Pertanyaan: Bagaimana Hukum Qodlo Zakat Orang Yang Telah Meninggal?
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Apakah orang yang nisab zakat terus tidak mengeluarkan zakat. Zakatnya wajib diqodlo? Ketika mati terus tidak zakat tapi sudah nishob, wajib juga di qodlo zakat nya? Monggo petromaknya. Tidak sholat kan wajib bayar fidyah walaupun ada perselisihan dikalangan para ulama. Tidak puasa wajib bayar fidyah. Tidak berhaji diamanahkan (badal haji). Nah ini mengenaizakat.
Mengenai pembayaran qodlo zakat mayyit maupun qodlo sholat seandai nya ahli waris tidak mengetahui hitungan meninggalkan zakat maupun sholat juga puasa, bagaimana cara membayar nya? sedangkan ahli waris tahu kekayaan perusahaan nya sudah nishob dan pernah tau sering meninggalkan sholat maupun puasa, bagaimana cara ngitung nya?
[Aboe Khidir]
Jawaban atas pertanyaan Hukum Qodlo Zakat Orang Yang Telah Meninggal
Wa’alaikum salam Wr. Wb.
Semua kewajiban yang belum dilaksanaan sampai habis waktunya maka wajib qodlo’, bahkan bila hartanya hilang sebelum ia keluarkan padahal kewajiban sudah datang dan ia tunda tanpa udzur maka kewajiban tetap dalam tanggungan selamanya. Jika ia meninggal sebelum mengeluarkan zakatnya maka wajib diambil dari tirkahnya sebelum dibagi warisnya.
قال المصنف رحمه الله تعالى: ومن وجبت عليه الزكاة وتمكن من أدائها فلم يفعل حتى مات وجب قضاء ذلك من تركته لأنه حق مال لزمه في حال الحياة فلم يسقط بالموت كدين الآدميالمجموع شرح المهذب
Tetap wajib zakat diambilkan dari harta peninggalannya dan ahli warisnya yang bertugas membayar zakatnya. Lihat majmu syarah muhadzab juz 6 hal 226:
ﻓﻤﻦ ﻭﺟﺒﺖ ﻋﻠﻴﻪ ﺯﻛﺎﺓ ﻭﺗﻤﻜﻦ ﻣﻦ ﺃﺩﺍﺋﻬﺎ ﻓﻤﺎﺕ ﻗﺒﻞ ﺃﺩﺍﺋﻬﺎ ﻋﺼﻰ ﻭﻭﺟﺐ ﺇﺧﺮﺍﺟﻬﺎ ﻣﻦ ﺗﺮﻛﺘﻪ ﻉﻧﺪﻧﺎ ﺑﻼ ﺧﻼﻑ ، ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ ﺟﻤﻬﻮﺭ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ، ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ : ﺗﺴﻘﻂ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺑﺎﻟﻤﻮﺕ ، ﻭﻫﻮ ﻣﺬﻫﺐ ﻋﺠﻴﺐ ، ﻓﺈﻧﻬﻢ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ : ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺗﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺮﺍﺧﻲ ﻭﺗﺴﻘﻂ ﺑﺎﻟﻤﻮﺕ
Artinya: barang siapa yang punya kewajiban zakat dan bisa dimungkinkan membayarnya dan mati sebelum menunaikan zakatnya maka di a berdosa dan wajib dikeluarkan zakatnya dari harta peninggalannya menurut pendapat kita (syafi’i) dengan tanpa perbedaan pendapat diantara ulama’ dan ini juga pendapat mayoritas ulama’.
Berkata Imam Abu Hanifah gugur kewajiban zakat atasnya sebab kematiannya dan itu madzhab yang ajib (mencengangkan) mereka Hanafiyah berkata bahwa zakat wajib atasnya atas tarokhhiy (tidak harus seketika dibayar zakatnya) dan gugur sebab matinya.
Jawabannya Ditafshil sebagai berikut, yaitu:
- Apabila kewajiban si mayyit (orang yang dahulunya wajib zakat tapi tidak mengeluarkan hingga ia meninggal dunia, seperti maksud dalam soal) hanya berupa zakat saja, dan tidak ada kewajiban lain lagi yang harus ditanggung mayyit tersebut, maka ada dua pendapat :
- Menurut jumhurul ulama’ (Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanbaliyah) harus meng-qodlo’ zakat yang diwajibkan atasnya sebelum dia meninggal dunia)
- Menurut madzhab Hanafiyah, tidak wajib di-qodlo’, sebab kewajiban zakat gugur dengan kematian.
- Apabila kewajiban si mayyit masih terdapat hak adamiy (berarti masih mempunyai dua kewajiban, yaitu hutang adamiy dan kewajiban mengeluarkan zakat), dan harti peninggalannya ternyata tidak memungkinkan untuk memenuhi kedua kewajiban itu, maka dalam konteks ini ada tiga pendapat, yaitu:
- Pendapat pertama, mendahulukan kewajiban zakatnya terlebih dahulu.
- Pendapat kedua, mendahulukan kewajiban hutang adamiy-nya terlebih dahulu.
- Dibagi antara dua kewajiban tersebut.
