menariknya penampilan tubuh dengan pergi ke salon, tempat perawatan tubuh, memakai sejumlah alat kosmetik, dll. Potret atas hal ini menjadi sorotan dalam bahtsu masail LBM Lirboyo Mei 2012 dengan deskripsi masalah:
Trend Pria MetroseksualTampil menawan dan tebar pesona kini tidak lagi melulu menjadi idaman kaum wanita. Bagi sebagian laki-laki masa kini terutama yang imut atau baby face, hal itu sepertinya telah menjadi kebutuhan primer. Para pria yang dikenal dengan pria metroseksual memiliki kecenderungan untuk merawat tubuh dan menambah daya tariknya dengan kosmetik serta aneka paket perawatan tubuh lain. Akhirnya, Pria yang dulu identik dengan cuek, kini mulai terjangkiti ”penyakit” bersolek yang kadang bahkan melebihi wanita. Bagi pria metro, tumbuhnya satu jerawat dapat membuat mereka laksana kiamat.Menyadari perkembangan ini, mulai tumbuh salon khusus pria, majalah khusus pria, tempat perawatan tubuh khusus pria di mana mereka tidak malu-malu lagi untuk facial bahkan melakukan perawatan manicure pedicure. Tak ketinggalan, pihak produsen juga meluncurkan berbagai produk khusus lelaki baik make up, kosmetik, pembersih dan pelembab wajah, parfum, dan lain-lain. Untuk menarik minat konsumen, mereka sering mengeluarkan produk dengan spesifikasi segmen tertentu. Berbagai produk sering disertai dengan tulisan ”for man” ”for women”. Hal ini konon berdasarkan survey dan penelitian tentang kosmetik yang sesuai untuk jenis kulit tertentu atau hanya berdasarkan perbedaan aroma yang cenderung memilah antara kaum maskulin dan feminin (wanita cenderung diidentikkan dengan aroma lembut namun awet, sementara pria dikesankan identik dengan aroma keras dan menyengat) seperti dapat dilihat pada minyak wangi dan sabun. Meski belum bisa diuji kebenaran klaimnya karena terkesan bernuansa menarik konsumen, segmentasi ini membentuk opini publik dan menggiring mereka dalam memilih produk.Benar agama menganjurkan perawatan tubuh seperti memotong kuku, memakai minyak wangi dan anjuran-anjuran lain. Namun perlu diingat bahwa salah satu nilai dibalik keharaman sutera bagi lelaki adalah karena mengandung kelembutan (khunutsah) yang identik dengan kaum hawa, tak layak untuk keperkasaan (syahamah) seorang lelaki.
Pertanyaan :
- Bagaimana hukum pria melakukan berbagai sarana perawatan tubuh dan peningkatan daya tarik yang selama ini identik dengan gaya hidup kaum wanita ?
- Bagaimana hukum memakai kosmetik, parfum, dan berbagai sarana peningkatan daya tarik yang identik dengan jenis kelamin tertentu (baik karena segmentasi produsen atau unsur cenderung mengarah pada karakter kelamin seperti aroma atau warna pakaian) digunakan oleh jenis kelamin yang lain ?
Jawaban :
- Diperbolehkan sebatas tidak ada unsur-unsur yang diharamkan seperti tasyabbuh (menyerupai terhadap lawan jenis, orang-orang kafir dan orang fasiq), isrof (melebihi batas kewajaran), taghyir kholqillah (merubah bentuk alami) dan lain-lain.
- Hukumnya haram apabila terpenuhi unsur-unsur tasyabbuh yang diharamkan, seperti:- Barang-barang tersebut sampai saat ini digunakan khusus atau mayoritas wanita di daerah dimana ia tinggal.- Ada qoshdu (tujuan) untuk tasyabbuh dengan wanita pada barang-barang atau hal-hal yang masih digunakan atau dilakukan oleh kaum laki-laki maupun wanita. Atau dalam hal ucapan atau gerakan yang telah menjadi karakter yang menyerupai wanita. Sedangkan untuk hal-hal yang khusus atau mayoritas digunakan wanita tidak disyaratkan ada qoshdu. [Umam Zein].
