Inilah Kisah Bal’am Bin Ba’uro

Inilah Kisah Bal’am Bin Ba’uro

Pertanyaan: Benarkah adanya Kisah Bal’am Bin Ba’uro?

Assalamualaikum Wr. Wb.

Langsung saja. Request cerita tentang Bal’am, benar tidak ceritanya?.  Terima kasih.

Bacaan Lainnya

[Ehan D’Some]

Jawaban atas Pertanyaan Kisah Bal’am Bin Ba’uro

Wa’alaikumsalam Wr. Wb.

Berikut Tafsir Surat Al-A’raf, ayat 175-177:

{وَاتْلُ  عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا  فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا  لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ  هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ  أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا  بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176) سَاءَ  مَثَلا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا  يَظْلِمُونَ (177) }

Dan bacakanlah kepada mereka berita  orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan  tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu,  lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia  termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki,  sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi  dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah,  maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu meng­halaunya diulurkannya  lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).

Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.  Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.  Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami,  dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.

Abdur  Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, dari Al-A’masy dan  Mansur, dari Abud Duha, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas’ud RA.  sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bacakanlah kepada mereka berita  orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan  tentang isi Al­ Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu.  (Al-A’raf: 175), hingga akhir ayat. Dia adalah seorang lelaki dari  kalangan Bani Israil, dikenal dengan nama panggilan Bal’am ibnu Ba’ura.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Syu’bah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, dari Mansur, dengan sanad yang sama. Sa’id ibnu Abu Arubah mengatakan dari Qatadah, dari Ibnu Abbas, bahwa telaki tersebut bernama Saifi ibnur Rahib.

Qatadah  mengatakan, Ka’b pernah menceritakan bahwa dia adalah seorang telaki  dari kalangan penduduk Al-Balqa, mengetahui tentang Ismul Akbar, dan  tinggal di Baitul Maqdis dengan orang-orang yang angkara murka. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA. bahwa dia adalah seorang lelaki  dari kalangan penduduk negeri Yaman, dikenal dengan nama Bal’am; ia  dianugerahi pengetahuan tentang isi Al-Kitab, tetapi ia meninggalkannya.

Malik  ibnu Dinar mengatakan bahwa orang itu adalah salah seorang ulama Bani  Israil, terkenal sebagai orang yang mustajab doanya; mereka datang  kepadanya di saat-saat kesulitan. Kemudian Nabi Musa AS. mengutusnya ke  raja negeri Madyan untuk menyerukan agar menyembah Allah. Tetapi Raja  Madyan memberinya sebagian dari wilayah kekuasa­annya dan memberinya  banyak hadiah. Akhirnya ia mengikuti agama raja dan meninggalkan agama  Nabi Musa AS.

Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan  dari Husain, dari Imran ibnul Haris, dari Ibnu Abbas, bahwa orang  tersebut adalah Bal’am ibnu Ba’ura. Hal yang sama telah dikatakan oleh  Mujahid dan Ikrimah. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul  Aziz, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Mugirah, dari Mujahid,  dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang tersebut bernama Bal’am.  Sedangkan menurut Saqif, dia adalah Umayyah ibnu Abu Silt.

Syu’bah  telah meriwayatkan dari Ya’la ibnu Ata, dari Nafi’ ibnu Asim, dari  Abdullah ibnu Amr sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bacakanlah  kepada mereka berita orang yang telah Kami beri­kan kepadanya ayat-ayat  Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab). (Al-A’raf: 175), hingga akhir  ayat. Bahwa dia adalah teman kalian sendiri, yaitu Umayyah ibnu Abu  Silt.

Hal ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur  dari Abdullah ibnu Amr, dan predikat sanadnya sahih sampai kepadanya. Seakan-akan ia hanya bermaksud bahwa Umayyah ibnu Abus Silt mirip dengan  orang yang disebutkan dalam ayat ini, karena sesungguhnya ia telah  banyak menerima ilmu syariat-syariat terdahulu, tetapi tidak dimanfaatkannya.

Dia sempat menjumpai masa Nabi SAW. dan telah sampai  kepadanya tanda-tanda, alamat-alamat, dan mukjizat-mukjizatnya, sehingga  tampak jelas bagi semua orang yang mempunyai pandangan mata hati.  Tetapi sekalipun menjumpainya, ia tidak juga mau mengikuti agamanya,  bahkan dia berpihak dengan orang-orang musyrik dan membantu serta memuji  mereka. Bahkan dia mengungkapkan rasa (bela sungkawa dalam bentuk  syair)nya atas kematian kaum musyrik yang gugur dalam Perang Badar, hal  ini ia ungkapkan dengan bahasa yang berparamasastra; semoga Allah  melaknatnya.

Di  dalam sebagian hadis disebutkan bahwa dia termasuk orang yang lisannya  beriman, tetapi hatinya tidak beriman alias munafik; karena sesungguhnya  dia mempunyai banyak syair yang mengandung makna ketuhanan, kata-kata  bijak, dan fasih, tetapi Allah; tidak melapangkan dadanya untuk masuk Islam.

Ibnu  Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayah­ku, telah  menceritakan kepada kami Ibnu Abu Namir, telah menceritakan kepada kami  Sufyan, dari Abu Sa’id Al-A’war, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas  sehubungan dengan makna firman-Nya:

Dan bacakanlah kepada mereka berita  orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan  tentang isi Al ­Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu  (Al-A’raf: 175)

Bahwa dia adalah seorang lelaki yang dianugerahi tiga  doa mustajab, dan ia mempunyai seorang istri yang memberinya seorang anak laki-laki. Lalu istrinya berkata, “Berikanlah sebuah doa darinya  untukku.” Ia menjawab, “Saya berikan satu doa kepadamu, apakah yang kamu  kehendaki?” Si istri menjawab, “Berdoalah kepada Allah semoga Dia  menjadikan diriku wanita yang tercantik di kalangan Bani Israil.” Maka  lelaki itu berdoa kepada Allah, lalu Allah menjadikan istrinya seorang wanita yang tercantik di kalangan kaum Bani Israil.

Setelah si istri  mengetahui bahwa dirinyalah yang paling cantik di kalangan mereka tanpa  tandingan, maka ia membenci suaminya dan menghendaki hal yang lain.  Akhirnya si lelaki berdoa kepada Allah agar menjadikan istrinya seekor  anjing betina, akhirnya jadilah istrinya seekor anjing betina.

Dua doanya telah hilang. Kemudian datanglah anak-anaknya, lalu mereka  mengatakan, “Kami tidak dapat hidup tenang lagi, karena ibu kami telah  menjadi anjing betina sehingga menjadi cercaan orang-orang. Maka  doakanlah kepada Allah semoga Dia mengembalikan ibu kami seperti  sediakala.” Maka lelaki itu berdoa kepada Allah, lalu kembalilah ujud istrinya seperti keadaan semula. Dengan demikian, ketiga doa yang  mustajab itu telah lenyap darinya, kemudian wanita itu diberi nama Al  Basus. Asar ini gharib.

