Pertanyaan: Bagaimana Hukum Mandi Telanjang Tanpa Pakaian Basahan?
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Saya mau tanya wajibkah kita mandi harus pakai basahan? terus kalau telanjang bulat hukumnya bagaimana? terimakasih.
[IrRull AL-Amiin].
Jawaban atas pertanyaan Hukum Mandi Telanjang Tanpa Pakaian Basahan
Wa’alaikum salam Wr. Wb.
Hukum mandi telanjang menurut Imam Bukhori dan Imam Ibnu Hajar boleh jika di tempat yang sepi dan lebih utama memakai penutup. Haram hukumnya menurut sebagian ulama’ Syafi’iyah, dan makruh hukmnya menurut pendahulunya ulama’ Dyafi’iyah dan juga yang lainnya.
بَاب مَنْ اغْتَسَلَ عُرْيَانًا وَحْدَهُ فِي الْخَلْوَةِ وَمَنْ تَسَتَّرَ فَالتَّسَتُّرُ أَفْضَلُ وَقَالَ بَهْزُ بْنُ حَكِيمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُ أَحَقُّ أَنْ يُسْتَحْيَا مِنْهُ مِنْ النَّاسِ
Bab Mandi Telanjang Seorang Diri Di Tempat Sepi, dan orang yang memakai basahan Namun Menutupi Diri (Menggunakan Kain Basahan) Lebih utama. Bahr bin hakim berkata dari ayahnya dari kakeknya dari nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda: “Lebih patut seseorang malu kepada Allah daripada malu kepada manusia” (HR. Al Bukhori).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ يَغْتَسِلُونَ عُرَاةً يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ وَكَانَ مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْتَسِلُ وَحْدَهُ فَقَالُوا وَاللَّهِ مَا يَمْنَعُ مُوسَى أَنْ يَغْتَسِلَ مَعَنَا إِلَّا أَنَّهُ آدَرُ فَذَهَبَ مَرَّةً يَغْتَسِلُ فَوَضَعَ ثَوْبَهُ عَلَى حَجَرٍ فَفَرَّ الْحَجَرُ بِثَوْبِهِ فَخَرَجَ مُوسَى فِي إِثْرِهِ يَقُولُ ثَوْبِي يَا حَجَرُ حَتَّى نَظَرَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ إِلَى مُوسَى فَقَالُوا وَاللَّهِ مَا بِمُوسَى مِنْ بَأْسٍ وَأَخَذَ ثَوْبَهُ فَطَفِقَ بِالْحَجَرِ ضَرْبًا فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَاللَّهِ إِنَّهُ لَنَدَبٌ بِالْحَجَرِ سِتَّةٌ أَوْ سَبْعَةٌ ضَرْبًا بِالْحَجَرِ
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW baginda bersabda: “Dahulu Bani Israel mandi telanjang, mereka saling melihat satu sama lain. Sementara Nabi Musa as mandi seorang diri. Orang-orang Bani Israel berkata:’Demi Allah, tidak ada yang mencegah Musa mandi bersama kita kecuali kerana dia mengidap penyaki aadar. ’ Suatu ketika Nabi Musa pergi mandi, baginda meletakkan pakaiannya di atas batu, lalu batu itu membawa lari pakaiannya. Maka Musa pun mengejarnya (batu itu), seraya berkata: ‘Hai batu, pakaianku!’. Akhirnya, orang-orang Bani Israel pun melihat Musa. Lalu mereka berkata: ‘Demi Allah, ternyata Musa tidak mengidap penyakit apa pun.’ Musa berjaya mengambil pakaiannya, lalu memukul batu tersebut dengan satu pukulan. Abu Hurairah berkata: “Demi Allah, bekas (pukulan) Nabi Musa pada batu itu sama dengan pukulan enam atau tujuh batu” (HR al bukhori).