وعباراتنا
حديث حاد وثلاثون لزيد بن أسلم مرسل مالك عن زيد بن أسلم عن عطاء بن يسار أنه أخبره قال كان رسول الله صلي الله عليه وسلم في المسجد فدخل رجل ثائر الرأس واللحية فأشار إليه رسول الله بيده أن أخرج كأنه يعني إصلاح شعر رأسه ولحيته ففعل الرجل ثم رجع قال رسول الله صلي الله عليه وسلم “أليس هذا خيرا من أن يأتي أحدكم ثائر الرأس كأنه شيطان” قوله في هذا الحديث “ثائر الرأس” يعني أن شعره مرتفع شعث غير مرجل وأصل الكلمة في اللغة الظهور والخبال ومنه أخذ الثائر والثورة ولا خلاف عن مالك أن هذا الحديث مرسل وقد يتصل معناه من حديث جابر وغيره. وفيه إباحة اتخاذ الشعر والوفرات والجمم لأنه لم يأمره بحلقه وفيه الحض على ترجيل شعر الرأس واللحية وكراهية إهمال ذلك والغفلة عنه حتى يتشعث ويسمج وهذا عندي أصل في إباحة التزين والتنظف كله ما لم يتشبه الرجل في ذلك بالنساء وإنما استثنيت ذلك لقول رسول الله صلي الله عليه وسلم “لعن الله المتشبهين من الرجال بالنساء والمتشبهات من النساء بالرجال” وهذا على العموم إلا أن يخصه عنه شيء صلي الله عليه وسلم فالتزين والتنظف مباح بهذا الحديث وغيره ما لم يكن إسرافا وتنعما وتشبها بالجبارين يدلك على ذلك قوله صلي الله عليه وسلم “البذاذة من الإيمان” وقد جاء عنه صلي الله عليه وسلم أنه نهى عن الترجل إلا غبا من حديث البصريين ومعناه والله أعلم على ما ذكرت وأما قوله في الحديث “كأنه شيطان” فهو محمول على المعروف من كلام العرب لأنها كانت تشبه ما استقبحت بالشيطان وإن كان لا يرى لما أوقع الله في نفوسهم من كراهيةالكتاب : التمهيد لما في الموطأ من المعاني والأسانيد ج5 ص50
الزينة واللباس : التعريف والترغيب فيهما والأنواع والأحكام (المباح والمستحب والحرام) التعريف والترغيب فيهما الزينة ما يتزين به وهي كل ما يضفى على الإنسان حسنا وبهجة أو هي اسم يقع على محلسن الخلق التي خلق الله وعلى ما يتزين به الإنسان من فضل لباس أو حلي وغير ذلك وقد تكون مشروعة وهي الخالية من الفتنة والإفساد أو النية الفاسدة وقد تكون غير مشروعة وهي الباعثة على الفتنة والفساد أو النية الخبيثة أو يشويها شيء من فساد النية قال الزمحشري في الكشاف الزينة ما تتزين به المرأة من حلي أو كحل والخضاب فلا بأس بإبدائه للأجانب وما خفي منها كالسوار والخلخال والدملج والقلادة والإكيل والوشح والقرط فلا تبديه إلا لهؤلاء المذكورين أي في آية المحارم من الأزواج والأولاد وبقية الأقارب المحرماتالكتاب : الأسرة المسلمة في العالم المعاصر ص253
وقد ضبط ابنُ دقيق العيد ما يحرُم التشبه بهن فيه بأنه ما كان مخصوصا بهن في جنسه وهيئته أو غالبا في زيهن وكذا يقال في عكسه نهاية قال ع ش ومن العكس ما يقع لنساء العرب من لُبس البشوت وحمل السكين على الهيئة المختصة بالرجال فيحرم عليهن ذلك وعلى هذا فلو اختصت النساء أو غلب فيهن زيٌّ مخصوص في إقليم وغلب في غيره تخصيصُ الرجال بذلك الزيِّ كما قيل إن نساء قرى الشام يتزيين بزي الرجال الذين يتعاطون الحصاد والزراعة ويفعلن ذلك فهل يثبت في كل إقليم ما جرت به عادة أهله أو ينظر لأكثر البلاد فيه نظر والأقرب الأول ثم رأيت في أن ابن حج نقلا عن الإسنوي ما يصرح به وعليه فليس ما جرت به عادة كثير من النساء بمصر الآن من لبس قطعة شاش على رؤوسهن حراما لأنه ليس بتلك الهيئة مختصا بالرجال ولا غالب فيهم فليتنبه له فإنه دقيق وأما ما يقع من إلباسهن ليلة جلائهن عمامة رجل فينبغي فيه الحرمة لأن هذا الزي مخصوص بالرجال اهـالكتاب : حواشي الشرواني ج3 ص26