Adapun asar yang termasyhur yang  melatarbelakangi turunnya ayat yang mulia ini hanyalah menceritakan  perihal seorang lelaki di masa dahulu, yaitu di zaman kaum Bani Israil,  seperti yang telah disebutkan oleh Ibnu Mas’ud dan lain-lainnya dari  kalangan ulama Salaf. Ali ibnu Abu Talhah telah  meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia adalah seorang lelaki dari kota  orang-orang yang gagah perkasa, dikenal dengan nama Bal’am. Dia  mengetahui Asma Allah Yang Mahabesar.

Abdur Rahman ibnu  Zaid ibnu Aslam dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf mengatakan  bahwa doa lelaki tersebut mustajab; tidak sekali-kali ia memohon sesuatu  kepada Allah, melainkan Allah mem­berikan kepadanya apa yang dimintanya  itu. Tetapi pendapat yang sangat jauh dari kebenaran  bahkan sangat keliru ialah yang mengatakan bahwa lelaki itu telah  diberi kenabian, lalu ia melepaskan kenabian itu. Demikianlah menurut  riwayat Ibnu Jarir, dari sebagian di antara mereka (ulama), tetapi tidak  sahih.

 

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu  Abbas bahwa ketika Nabi Musa dan orang-orang yang bersamanya turun  istirahat di tempat mereka (yakni negeri orang-orang yang gagah  perkasa), maka Bal’am (yang bertempat tinggal di negeri itu) kedatangan  anak-anak pamannya dan kaumnya. Lalu mereka berkata, “Sesungguhnya Musa  adalah seorang lelaki yang sangat perkasa dan mempunyai bala tentara  yang banyak. Sesungguhnya dia jika menang atas kita, niscaya dia akan  membinasakan kita. Maka berdoalah kepada Allah, semoga Dia mengusir Musa  dan bala tentaranya dari kita. Bal’am menjawab, “Sesungguhnya jika aku  berdoa kepada Allah memohon agar Musa dan orang-orang yang bersamanya  dikembalikan, niscaya akan lenyaplah dunia dan akhiratku.” Mereka terus  mendesaknya hingga akhirnya Bal’am mau berdoa. Maka Allah melucuti apa  yang ada pada dirinya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya:  kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh  setan (sampai ia tergoda). (Al-A’raf: 175), hingga akhir ayat.

As-Saddi  mengatakan bahwa setelah selesai masa empat puluh tahun, seperti apa  yang disebutkan di dalam firman Nya: maka sesungguhnya negeri ini  diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun. (Al-Maidah: 26) Maka  Allah mengutus Yusya’ ibnu Nun sebagai seorang nabi, lalu Yusya’ menyeru  kaum Bani Israil (untuk menyembah Allah) dan memberitahukan kepada  mereka bahwa dirinya adalah seorang nabi, dan Allah telah  memerintahkannya agar memerangi orang-orang yang gagah perkasa. Lalu  mereka berbaiat kepadanya dan mempercayainya Kemudian ada seorang lelaki  dari kalangan Bani Israil yang dikenal dengan nama Bal’am berangkat dan  menemui orang-orang yang gagah perkasa. Dia adalah orang yang  mengetahui tentang Ismul A’zam yang rahasia (apabila dibaca, maka semua permintaannya dikabulkan seketika). Tetapi ia kafir dan berkata kepada  orang-orang yang gagah perkasa, “Janganlah kalian takut kepada Bani  Israil. Karena sesungguh­nya jika kalian berangkat untuk memerangi  mereka, maka saya akan mendoakan untuk kehancuran mereka, dan akhirnya  mereka pasti hancur.” Bal’am hidup di kalangan mereka dengan mendapatkan  semua perkara duniawi yang dikehendakinya, hanya saja dia tidak dapat  berhubungan dengan wanita karena wanita orang-orang yang gagah perkasa  itu terlalu besar baginya. Maka Bal’am hanya dapat menggauli keledainya.  Kisah inilah yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: kemudian  dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu (Al-A’raf: I75) Firman Allah SWT:

{فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ}

lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda). (Al-A’raf: 175)

Artinya,  setan telah menguasai dirinya dan urusannya; sehingga apabila setan  menganjurkan sesuatu kepadanya, ia langsung mengerjakan dan menaatinya.  Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

{فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ}

makajadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. (Al-A’raf: 175)

Ia termasuk orang-orang yang binasa, bingung, dan sesat.

Sehubungan  dengan makna ayat ini terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh  Al-Hafiz Abu Ya’la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya. Disebutkan  bahwa:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا  مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ، عَنِ الصَّلْتِ بْنِ بَهْرام، حَدَّثَنَا  الْحَسَنُ، حَدَّثَنَا جُنْدُب الْبَجَلِيُّ في هذا المسجد؛ أن حذيفة -يعني  بن الْيَمَانِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -حَدَّثَهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ  اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: “أن مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ  رجُل قَرَأَ الْقُرْآنَ، حَتَّى إِذَا رُؤِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ  وَكَانَ رِدْء الْإِسْلَامِ اعْتَرَاهُ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ، انْسَلَخَ  مِنْهُ، وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ،  وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ”. قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا  أَوْلَى بِالشِّرْكِ: الْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي؟ قَالَ: “بَلِ  الرَّامِي”.

Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu  Marzuq, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakar, dari  As-Silt ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, telah  menceritakan kepada kami Jundub Al-Jabali di masjid ini; Huzaifah ibnul  Yaman RA. pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah SAW. telah  bersabda: Sesungguhnya di antara hal yang saya takutkan terhadap kalian  ialah seorang lelaki yang pandai membaca Al-Qur’an, hingga manakala  keindahan Al-Qur’an telah dapat diresapinya dan Islam adalah sikap dan  perbuatannya, lalu ia tertimpa sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, maka  ia melepaskan diri dari Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an ia lemparkan di belakang punggungnya (tidak diamalkannya), lalu ia menyerang tetangganya  dengan senjata dan menuduhnya telah musyrik. Huzaifah ibnul Yaman  bertanya, “Wahai Nabi Allah, manakah di antara keduanya yang lebih  musyrik, orang yang dituduhnya ataukah si penuduhnya?” Rasulullah Saw.  menjawab, “Tidak, bahkan si penuduhlah (yang lebih utama untuk dikatakan  musyrik).” Sanad hadis ini berpredikat jayyid. As-Silt  ibnu Bahram termasuk ulama siqah dari kalangan penduduk Kufah, dia tidak  pernah dituduh melakukan sesuatu hal yang membuatnya cela selain dari  Irja (salah satu aliran dalam mazhab tauhid). Imam Ahmad ibnu Hambal  menilainya siqah, demikian pula Yahya ibnu Mu’in dan lain-lainnya.

Firman Allah Swt.:

{وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ}

Dan  kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan  ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa  nafsunya yang rendah. (Al-A’raf: 176).

Sedangkan firman Allah Swt.:

{وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا}

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu. (Al-A’raf: 176)

Maksudnya, niscaya Kami mengangkatnya dari pencemaran kekotoran duniawi dengan ayat-ayat yang telah Kami berikan kepadanya.

{وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ}

Tetapi dia cenderung kepada dunia. (Al-A’raf: 176).

Yakni  cenderung kepada perhiasan kehidupan dunia dan kegemerlapannya. Dia  lebih menyukai kelezatan, kenikmatan, dan bujuk rayunya. Dia teperdaya  oleh kesenangan duniawi sebagaimana teperdaya orang-orang yang tidak mempunyai pandangan hati dan akal.

Abu Rahawaih telah  mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi dia cenderung  kepada dunia (Al-A’raf: 176) Bahwa setan menampakkan dirinya kepada dia  di atas ketinggian sebuah jembatan di Banias, lalu keledai yang  dinaikinya bersujud kepada  Allah, tetapi dia sendiri (yakni Bal’am)  sujud kepada setan itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman  ibnu Jubair ibnu Mafir dan ulama lainnya yang bukan hanya seorang.

Imam  Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan bahwa, kisah yang menyangkut lelaki  ini antara lain ialah apa yang telah diceritakan kepada kami oleh  Muhammad ibnu Abdul A’la. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada  kami Al-Mu’tamir, dari ayahnya yang ditanya mengenai makna ayat ini,  yaitu firman-Nya:

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah  Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi  Al ­Kitab). (Al-A’raf: 175)

Maka ayahnya menceritakan kisah yang pernah  ia terima dari Sayyar, bahwa dahulu kala ada seorang lelaki yang dikenal dengan nama Bal’am. Bal’am adalah orang yang doanya dikabulkan.  Kemudian Nabi Musa berangkat dengan pasukan kaum Bani Israil menuju  negeri tempat Bal’am berada, atau negeri Syam. Lalu penduduk negeri  tersebut merasa sangat takut dan gentar terhadap Musa AS.

Maka mereka  mendatangi Bal’am dan mengatakan kepadanya, “Doakanlah kepada Allah  untuk kehancuran lelaki ini (yakni Nabi Musa AS) dan bala tentaranya.”  Bal’am menjawab, “Tunggulah sampai aku meminta saran dari Tuhanku, atau  aku diberi izin oleh-Nya.” Bal’am meminta saran dari Tuhannya dalam  doanya yang memohon untuk kehancuran Musa dan pasukannya. Maka dijawab,

“Janganlah kamu mendoakan buat kehancuran mereka, karena sesungguhnya  mereka adalah hamba-hamba-Ku, dan di antara mereka terdapat nabi  mereka.”

Maka Bal’am melapor kepada kaumnya, “Sesungguhnya aku telah  meminta saran kepada Tuhanku dalam doaku yang memohon untuk kehancuran  mereka, tetapi aku dilarang melakukannya. Maka mereka memberikan suatu  hadiah kepada Bal’am dan Bal’am menerimanya. Kemudian mereka kembali  kepada Bal’am dan mengata­kan kepadanya, “Doakanlah untuk kehancuran  mereka,” Bal’am menjawab, ‘Tunggulah, aku akan meminta saran kepada  Tuhanku.” Lalu Bal’am meminta saran Kepada Nya, ternyata Dia tidak  memerintahkan  sesuatu pun kepadanya. Maka Bal’am berkata (kepada  kaumnya), “Sesungguhnya aku telah meminta saran kepada Tuhanku, tetapi  Dia tidak memerintahkan sesuatu pun kepadaku.” Kaumnya berkata,  “Sekiranya Tuhanmu tidak suka engkau mendoa­kan untuk kehancuran mereka, niscaya Dia akan melarangmu pula sebagaimana Dia melarangmu pada  pertama kalinya.” Bal’am terpaksa berdoa untuk kebinasaan mereka.

Tetapi  apabila ia mendoakan untuk kehancuran mereka (Musa dan pasukannya),  maka yang terucapkan oleh lisannya justru mendoakan untuk kehancuran  kaumnya.

Dan apabila ia mendoakan untuk kemenangan kaumnya, justru lisannya  mendoakan untuk kemenangan Musa dan pasukannya atau hal yang semacam  itu, seperti apa yang dikehendaki oleh Allah. Maka kaumnya berkata,  “Kami tidak melihatmu berdoa melainkan hanya untuk  kehancuran kami.” Bal’am menjawab, “Tiada yang terucap­kan oleh lisanku melainkan hanya itu.

Sekiranya aku tetap mendoakan untuk kehancurannya,  niscaya aku tidak diperkenankan. Tetapi aku akan menunjukkan kepada  kalian suatu perkara yang mudah-mudahan dapat menghancurkan mereka. Sesungguhnya Allah murka terhadap perbuatan zina, dan sesungguhnya jika  mereka terjerumus ke dalam perbuatan zina, niscaya mereka akan binasa;  dan aku berharap semoga Allah membinasakan mereka melalui jalan ini.”  Bal’am melanjutkan ucapannya, “Karena itu, keluarkanlah kaum wanita  kalian untuk menyambut mereka.

Sesungguhnya mereka adalah kaum yang  sedang musafir, mudah-mudahan saja mereka mau berzina sehingga binasalah  mereka.” Kemudian mereka melakukan hal itu dan mengeluarkan kaum wanita  mereka menyambut pasukan Nabi Musa AS. Tersebutlah bahwa raja mereka  mempunyai seorang anak perempuan, perawi menyebutkan perihal kebesaran tubuhnya yang kenyataannya hanya Allah yang mengetahuinya.

Lalu ayahnya  atau Bal’am berpesan kepadanya, “Janganlah engkau serahkan dirimu selain  kepada Musa.” Akhirnya pasukan Bani Israil terjerumus ke dalam  perbuatan zina. Kemudian datanglah kepada wanita tadi seorang pemimpin  dari salah satu kabilah Bani Israil yang menginginkan dirinya.

Maka  wanita itu berkata, “Saya tidak mau menyerahkan diri saya selain kepada  Musa.” Pemimpin suatu Kabilah menjawab “Sesungguhnya kedudukanmu adalah  anu dan anu, dan keadaanku anu dan anu.” Akhirnya si wanita mengirim  utusan kepada ayahnya meminta saran darinya. Maka ayahnya berkata  kepadanya, “Serahkanlah dirimu kepadanya.” Lalu pemimpin kabilah itu  menzinainya. Ketika mereka berdua sedang berzina, datanglah seorang  lelaki dari Bani Harun seraya membawa tombak, lalu menusuk keduanya.

Allah memberinya kekuatan yang dahsyat sehingga keduanya menjadi satu  tersatukan oleh tombaknya, kemudian ia mengangkat keduanya dengan  tombaknya itu, sehingga semua orang melihatnya. Maka Allah menimpakan  penyakit ta’un kepada mereka, sehingga matilah tujuh puluh ribu orang  dari kalangan pasukan Bani Israil.