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَيْنَا أَيُّوبُ يَغْتَسِلُ عُرْيَانًا فَخَرَّ عَلَيْهِ جَرَادٌ مِنْ ذَهَبٍ فَجَعَلَ أَيُّوبُ يَحْتَثِي فِي ثَوْبِهِ فَنَادَاهُ رَبُّهُ يَا أَيُّوبُ أَلَمْ أَكُنْ أَغْنَيْتُكَ عَمَّا تَرَى قَالَ بَلَى وَعِزَّتِكَ وَلَكِنْ لَا غِنَى بِي عَنْ بَرَكَتِكَ
Dari Abu Hurairoh dari Nabi shollallohu alaihi wasallam: “Sewaktu Nabi Ayyub AS. mandi dalam keadaan telanjang, tiba-tiba jatuhlah di depannya seekor belalang emas. Ayyub pun segera hendak mengambil kainnya, maka baginda pun dipanggil oleh Tuhannya, “Wahai Ayyub, bukankah engkau telah cukup kaya hingga tidak memerlukan lagi barang (belalang emas) yang kau lihat itu?”. Ujar Ayyub, “Benar wahai Tuhanku, tetapi aku tidak boleh mengabaikan keberkatan-Mu.”
Syarah shohih Bukhori oleh Imam Ibnu Hajar:
إن ظاهر حديث بهز يدل على أن التعري في الخلوة غير جائز مطلقا لكن استدل المصنف على جوازه في الغسل بقصة موسى وأيوب عليهما السلام ووجه الدلالة منه – على ما قال ابن بطال – أنهما ممن أمرنا بالاقتداء به وهذا إنما يأتي على رأي من يقول : شرع من قبلنا شرع لنا
Bertelanjang seorang diri secara mutlak (bukan bertujuan mandi) adalah tidak dibolehkan berdasarkan hadits daripada Bahz (yaitu hadis “Lebih patut seseorang malu kepada Allah daripada malu kepada manusia”.). Akan tetapi Al-Bukhari membolehkan mandi seorang diri tanpa pakaian berdalilkan kedua kisah Nabi Musa dan Ayyub. Cara mengambil hukum daripada kedua dalil tersebut adalah -berdasarkan perkataan Ibnu Battol-, bahwa kedua Nabi tersebut adalah termasuk Nabi yang kita diperintahkan untuk mengikutinya. Ini hanya berlaku bagi pendapat yang mengatakan bahwa syariat orang-orang sebelum juga adalah syariat bagi kita,
والذي يظهر أن وجه الدلالة منه أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قص القصتين ولم يتعقب شيئا منهما فدل على موافقتهما لشرعنا وإلا فلو كان فيهما شيء غير موافق لبينه فعلى هذا فيجمع بين الحديثين بحمل حديث بهز بن حكيم على الأفضل وإليه أشار في الترجمة ورجح بعض الشافعية تحريمه والمشهور عند متقدميهم كغيرهم الكراهة فقط .
Wajh dilalah yang jelas darinya adalah bahwa nabi shollallohu alaihi wasallam menceritakan kedua kisah tersebut dan tidak menjelaskan sesuatu setelahnya ini menunjukkan bahwa syare’at kedua nabi tersebut cocok dengan syare’at kita, jika tidak maka nabi akan menjelaskannya kepada kita, oleh sebab itulah imam bukhori mengumpulkan kedua hadis tersebut dan membawakan hadisnya bahz bin hakim sebagai yang lebih utama. Sebagian ulama Syafi’iyah mengunggulkan pendapat yang mengharamkannya, tapi pendapat yang masyhur dari ulama’ awalnya Syafi’iyah dan juga yang lainnya adalah sebatas makruh saja.
وجه الدلالة من حديث أيوب أن الله تعالى عاتبه على جمع الجراد ولم يعاتبه على الاغتسال عريانا فدل على جوازه
Wajh dilalah dari hadis tentang nabi ayyub bahwa sesungguhnya Allah ta’ala mencelanya sebab mau mengambil belalang dan tidak mencelanya sebab telanjang ketika mandi maka ini menunjukkan tentang bolehnya mandi dalam keadaan telanjang. [Fathul bari syarah shohih Bukhori].
Wallohu a’lam. Semoga bermanfaat.
[Mas Hamzah].
Sumber Baca Disini
Silahkan baca juga artikel terkait.