فالحاصل أنه إن فعل ذلك بقصد التشبيه بهم في شعار الكفر كفر قطعا أو في شعار العبد مع قطع النظر عن الكفر لم يكفر ولكنه يأثم وإن لم يقصد التشبيه بهم أصلا ورأسا فلا شيء عليهالكتاب : الفتاوي الفقهية الكبري ج4 ص239
(من تشبه بقوم) أي تزيا في ظاهره بزيهم وفي تعرفه بفعلهم وفي تخلقه بخلقهم وسار بسيرتهم وهديهم في ملبسهم وبعض أفعالهم أي وكان التشبه بحق قد طابق فيه الظاهر الباطن (فهو منهم) وقيل المعنى من تشبه بالصالحين وهو من أتباعهم يكرم كما يكرمون ومن تشبه بالفساق يهان ويخذل كهم ومن وضع عليه علامة الشرف أكرم وإن لم يتحقق شرفه وفيه أن من تشبه من الجن بالحيات وظهر يصورتهم قتل وأنه لا يجوز الآن لبس عمامة زرقاء أو صفراء كذا ذكره ابن رسلان وبأبلغ من ذلك صرح القرطبي فقال لو خص أهل الفسوق والمجون بلباس منع لبسه لغيرهم فقد يظن به من لا يعرفه أنه منهم فيظن به ظن السوء فيأثم الظان والمظنون فيه بسبب العون عليه وقال بعضهم قد يقع التشبه في أمور قلبية من الاعتقادات وإرادات وأمور خارجية من أقوال وأفعال قد تكون عبادات وقد تكون عادات في نحو طعام ولباس ومسكنالكتاب : فيض القدير ج6 ص135
التشبه بين الجنسين: السؤال ما حكم الدين فى تشبه الرجال بالنساء وتشبه النساء بالرجال ؟الجواب روى البخارى وغيره عن ابن عباس رضى الله عنهما قال : لعن رسول اللّه صلى الله عليه وسلم المتشبهين من الرجال بالنساء ، والمتشبهات من النساء بالرجال .وروى أبو داود والنسائى وابن ماجه وابن حبان فى صحيحه عن أبى هريرة رضى الله عنه قال : لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم الرجل يلبس لبسة المرأة والمرأة تلبس لبسة الرجل .وروى أحمد والطبرانى أن عبد اللّه بن عمرو بن العاص رضى اللّه عنه رأى أم سعيد بنت أبى جهل متقلدة سيفا وهى تمشى مشية الرجال فقال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول “ليس منا من تشبه بالرجال من النساء، ولا من تشبه من النساء بالرجال ” .يؤخذ من هذه الأحاديث تحريم تشبه أحد من الجنسين بالجنس الآخر، ومحل الحرمة إذا تحقق أمران :أولهما : أن يكون التشبه مقصودا، بأن يتعمد الرجل فعل ما يكون من شأن النساء وأن تتعمد المرأة فعل ما يكون من شأن الرجال ، فإن هذا القصد فيه تمييع للخصائص أو إضعاف لها ، والواجب أن تكون خصائص كل جنس فيه قوية، فذلك تقسيم اللّه لخلقه وتنسيقه فيما أودع فى كل منهما من خصائص لمصلحة المجموعة البشرية ، أما مجرد التوافق بدون قصد وتعمد فلا حرج فيه ، فالناس بأجناسها تتفق فى أمور مشتركة كاستعمال أدوات الأكل وركوب الطائرات وما إلى ذلك .وهذا ما يعنيه لفظ “تشبه ” ففيه عمل وقصد، أما إذا انتفى القصد فيكون تشابها لا تشبُّها، ولا حرج فى التشابه فيما لم يقصد .والأمر الثانى :أن يكون التشبه فى شيء هو من خصائص الجنس الآخر، والذى يحدد ذلك إما أن يكون هو الدين ، وإما أن يكون هو الطبع نفسه ، أى الجبلة التى خلق عليها الإنسان ، وإما أن يكون هو العرف والعادة، وكثير من التشبه يكون فى ذلك فى أول الأمر، حيث يوجد القصد والتعمد والإعجاب ، ثم بعد ذلك يصير شيئا مألوفا لا شذوذ فيه ، ولا يعد تشبها مذموماالكتاب : فتاوي الأزهر ج10 ص180