Abul Mu’tamir  mengatakan, Sayyar telah menceritakan kepadanya bahwa Bal’am mengendarai  keledainya hingga sampai di suatu tempat yang dikenal dengan nama  Al-Ma’luli atau suatu jalan yang menuju Al-Ma’luli. Lalu Bal’am memukuli  keledainya, tetapi keledainya itu tidak mau maju, bahkan hanya berdiri  saja di tempat. Lalu keledai itu berkata kepadanya, “Mengapa engkau  terus memukuliku? Tidakkah engkau melihat apa yang ada di hadapanmu  ini?” Tiba-tiba setan menampakkan diri di hadapan Bal’am. Lalu Bal’am  turun dan bersujud kepada setan itu. Inilah yang disebutkan oleh firman  Allah SWT:

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami  berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al ­Kitab)  kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. (Al-A’raf: 175) sampai  dengan firman-Nya: agar mereka berpikir. (Al-A’raf: 176).

Demikianlah  yang diceritakan oleh Sayyar kepadaku, tetapi aku tidak tahu barangkali  di dalamnya kemasukan sesuatu dari kisah lainnya. Menurut  kami dia adalah Bal’am. Menurut suatu pendapat yaitu Bal’am Ibnu  Ba’ura, menurut pendapat lainnya Ibnu Ibr, dan menurut pendapat yang  lainnya dia adalah Ibnu Ba’ur ibnu Syahtum ibnu Qusytum ibnu Maab ibnu  Lut ibnu Haran, sedangkan menurut pendapat yang lainnya lagi adalah Ibnu  Haran ibnu Azar. Dia tinggal di suatu kampung yang berada di wilayah  Al-Balqa.

Ibnu Asakir mengatakan bahwa dialah orang yang  mengetahui Ismul A’zam, lalu ia murtad dari agamanya; kisahnya  disebutkan di dalam Al-Qur’an. Kemudian sebagian dari kisahnya adalah seperti yang telah disebutkan di atas, bersumberkan dari Wahb dan  lain-lainnya.

Muhammad ibnu lshaq ibnu Yasar telah  meriwayatkan dari Salim Abun Nadr; ia pernah menceritakan bahwa Musa  AS ketika turun di negeri Kan’an bagian dari wilayah Syam maka kaum  Bal’am datang menghadap kepada Bal’am dan mengatakan kepadanya, “Musa  ibnu Imran telah datang bersama dengan pasukan Bani Israil. Dia datang  untuk mengusir kita dari negeri kita dan akan membunuh kita, lalu  membiarkan tanah ini dikuasai oleh Bani Israil. Dan sesungguhnya kami  adalah kaummu yang dalam waktu yang dekat tidak akan mempunyai tempat  tinggal lagi, sedangkan engkau adalah seorang lelaki yang doanya  diperkenankan Tuhan. Maka keluarlah engkau dan berdoalah untuk  kehancuran mereka.” Bal’am menjawab,

“Celakalah kalian! Nabi Allah  ditemani oleh para malaikat dan orang-orang mukmin, maka mana mungkin  saya pergi mendoakan untuk kehancuran mereka, sedangkan saya mengetahui  Allah tidak akan menyukai hal itu?”

Mereka mengatakan kepada Bal’am,

“Kami tidak akan memiliki tempat tinggal lagi.”

Mereka terus-menerus  meminta dengan memohon belas kasihan dan berendah diri kepada Bal’am  untuk membujuknya.

Akhirnya Bal’am terbujuk. Lalu Bal’am menaiki keledai  kendaraannya menuju ke arah sebuah bukit sehingga ia dapat melihat  perkemahan pasukan kaum Bani Israil, yaitu Bukit Hasban. Setelah  berjalan tidak begitu jauh, keledainya mogok, tidak mau jalan. Maka  Bal’am turun dari keledainya dan memukulinya hingga keledainya mau  bangkit dan berjalan, lalu Bal’am menaikinya. Tetapi setelah berjalan  tidak jauh, keledainya itu mogok lagi, dan Bal’am memukulinya kembali,  lalu menjewer telinganya.

Maka secara aneh keledainya dapat berbicara  —memprotes tindakannya—seraya mengatakan, “Celakalah kamu. hai Bal’am,  ke manakah kamu akan pergi. Tidakkah engkau melihat para malaikat berada  di hadapanku menghalang-halangi jalanku? Apakah engkau akan pergi untuk  mendoakan buat kehancuran Nabi Allah dan kaum mukminin?” Bal’am tidak  menggubris protesnya dan terus memukulinya, maka Allah memberikan jalan  kepada keledai itu setelah Bal’am memukuli­nya. Lalu keledai itu  berjalan membawa Bal’am hingga sampailah di atas puncak Bukit Hasban, di  atas perkemahan pasukan Nabi Musa dan kaum Bani Israil.

Setelah ia  sampai di tempat itu, maka ia berdoa untuk kehancuran mereka. Tidak  sekali-kali Bal’am mendoakan keburukan untuk Musa dan pasukannya,  melainkan Allah memalingkan lisannya hingga berbalik mendoakan keburukan  bagi kaumnya. Dan tidak sekali-kali Bal’am mendoakan kebaikan buat  kaumnya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga mendoakan kebaikan  buat Bani Israil. Maka kaumnya berkata kepadanya, “Tahukah engkau, hai  Bal’am, apakah yang telah kamu lakukan? Sesungguhnya yang kamu doakan  hanyalah untuk kemenangan mereka dan kekalahan kami.”

Bal’am  menjawab, “Ini adalah suatu hal yang tidak saya kuasai, hal ini  merupa­kan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah.” Maka ketika itu  lidah Bal’am menjulur keluar sampai sebatas dadanya, lalu ia berkata  kepada kaumnya, “Kini telah lenyaplah dariku  dunia dan akhiratku, dan sekarang tiada jalan lain bagiku kecuali harus  melancarkan tipu muslihat dan kilah yang jahat. Maka aku akan  melancarkan tipu muslihat buat kepentingan kalian. Sekarang percantiklah  wanita-wanita kalian dan berikanlah kepada mereka berbagai macam barang  dagangan.

Setelah itu lepaskanlah mereka pergi menuju tempat perkemahan  pasukan Bani Israil untuk melakukan jual beli di tempat mereka, dan  perintahkanlah kepada kaum wanita kalian agar jangan sekali-kali ada  seorang wanita yang menolak bila dirinya diajak berbuat mesum dengan  lelaki dari kalangan mereka. Karena sesungguhnya jika ada seseorang dari  mereka berbuat zina, maka kalian akan dapat mengalahkan mereka.” Lalu  kaum Bal’am melakukan apa yang telah diperintahkan.

Ketika kaum wanita  itu memasuki perkemahan pasukan Bani Israil seorang wanita dari Kan’an  (kaum Bal’am) yang dikenal dengan nama Kusbati, anak perempuan pemimpin  kaumnya bersua dengan seorang lelaki dari kalangan pembesar kaum Bani  Israil. Lelaki tersebut bernama Zumri ibnu Syalum, pemimpin kabilah  Syam’un ibnu Ya’qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim.