Referensi:
التنبية في الفقه الشافعي : 1/61
وان مات بعد وجوب الزكاة عليه قضى ذلك من تركته وان كان هناك دين آدمي ففيه ثلاثة أقوال: أحدها يقدم الزكاة والثاني تقدم الدين والثالث يقسم بينهما
Pengertiannya: “Apabila seseorang meninggal dunia setelah ia berkewajiban mengeluarkan zakat, maka wajib baginya meng-qodlo’ dari tirkahnya (harta peninggalannya). Jika dalam harta peninggalan itu terdapat hak adami, maka mengenai kewajiban zakatnya ada tiga pendapat. Pertama, tetap mendahulukan zakat. Kedua, mendahulukan kewajiban terhadap orang lain (semisal hutang, dlsb). Ketiga, dibagi antara dua kewajiban itu.”
المهذب في فقة الإمام الشافعي : 1/321فصل: ومن وجبت عليه الزكاة وتمكن من أدائها فلم يفعل حتى مات وجب قضاء ذلك من تركته لأنه حق مال لزمه في حال الحياة فلم يسقط بالموت كدين الآدمي فإن اجتمع مع الزكاة دين آدمي ولم يتسع المال للجميع ففيه ثلاثة أقوال: أحدها يقدم دين الآدمي لأنه مبناه على التشديد والتأكيد وحق الله تعالى مبني على التخفيف ولهذا لو وجب عليه قتل قصاص وقتل ردة فدم قتل القصاص والثاني تقدم الزكاة لقوله صلى الله عليه وسلم في الحج “فدين الله عز وجل أحق أن يقضى” والثالث أنه يقسم بينهما لأنهما تساويا في الوجوب فتساويا في القضاء وبالله التوفيق.
Pengertiannya: “Barang siapa yang wajiba zakat atasnya, dan dia memungkinkan menunaikan zakatnya itu, namun ia tidak menunaikannya hingga ia meninggal dunia, maka wajib baginya men-qodlo’ dengan diambilkan dari tirkahnya. Sebab hal itu merupakan hak sebuah harta yang wajib atas orang tersebut semasa ia hidup. Sehingga kewajiban itu tidak gugur seiring dengan kematiannya, sama halnya dengan hutang yang bersifat adamiy.
Namun apabila berkumpul antara kewajiban zakat yang ditinggalkan semaasa hidupnya dengan hutang adamiy, sedang hartanya tidak memungkinkan menunaikan semua kewajibannya itu, maka dalam konteks ini ada tiga pendapat ulama. Pertama, lebih mendahulukan hutang adamiy. Sebab urusan hutang itu dibangun diatas desakan dan pengokohan, sedang hak Allah ta’ala (dalam hal ini yaitu penunaian zaktnya) itu di bangun atas dasar peringanan. Oleh karena itu, maka ketika seseorang terkena kewajiban qishosh, dan di sisi lain terkena kewajiban dibunuh karena murtad, maka yang didahulukan adalah pembunuhan karena faktor qoshosh.
Pendapat kedua, mendahulukan kewajiban zakat, karena bertendensi pada Sabda Rosulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai haji. Sabda beliau : “Maka hutang yang terkait dengan Allah lebih berhak untuk didahulukan”. Pendapat ketiga adalah membagi harta peninggalan itu untuk kedua keperluan kewajiban ini, yaitu pemenuhan zakat yang ditinggalkan, dan pemenuhan hutangnya. Sebab kedua hal tersebut merupakan hal yang sama-sama menjadi kewajiban untuk dipenuhi.”
المجموع شرح المهذب : 6231/232(أَمَّا) حكم الفصل فَمَنْ وَجَبَتْ عَلَيْهِ زَكَاةٌ وَتَمَكَّنَ مِنْ أَدَائِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَدَائِهَا عَصَى وَوَجَبَ إخْرَاجُهَا مِنْ تَرِكَتِهِ عِنْدَنَا بِلَا خِلَافٍ وَبِهِ قَالَ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ. وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ تَسْقُطُ عَنْهُ الزَّكَاةُ بِالْمَوْتِ وَهُوَ مَذْهَبٌ عَجِيبٌ فَإِنَّهُمْ يَقُولُونَ الزَّكَاةُ تَجِبُ عَلَى التَّرَاخِي وَتَسْقُطُ بِالْمَوْتِ وَهَذَا طَرِيقٌ إلَى سُقُوطِهَا
Pengertiannya: “Produk hukum dalam pasal ini (seperti yang menjadi redaksi kitab matannya, yaitu Al-Muhadzdzab) bahwa barang siapa yang wajib zakat atas dirinya, sedang ia memungkinkan mengeluarkan zakatnya itu (semasa dia hidup). Namun kemudian ia meninggal dunia sebelum mengeluarkan zakatnya itu, maka berarti ia telah bermaksiat. Dan wajib mengeluarkan zakatnya dengan diambilkan dari tirkat yang ditinggalkannya.
Demikian pendapat kalangan Kami (syafi’iyah) tanpa ada perselisihan. Dan pendapat inipun menjadi pendapat yang diakui oleh jumhurul ulama’ (madzhab Malikiyah, Syafi’iyah dan hanbaliyah). Namun Al-Imam Abi Hanifah berpendapat bahwa kewajiban tersebut digugurkan sebab kematian. Ini merupakan pendapat yang sangat mencengangkan, sebab mereka berpendapat bahwa wajib mengeluarkan zakat secara cepat (begitu sudah wajib zakat maka tak boleh menundanya). Dan ternyata hal ini digugurkan sebab kematian. Berarti kematian menjadi jalan tidak wajibnya zakat menurut madzhab ini.”. Wallohu a’lam.
Wallohu a’lam. Semoga bermanfaat.
[April Lathifa, Ubaid Bin Aziz Hasanan, Gamar Leyl Elghazaly].
Sumber Baca Disini
Silahkan baca juga artikel terkait.