تشبه الرجال بالمرأة والمرأة بالرجال في اللباسسؤال: ما قولكم في الرجل يلبس إزار المرأة أو المرأة تلبس لباس الرجل أو تلبس بنطلون أو ثوبا مثل ثوب الرجل شكلا وصورة فهل ذلك كله داخل في الحديث لعن رسول الله صلي الله عليه وسلم الرجل يلبس لبسة المرأة والمرأة تلبس لبسة الرجل أو لا؟الجواب والله الهادي إلى الصواب أن اللباس الرجل الخاص به إذا لبسته المرأة وصارت بحيث أنها بسببه تشبه الرجل وقصدت التشبه به تكون داخلة فيما ورد في الحديث الوعيد الشديد وكذلك الرجل إذا لبس لباس المرأة الخاص بها بحيث يظهر أمام الناس كأنه إمرأة وقصد التشبه بذلك فإنه يدخل بالوعيد الشديد المذكور ففي الحديث الصحيح لعن رسول الله صلي الله عليه وسلم المتشبهين من الرجال بالنساء والمتشبهات م النساء بالرجال والله سبحان وتعالى أعلم حكملبس المرأة للبنطلونسؤال: ما قولكم في المرأة تلبس بنطلونا وثوبا طويلا فوقه يبلغ إلى ركبتها فالبنطلون يرى نصفه الأسفل فقط فهل ذلك داخل تحت قولهم يحرم على المرأة أ تلبس لباس الرجل وكذا عكسه أو لا؟الجواب أ ذلك لا يحرم على المرأة لبسه لأنه ليس خاصا للرجل وإنما يحرم عليها كشف عورتها أو بعض عورتها أمام الرجال الأجانب والله سبحانه وتعالى أعلم ما لم يكن شفافا أو ضيقا يظهر محاسن جسمها لأن ذلك يدخل تحت قوله عليه الصلاة والسلام كاسيات عاريات.الكتاب : قرة العين بفتاوي إسماعيل الزين ص233-232
وسئل رضي اللَّهُ عنه ونفع بعلومه وبركته عن فتخة الفضة المسماة عندنا بالحلقة هل يجوز للرجل لبسها أم لا لأنها ليست حينئذ داخلة في مسمى الخاتم لغة كما قاله ابن الملقن في العمدة قال ولم يجوزوا للرجل لبس شيء من حلي الفضة إلا الخاتم وليست هذه خاتما كما تقدم إهـ كلامه بمعناه لكن في نهاية ابن الأثير أن الحلقة خاتم بلا فص فسماها خاتما فما المعتمد في ذلك أفيدونا متع الله بكم المسلمينفأجاب فسح الله في مدته بقوله الذي يتجه جواز الحلقة المذكورة فقد صرح أصحابنا بأنه لا فرق في جواز لبس الخاتم بل ندبه للرجل بين ما له فص وما لا فص له فأفهم ذلك أن كلا مما له فص وما لا فص له يسمى عندهم خاتما وإن كان الخاتم لغة لا يطلق إلا على ما له فص فقد قال في الصحاح والفتخة بالتحريك حلقة من فضة لا فص فيها فإذا كان فيها فص فهي الخاتم إهـ فأفهم أن الحلقة غير الخاتم لغة فعلم بما تقرر من كلام الفقهاء واللغويين أن الخاتم عند الفقهاء لا يشترط فيه الفص وحينئذ فيكون كلامهم صريحا فيما ذكرته من جواز الحلقة المذكورة وزعم ابن الملقن ما ذكر عنه في السؤال يرده ما تقرر من أن عدم دخولها في مسمى الخاتم لغة لا يقتضي تحريمها لأن الأئمة صرحوا بحل ما لا فص له مع أنه لا يسمى خاتما لغة فعلم أنهم لم يريدوا بالخاتم في كلامهم الخاتم في اللغة بل ما هو أعم منه فاندفع نظره بلم يسم خاتما لغة وكأنه غفل عما ذكرته من أن الفقهاء يسمونه خاتما وإن لم يكن له فص واللغويين يخصون اسم الخاتم بما له فص على أنه قد يطلق على ما لا فص له