Ketika Zumri melihat  Kusbati, ia terpesona oleh kecantikannya. Lalu ia bangkit dan memegang  tangan Kusbati, kemudian membawanya menghadap kepada Nabi Musa. Zumri  berkata, “Sesungguhnya aku menduga engkau akan mengatakan bahwa ini  diharamkan atas dirimu, janganlah kamu mendekatinya.” Musa AS. berkata,  “Dia haram bagimu!” Zumri menjawab, “Demi Allah, saya tidak mau tunduk  kepada perintahmu dalam hal ini.” Lalu Zumri membawa Kusbati masuk ke  dalam kemahnya dan menyetubuhinya. Maka Allah SWT. mengirimkan penyakit  ta’un kepada kaum Bani Israil di perkemahan mereka.

Pada saat Zumri ibnu  Syalum melakukan perbuatan mesum itu Fanhas ibnul Aizar ibnu Harun  —pengawal pribadi Musa— sedang tidak ada di tempat. Penyakit ta’un  datang melanda mereka, dan tersiarlah berita itu. Lalu Fanhas mengambil  tombaknya yang seluruhnya terbuat dari besi, kemudian ia memasuki kemah  Zumri yang saat itu sedang berbuat zina, lalu Fanhas menyate keduanya  dengan tombaknya. Ia keluar seraya mengangkat keduanya  setinggi-tingginya dengan tombaknya. Tombaknya itu ia jepitkan ke  lengannya dengan bertumpu ke bagian pinggangnya, sedangkan batangnya ia  sandarkan ke janggutnya. Dia (Fanhas) adalah anak pertama Al-Aizar.  Kemudian ia berdoa:

“Ya Allah, demikianlah pembalasan yang kami lakukan  terhadap orang yang berbuat durhaka kepada Engkau.”

Maka ketika itu juga  penyakit ta’un lenyap. Lalu dihitunglah orang-orang Bani Israil yang  mati karena penyakit ta’un sejak Zumri berbuat zina dengan wanita itu  hingga Fanhas membunuhnya, ternyata seluruhnya berjumlah tujuh puluh  ribu orang. Sedangkan menurut perhitungan orang yang meminimkan  jumlahnya dari kalangan mereka, dua puluh ribu jiwa telah melayang dalam  jarak waktu satu jam di siang hari.

Sejak saat itulah kaum Bani Israil  memberikan kepada anak-anak Fanhas dari setiap korban yang mereka  sembelih, yaitu bagian leher, kaki depan, dan janggut korbannya, serta  anak yang pertama dari ternak mereka dan yang paling disayangi, karena  Fanhas adalah anak pertama dari ayahnya yang bernama Al-Aizura.   Sehubungan dengan Bal’am ibnu Ba’ura ini, kisahnya disebutkan oleh Allah  SWT:

dan bacakanlah kepada mereka kisah orang yang telah Kami berikan  kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian  dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. ( Al-A’ raf: 175) sampai dengan  firman-Nya: agar mereka berpikir. (Al-A’raf: 176).

Adapun firman Allah SWT:

{فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ}

Maka  perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya  lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)-  (Al-A’raf: 176).

Para ahli tafsir berbeda pendapat  mengenai maknanya. Menurut teks Ibnu Ishaq, dari Salim, dari Abun Nadr,  lidah Bal’am terjulur sampai dadanya. Lalu dia diserupakan dengan anjing  yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut, yakni  jika dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap menjulurkan  lidahnya. Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud  ialah ‘Bal’am menjadi seperti anjing dalam hal kesesatannya dan keberlangsungannya di dalam kesesatan serta tidak adanya kemauan  memanfaatkan doanya untuk keimanan.

Perihalnya diumpamakan dengan anjing  yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut, jika  dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap menjulurkan  lidahnya tanpa ada perubahan. Demikian pula keadaan Bal’am, dia tidak  memanfaatkan pelajaran dan doanya buat keimanan; perihalnya sama dengan  orang yang tidak memilikinya.

Sama halnya dengan pengertian Yang terkandung di dalam Firman-Nya:

{سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ}

Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. (Al Baqarah: 6, Yasin: 10)

{اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ}

Kamu  memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka  (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh  puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada  mereka. (At-Taubah: 80)

dan ayat-ayat lainnya yang semakna.

Menurut  pendapat lainnya, makna yang dimaksud ialah ‘kalbu orang kafir dan  orang munafik serta orang yang sesat kosong dari hidayah, hatinya penuh  dengan penyakit yang tak terobatkan’. Kemudian pengertian ini  diungkapkan ke dalam ungkapan itu. Hal yang semisal telah dinukil dari  Al-Hasan Al-Basri dan lain-lainnya.

Firman Allah SWT:

{فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ}

Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah agar mereka berpikir. (Al-A’raf: 176)

Allah  SWT. berfirman kepada Nabi-Nya, yaitu Nabi Muhammad SAW: Maka  ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah agar mereka (Al-A’raf: 176)  yakni agar Bani Israil mengetahui kisah Bal’am dan apa yang telah menimpanyanya yaitu disesatkan oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya,  karena dia telah salah menggunakan nikmat Allah yang telah dikaruniakan  kepadanya, nikmat itu ialah Ismul A’zam yang diajarkan Allah kepadanya.

Ismul A’zam adalah suatu doa yang apabila dipanjatkan untuk memohon  sesuatu, niscaya dikabulkan dengan seketika. Ternyata Bal’am menggunakan  doa mustajab ini untuk selain ketaatan kepada Tuhannya, bahkan menggunakannya untuk memohon kehancuran bagi bala tentara- Tuhan Yang  Maha Pemurah, yaitu orang-orang yang beriman, pengikut hamba dan  rasul-Nya di masa itu, yakni Nabi Musa ibnu Imran AS. yang dijuluki  sebagai Kalimullah (orang yang pernah diajak berbicara secara langsung  oleh Allah). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

{لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ}

Agar mereka berpikir. (Al-A’raf: 176).

Maksudnya,  mereka harus bersikap waspada supaya jangan terjerumus ke dalam  perbuatan yang semisal, karena sesungguhnya Allah telah memberikan ilmu  kepada kaum Bani Israil (di masa Nabi SAW.) dan membedakan mereka di  atas selain mereka dari kalangan orang-orang Arab. Allah telah  menjadikan mereka memiliki pengetahuan tentang sifat Nabi Muhammad  melalui kitab yang ada di tangan mereka; mereka mengenalnya sebagaimana  mereka mengenal anak-anaknya sendiri.

Mereka adalah orang-orang yang  paling berhak dan paling utama untuk mengikuti Nabi SAW., membantu, dan  menolongnya, seperti yang telah diberitakan kepada mereka oleh nabi-nabi  mereka yang memerintahkan kepada mereka untuk mengikutinya.

Karena  itulah orang-orang yang menentang dari kalangan mereka (Bani Israil)  terhadap apa yang ada di dalam kitab mereka, lalu menyembunyikannya,  sehingga hamba-hamba Allah yang lain tidak mengetahuinya, maka Allah  menimpakan kepada mereka kehinaan di dunia yang terus berlangsung sampai  kehinaan di akhirat.

Firman Allah SWT:

{سَاءَ مَثَلا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا}

Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami., Al- A’raf: 177) .

Allah  SWT. berfirman bahwa seburuk-buruknya perumpamaan adalah perumpamaan  orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Dengan kata lain,  seburuk-buruk perumpamaan adalah perumpamaan mereka yang diserupakan  dengan anj ing, karena anj ing tidak ada yang dikejarnya selain mencari  makanan dan menyalurkan nafsu syahwat. Barang siapa yang menyimpang dari  jalur ilmu dan jalan petunjuk, lalu mengejar kemauan hawa nafsu dan  berahinya, maka keadaannya mirip dengan anjing; dan seburuk-buruk  perumpamaan ialah yang diserupakan dengan anjing. Karena itulah di dalam  sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Nabi SAW. telah bersabda:

“لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ، الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ”

Tiada  pada kami suatu perumpamaan yang lebih buruk daripada perumpamaan  seseorang yang mencabut kembali hibahnya, perumpamaannya sama dengan  anjing, yang memakan kembali muntahnya.

Firman Allah SWT:

{وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ}

Dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (Al-A’raf: 177)

Maksudnya.  Allah tidak menganiaya mereka, tetapi mereka sendirilah yang menganiaya  dirinya sendiri karena berpaling dari mengikuti jalan hidayah dan taat  kepada Tuhan, lalu cenderung kepada keduniawian yang fana dan mengejar  kelezatan serta kemauan hawa nafsu.

Tafsir Ibnu Katsir:

(  واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آياتنا فانسلخ منها فأتبعه الشيطان فكان من  الغاوين ( 175 ) ولو شئنا لرفعناه بها ولكنه أخلد إلى الأرض واتبع هواه  فمثله كمثل الكلب إن تحمل عليه يلهث أو تتركه يلهث ذلك مثل القوم الذين  كذبوا بآياتنا فاقصص القصص لعلهم يتفكرون ( 176 ) ساء مثلا القوم الذين كذبوا بآياتنا وأنفسهم كانوا يظلمون ( 177 ) )

قال  عبد الرزاق ، عن سفيان الثوري ، عن الأعمش ومنصور ، عن أبي الضحى ، عن  مسروق ، [ ص: 507 ] عن عبد الله بن مسعود ، رضي الله عنه ، في قوله تعالى :  ( واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آياتنا فانسلخ منها [ فأتبعه ] ) الآية ،  قال : هو رجل من بني إسرائيل ، يقال له : بلعم بن أبر . وكذا رواه شعبة  وغير واحد ، عن منصور ، به .

وقال سعيد بن أبي عروبة ، عن قتادة ، عن ابن عباس [ رضي الله عنهما ] هو صيفي بن الراهب .

قال قتادة : وقال كعب : كان رجلا من أهل البلقاء ، وكان يعلم الاسم الأكبر ، وكان مقيما ببيت المقدس مع الجبارين .

وقال العوفي ، عن ابن عباس [ رضي الله عنهما ] هو رجل من أهل اليمن ، يقال له : بلعم ، آتاه الله آياته فتركها .

وقال  مالك بن دينار : كان من علماء بني إسرائيل ، وكان مجاب الدعوة ، يقدمونه  في الشدائد ، بعثه نبي الله موسى إلى ملك مدين يدعوه إلى الله ، فأقطعه  وأعطاه ، فتبع دينه وترك دين موسى ، عليه السلام .

وقال سفيان بن عيينة ، عن حصين ، عن عمران بن الحارث ، عن ابن عباس [ رضي الله عنهما ] هو بلعم بن باعر . وكذا قال مجاهد وعكرمة .

وقال  ابن جرير : حدثني الحارث ، حدثنا عبد العزيز ، حدثنا إسرائيل ، عن مغيرة ،  عن مجاهد ، عن ابن عباس [ رضي الله عنهما ] قال : هو بلعام – وقالت ثقيف :  هو أمية بن أبي الصلت .

وقال شعبة ، عن يعلى بن عطاء ،  عن نافع بن عاصم ، عن عبد الله بن عمرو [ رضي الله عنهما ] في قوله : (  واتل عليهم نبأ الذي آتيناه [ آياتنا ] ) قال : هو صاحبكم أمية بن أبي  الصلت .

وقد روي من غير وجه ، عنه وهو صحيح إليه ،  وكأنه إنما أراد أن أمية بن أبي الصلت يشبهه ، فإنه كان قد اتصل إليه علم  كثير من علم الشرائع المتقدمة ، ولكنه لم ينتفع بعلمه ، فإنه أدرك زمان  رسول الله صلى الله عليه وسلم ، وبلغته أعلامه وآياته ومعجزاته ، وظهرت لكل  من له بصيرة ، ومع هذا اجتمع به ولم يتبعه ، وصار إلى موالاة المشركين  ومناصرتهم وامتداحهم ، ورثى أهل بدر من المشركين بمرثاة بليغة ، قبحه الله [  تعالى ] وقد جاء في بعض الأحاديث : ” أنه ممن آمن لسانه ، ولم يؤمن قلبه ”  ; فإن له أشعارا ربانية وحكما وفصاحة ، ولكنه لم يشرح الله صدره للإسلام .

وقال  ابن أبي حاتم : حدثنا أبي ، حدثنا ابن أبي عمر ، حدثنا سفيان عن أبي سعيد  الأعور ، عن عكرمة ، عن ابن عباس في قوله : ( واتل عليهم نبأ الذي آتيناه  آياتنا فانسلخ منها ) قال : هو رجل أعطي ثلاث دعوات يستجاب له فيهن ، وكانت  له امرأة له منها ولد ، فقالت : اجعل لي منها واحدة . قال : [ ص: 508 ]  فلك واحدة ، فما الذي تريدين ؟ قالت : ادع الله أن يجعلني أجمل امرأة في  بني إسرائيل . فدعا الله ، فجعلها أجمل امرأة في بني إسرائيل ، فلما علمت  أن ليس فيهم مثلها رغبت عنه ، وأرادت شيئا آخر ، فدعا الله أن يجعلها كلبة ،  فصارت كلبة ، فذهبت دعوتان . فجاء بنوها فقالوا : ليس بنا على هذا قرار ،  قد صارت أمنا كلبة يعيرنا الناس بها ، فادع الله أن يردها إلى الحال التي  كانت عليها ، فدعا الله ، فعادت كما كانت ، فذهبت الدعوات الثلاث ، وسميت  البسوس . غريب .

وأما المشهور في سبب نزول هذه الآية الكريمة ، فإنما هو رجل من المتقدمين في زمن بني إسرائيل ، كما قال ابن مسعود وغيره من السلف .

وقال علي بن أبي طلحة ، عن ابن عباس : هو رجل من مدينة الجبارين ، يقال له : ” بلعام ” وكان يعلم اسم الله الأكبر .

وقال عبد الرحمن بن زيد بن أسلم ، وغيره من علماء السلف : كان [ رجلا ] مجاب الدعوة ، ولا يسأل الله شيئا إلا أعطاه إياه .