اسم الخاتم أيضا كما يدل له كلام ابن الأثير المذكور في السؤال فإن قلت ينبغي تحريمها من جهة أخرى وهي كونها من شأن النساء وقد صرح الأئمة بأن التشبه بالنساء حرام وعكسه للحديث الصحيح لعن الله المتشبهين بالنساء من الرجال والمتشبهات من النساء بالرجال قلت إنما يحرم التشبه بهن بلبس زيهن المختص بهن اللازم في حقهن كلبس السوار والخلخال ونحوهما بخلاف لبس الخاتم بلا فص وهو الحلقة المذكورة فإنه ليس من شعارهن المختص بهن ويدل على ذلك قول الشافعي رضي الله عنه في الأم ولا أكره للرجل لبس اللؤلؤ إلا للأدب فإنه من زي النساء لا للتحريم قال في المجموع ردا على الرافعي الفاهم من هذا النص تبعا للشاشي أن التشبه بهن مكروه فقط وليس كما قالاه بل الصواب الحرمة وأما نصه في الأم فليس مخالفا لهذا لأن مراده أنه من جنس زي النساء لا أنه زي لهن مختص بهن لازم في حقهن إهـ وكذلك نقول الحلقة المذكورة إن سلم أنها زي لهن أي من جنس زيهن لا أنها بهن لازمة في حقهن وقد أخرج البخاري وغيره عن أنس أن النبي صلي الله عليه وسلم اتخذ خاتما من فضة فصه منه وفي صحيح مسلم أن فص خاتمه صلي الله عليه وسلم كان حبشيا قال النووي نقلا عن العلماء يعني كان حجرا حبشيا أي فصا من جزع أو عقيق فإن معدنهما بالحبشة واليمن إهـ ولا ينافيه هذه الرواية التي قبلها بإمكان الجمع بأنه صلي الله عليه وسلم كان له خاتمان من فضة أحدهما فصه منه والآخر فصه حبشي أي جزع أو عقيق وورد في التختم بالعقيق أحاديث منها أنه ينفي الفقر وأنه مبارك وأن من تختم به لم يزل ير خيرا وكلها لم يثبت منها شيء كما قاله الحفاظ وورد بسند ضعيف أن التختم بالياقوت الأصفر يمنع الطاعون وبما تقرر من أن الفص تارة يكون من الخاتم وتارة يكون من غيره مع قولهم السابق يجوز لبس الخاتم وإن لم يكن له فص يظهر ما مر من جواز لبس الحلقة المذكورة إذ لا يتصور شيء يلبس في الإصبع من الفضة ولبس فصه منه ولا من غيره يسمى خاتما وهو غير الحلقة المذكورة فليتأمل ذلك فإنه صريح واضح في الدلالة على ما ذكرته من حل الحلقة المذكورة على أن المتولي والغزالي في الفتاوى شذا فقالا لا يجوز للرجل التحلي بغير الخاتم من حلي الفضة كالسوار والدملج والطوق ونحوها لأنه لم يثبت في الفضة إلا تحريم الأواني وتحريم التشبه بالنساء إهـ وما قالاه ضعيف جدا فإن هذا من التشبه بالنساء كما صرح به الأصحاب وهو ظاهر والله سبحانه وتعالى أعلمالكتاب : الفتاوي الفقهية الكبري ج4 ص239
( باب في لباس النساء ) ( أنه لعن المتشبهات من النساء بالرجال الخ ) قال الطبري المعنى لا يجوز للرجال التشبه بالنساء في اللباس والزينة التي تختص بالنساء ولا العكس قال الحافظ وكذا في الكلام والمشي فأماهيئة اللباس فتختلف باختلاف عادة كل بلد فرب قوم لا يفترق زي نسائهم من رجالهم في اللبس لكن يمتاز النساء بالاحتجاب والاستتار وأما ذم التشبه بالكلام والمشي فمختص بمن تعمد ذلك وأما من كان ذلك من أصل خلقته فإنما يؤمر بتكلف تركه والإدمان على ذلك بالتدريج فإن لم يفعل وتمادى دخله الذم ولا سيما إن بدا منه ما يدل على الرضى به وأخذ هذا واضح من لفظ المتشبهين وأما إطلاق من أطلق كالنووي أن المخنث الخلقي لا يتجه عليه اللوم فمحمول على ما إذا لم يقدر على ترك