وأغرب ، بل أبعد ، بل أخطأ من قال : كان قد أوتي النبوة فانسلخ منها . حكاه ابن جرير ، عن بعضهم ، ولا يصحوقال  علي بن أبي طلحة ، عن ابن عباس : لما نزل موسى بهم – يعني بالجبارين – ومن  معه ، أتاه يعني بلعام – أتاه بنو عمه وقومه ، فقالوا : إن موسى رجل حديد ،  ومعه جنود كثيرة ، وإنه إن يظهر علينا يهلكنا ، فادع الله أن يرد عنا موسى  ومن معه . قال : إني إن دعوت الله أن يرد  موسى ومن معه ، ذهبت دنياي وآخرتي . فلم يزالوا به حتى دعا عليهم ، فسلخه  الله ما كان عليه ، فذلك قوله تعالى : ( فانسلخ منها فأتبعه الشيطان فكان [  من الغاوين ] )

وقال السدي : إن الله لما انقضت  الأربعون سنة التي قال الله : ( فإنها محرمة عليهم أربعين سنة ) [ المائدة :  26 ] بعث يوشع بن نون نبيا ، فدعا بني إسرائيل ، فأخبرهم أنه نبي ، وأن  الله [ قد ] أمره أن يقاتل الجبارين ، فبايعوه وصدقوه . وانطلق رجل من بني  إسرائيل يقال له : ” بلعم ” وكان عالما ، يعلم الاسم الأعظم المكتوم ، فكفر  – لعنه الله – وأتى الجبارين وقال لهم : لا ترهبوا بني إسرائيل ، فإني إذا  خرجتم تقاتلونهم أدعوا عليهم دعوة فيهلكون ! وكان عندهم فيما شاء من  الدنيا ، غير أنه كان لا يستطيع أن يأتي النساء ، يعظمهن فكان ينكح أتانا  له ، وهو الذي قال الله تعالى ) فانسلخ منها )

[ ص:  509 ] وقوله : ( فأتبعه الشيطان ) أي : استحوذ عليه وغلبه على أمره ، فمهما  أمره امتثل وأطاعه ; ولهذا قال : ( فكان من الغاوين ) أي : من الهالكين  الحائرين البائرين .

وقد ورد في معنى هذه الآية حديث  رواه الحافظ أبو يعلى الموصلي في مسنده حيث قال : حدثنا محمد بن مرزوق ،  حدثنا محمد بن بكر ، عن الصلت بن بهرام ، حدثنا الحسن ، حدثنا جندب البجلي  في هذا المسجد ; أن حذيفة – يعني ابن اليمان ، رضي الله عنه – حدثه قال :  قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” إن مما أتخوف عليكم رجل قرأ القرآن ،  حتى إذا رؤيت بهجته عليه وكان ردء الإسلام اعتراه إلى ما شاء الله ، انسلخ  منه ، ونبذه وراء ظهره ، وسعى على جاره بالسيف ، ورماه بالشرك ” . قال :  قلت : يا نبي الله ، أيهما أولى بالشرك : المرمي أو الرامي ؟ قال : ” بل  الرامي ” .

هذا إسناد جيد والصلت بن بهرام كان من ثقات  الكوفيين ، ولم يرم بشيء سوى الإرجاء ، وقد وثقه الإمام أحمد بن حنبل  ويحيى بن معين ، وغيرهما .

وقوله تعالى : ( ولو شئنا  لرفعناه بها ولكنه أخلد إلى الأرض واتبع هواه ) يقول تعالى : ( ولو شئنا  لرفعناه بها ) أي : لرفعناه من التدنس عن قاذورات الدنيا بالآيات التي  آتيناه إياها ، ( ولكنه أخلد إلى الأرض ) أي : مال إلى زينة الدنيا وزهرتها  ، وأقبل على لذاتها ونعيمها ، وغرته كما غرت غيره من غير أولي البصائر  والنهى .

وقال أبو الزاهرية في قوله تعالى : ( ولكنه  أخلد إلى الأرض ) قال : تراءى له الشيطان على غلوة من قنطرة بانياس ، فسجدت  الحمارة لله ، وسجد بلعام للشيطان . وكذا قال عبد الرحمن بن جبير بن نفير ،  وغير واحد .

وقال الإمام أبو جعفر بن جرير ، رحمه  الله : وكان من قصة هذا الرجل : ما حدثنا محمد بن عبد الأعلى ، حدثنا  المعتمر ، عن أبيه : أنه سئل عن هذه الآية : ( واتل عليهم نبأ الذي آتيناه  آياتنا [ فانسلخ منها ] ) فحدث عن سيار أنه كان رجلا يقال له بلعام ، وكان  قد أوتي النبوة وكان مجاب الدعوة ، قال : وإن موسى أقبل في بني إسرائيل  يريد الأرض التي فيها بلعام – أو قال : الشام – قال فرعب الناس منه رعبا  شديدا ، قال : فأتوا بلعام ، فقالوا : ادع الله على هذا الرجل وجيشه ! قال :  حتى أوامر ربي – أو : حتى أؤامر – قال : فوامر في الدعاء عليهم ، فقيل له :  لا تدع عليهم ، فإنهم عبادي ، وفيهم نبيهم . قال : فقال لقومه : إني قد  آمرت ربي في الدعاء عليهم ، وإني قد نهيت . فأهدوا له هدية فقبلها ، ثم  راجعوه فقالوا : ادع عليهم . فقال : حتى أوامر . فوامر ، فلم يحر إليه شيء .  فقال : قد وامرت فلم يحر إلي شيء ! فقالوا : لو كره ربك أن تدعو عليهم  لنهاك كما نهاك المرة الأولى . قال : فأخذ يدعو عليهم ، فإذا دعا عليهم ،  جرى على لسانه الدعاء على قومه ، وإذا أراد أن يدعو أن يفتح [ ص: 510 ]  لقومه دعا أن يفتح لموسى وجيشه – أو نحوا من ذا إن شاء الله . قال ما نراك  تدعو إلا علينا . قال : ما يجري على لساني إلا هكذا ، ولو دعوت عليه أيضا  ما استجيب لي ، ولكن سأدلكم على أمر عسى أن يكون فيه هلاكهم . إن الله يبغض  الزنا ، وإنهم إن وقعوا بالزنا هلكوا ، ورجوت أن يهلكهم الله ، فأخرجوا  النساء يستقبلنهم ; فإنهم قوم مسافرون ، فعسى أن يزنوا فيهلكوا . قال :  ففعلوا . قال : فأخرجوا النساء يستقبلنهم . قال : وكان للملك ابنة ، فذكر  من عظمها ما الله أعلم به ! قال : فقال أبوها – أو بلعام – : لا تمكني نفسك  إلا من موسى ! قال : ووقعوا في الزنا . قال : وأتاها رأس سبط من أسباط بني  إسرائيل ، قال : فأرادها على نفسه ، فقالت : ما أنا بممكنة نفسي إلا من  موسى . قال : فقال : إن منزلتي كذا وكذا ، وإن من حالي كذا وكذا . قال :  فأرسلت إلى أبيها تستأمره ، قال : فقال لها : فأمكنيه قال : ويأتيهما رجل  من بني هارون ومعه الرمح فيطعنهما . قال : وأيده الله بقوة . فانتظمهما  جميعا ، ورفعهما على رمحه فرآهما الناس – أو كما حدث – قال : وسلط الله  عليهم الطاعون ، فمات منهم سبعون ألفا .