التثني والتكسر في المشي والكلام بعد تعاطيه المعالجة لترك ذلك وإلا متى كان ترك ذلك ممكنا ولو بالتدريج فتركه بغير عذر لحقه اللوم انتهى قال المنذري وأخرجه البخاري والترمذي والنسائي وبن ماجه – إلى أن قال – ( لوين ) بالتصغير هو لقب محمد بن سليمان ( أن امرأة تلبس النعل ) أي التي يختص بالرجال فما حكمها ( لعن رسول الله g الرجلة ) بفتح الراء وضم الجيم وفتح اللام ( من النساء ) بيان للرجلة قال في النهاية إنه لعن المترجلات من النساء يعني اللاتي يتشبهن بالرجال في زيهم وهيأتهم فأما في العلم والرأي فمحمود وفي رواية لعن الرجلة من النساء بمعنى المترجلة ويقال امرأة رجلة إذا شبهت بالرجال في الرأي والمعرفة انتهىالكتاب : عون المعبود : ج11 ص105
وأفاد (1) أيضا أن التشبه معناه تعاطي الشحص ما صيره متشبها قصد التشبه أو لم يقصد . ألا ترى أنك إذا قلت فلان يتعلم كان معناه أنه فعل فعل المتعلمين وإن لم يقصد واحدا من ذينك. والحاصل إن صيغة التفعل لا يشترط فيها إلا قصج الفعل دون ما يترتب عليه وهو أمر بديهي عند من له أدنى خبرة بلسان العرب فاتضح قول الأئمة لا فرق في تحريم الخضاب بين أن يقصد به التشبه أو لا ووجه كون الخضاب فيه التشبه بالنساء أنهن يفعلنه تارة بقصد الزينة وتارة لكونه من زيهن الخاص بهن مع قطع النظر عن كونه زينة فالرجل إذا استعمله بأحد هذين القصدين كان متشبها بالنساء وكذا لو لم يقصد شيئا لأن ما كان زيينة بذاته أو من زي النساء الخاص بهن لا يحتاج إلى قصد التشبه فيه اهـ بزيادة(1) أي ابن حجر في كتابه شن الغارةالكتاب : حسن السير في بيان أحكام أنواع من التشبه بالغير للسيد محمد عوض الشريف الدمياطي ص3
ثم إن من أدلة الحرمة خبر الصحيحين وغيرهما من طرق كثيرة عن عائشة وابن عباس وغيرهما رضي الله تعالى عنهم أن النبي صلى الله تعالى عليه وسلم لعن المتشبهين من الرجال بالنساء والمتشبهات من النساء بالرجال قال في شعب الغارة معناه كما قاله النووي والمحب الطبري وغيرهما أنه لا يجوز لأحد الفريقين التشبه بالآخر فيما هو مختص به أي دائما أو غالبا من سيئة لباس أو زينة أو مشي أو كلام أو نحو ذلك كاللزي وبعض الصفات والحركات دون التشبه في أمور الخير نعم هيئة اللباس تختلف باختلاف المحال فرب قوم يستوي رجالهم ونساؤهم في لباس واحد وحينئذ فلا حرمة ومحل الحرمة فيمن تعمد التشبه بأن لم يكن ذلك له خلقة بل تكلف التخلق به في المشي والحركات والكلام ونحو ذلك الكتاب : حسن السير في بيان أحكام أنواع من التشبه بالغير للسيد محمد عوض الشريف الدمياطي ص6
فإن قلت قد ينافي ما تقرر من حرمة التشبه قول الفقهاء في محاسن الشريعة وجرى عليه الخطابي وصاحب البحر وغيرهما الاختيار أن لا تلبس المرأة البياض والفضة فيه من التشبه بالرجال وإن تغيره بما أمكن من زعفران قلت التشبه قد يكون في المختص بالجنس أو الغالب فيه وهذا هو الحرام كما مر وقد يكون في غير ذلك كأن يكون فيما يليق بالجنس الآخر وإن لم يغلب فيه ولا اختص به وهذا و الذي قد يكرهالكتاب : حسن السير في بيان أحكام أنواع من التشبه بالغير للسيد محمد عوض الشريف الدمياطي ص9
Wallahu A’lam.
Demikian, semoga bermanfaat.
Sumber tulisan ada disini.
Silahkan baca artikel terkait.