قال أبو  المعتمر : فحدثني سيار : أن بلعام ركب حمارة له حتى أتى العلولى – أو قال :  طريقا من العلولى – جعل يضربها ولا تقدم ، وقامت عليه فقالت : علام تضربني  ؟ أما ترى هذا الذي بين يديك ؟ فإذا الشيطان بين يديه ، قال : فنزل وسجد  له ، قال الله تعالى : ( واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آياتنا فانسلخ منها )  إلى قوله : ( لعلهم يتفكرون )قال : فحدثني بهذا سيار ، ولا أدري لعله قد دخل فيه شيء من حديث غيره .

قلت  : هو بلعام – ويقال : بلعم – بن باعوراء ، ابن أبر . ويقال : ابن باعور بن  شهوم بن قوشتم بن ماب بن لوط بن هاران – ويقال : ابن حران – بن آزر . وكان  يسكن قرية من قرى البلقاء .

قال ابن عساكر : وهو الذي  كان يعرف اسم الله الأعظم ، فانسلخ من دينه ، له ذكر في القرآن . ثم أورد  من قصته نحوا مما ذكرنا هاهنا ، وأورده عن وهب وغيره ، والله أعلم .

وقال  محمد بن إسحاق بن يسار عن سالم أبي النضر ; أنه حدث : أن موسى ، عليه  السلام ، لما نزل في أرض بني كنعان من أرض الشام ، أتى قوم بلعام إليه  فقالوا له : هذا موسى بن عمران في بني إسرائيل ، قد جاء يخرجنا من بلادنا  ويقتلنا ويحلها بني إسرائيل ، وإنا قومك ، وليس لنا منزل ، وأنت رجل مجاب  الدعوة ، فاخرج فادع الله عليهم . قال : ويلكم ! نبي الله معه الملائكة  والمؤمنون ، كيف أذهب أدعو عليهم ، وأنا أعلم من الله ما أعلم ؟ ! قالوا له  : ما لنا من منزل ! فلم يزالوا به يرققونه ويتضرعون إليه ، حتى فتنوه  فافتتن ، فركب حمارة له متوجها إلى الجبل الذي يطلعه على عسكر بني إسرائيل ،  وهو جبل حسبان ، فلما سار عليها غير كثير ، ربضت به ، فنزل عنها فضربها ،  حتى إذا [ ص: 511 ] أذلقها قامت فركبها . فلم تسر به كثيرا حتى ربضت به ،  فضربها حتى إذا أذلقها أذن الله لها فكلمته حجة عليه ، فقالت : ويحك يا  بلعم : أين تذهب ؟ أما ترى الملائكة أمامي تردني عن وجهي هذا ؟ أتذهب إلى  نبي الله والمؤمنين لتدعو عليهم ؟ فلم ينزع عنها يضربها ، فخلى الله سبيلها  حين فعل بها ذلك . فانطلقت به حتى إذا أشرفت به على رأس حسبان ، على عسكر  موسى وبني إسرائيل ، جعل يدعو عليهم ، ولا يدعو عليهم بشر إلا صرف الله  لسانه إلى قومه ، ولا يدعو لقومه بخير إلا صرف لسانه إلى بني إسرائيل .  فقال له قومه : أتدري يا بلعم ما تصنع ؟ إنما تدعو لهم ، وتدعو علينا ! قال  : فهذا ما لا أملك ، هذا شيء قد غلب الله عليه ! قال : واندلع لسانه فوقع  على صدره ، فقال لهم : قد ذهبت مني الآن الدنيا والآخرة ، ولم يبق إلا  المكر والحيلة ، فسأمكر لكم وأحتال ، جملوا النساء وأعطوهن السلع ، ثم  أرسلوهن إلى العسكر يبعنها فيه ، ومروهن فلا تمنع امرأة نفسها من رجل  أرادها ، فإنهم إن زنى رجل منهم واحد كفيتموهم ، ففعلوا . فلما دخل النساء  العسكر ، مرت امرأة من الكنعانيين اسمها ” كسبى ابنة صور ، رأس أمته ” برجل  من عظماء بني إسرائيل ، وهو ” زمرى بن شلوم ” ، رأس سبط بني سمعان بن  يعقوب بن إسحاق بن إبراهيم ، عليهم السلام ، فقام إليها ، فأخذ بيدها حين  أعجبه جمالها ، ثم أقبل بها حتى وقف بها على موسى ، عليه السلام ، فقال :  إني أظنك ستقول هذا حرام عليك ؟ قال : أجل ، هي حرام عليك ، لا تقربها .  قال : فوالله لا نطيعك في هذا . ثم دخل بها قبته فوقع عليها . وأرسل الله ،  عز وجل ، الطاعون في بني إسرائيل ، وكان فنحاص بن العيزار بن هارون ، صاحب  أمر موسى ، وكان غائبا حين صنع زمرى بن شلوم ما صنع ، فجاء والطاعون يجوس  في بني إسرائيل ، فأخبر الخبر ، فأخذ حربته ، وكانت من حديد كلها ، ثم دخل  القبة وهما متضاجعان ، فانتظمهما بحربته ، ثم خرج بهما رافعهما إلى السماء ،  والحربة قد أخذها بذراعه ، واعتمد بمرفقه على خاصرته ، وأسند الحربة إلى  لحييه – وكان بكر العيزار – وجعل يقول : اللهم هكذا نفعل بمن يعصيك . ورفع  الطاعون ، فحسب من هلك من بني إسرائيل في الطاعون فيما بين أن أصاب زمرى  المرأة إلى أن قتله فنحاص ، فوجدوه قد هلك منهم سبعون ألفا – والمقلل لهم  يقول : عشرون ألفا – في ساعة من النهار . فمن هنالك تعطي بنو إسرائيل ولد  فنحاص من كل ذبيحة ذبحوها القبة والذراع واللحي – لاعتماده بالحربة على  خاصرته ، وأخذه إياها بذراعه ، وإسناده إياها إلى لحييه – والبكر من كل  أموالهم وأنفسهم ; لأنه كان بكر أبيه العيزار . ففي بلعام بن باعوراء أنزل  الله : ( واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آياتنا فانسلخ منها [ فأتبعه الشيطان ]  ) – إلى قوله : ( لعلهم يتفكرون )

وقوله تعالى : (  فمثله كمثل الكلب إن تحمل عليه يلهث أو تتركه يلهث ) اختلف المفسرون في  معناه فأما على سياق ابن إسحاق ، عن سالم بن أبي النضر : أن بلعام اندلع  لسانه على صدره – فتشبيهه بالكلب في لهثه في كلتا حالتيه إن زجر وإن ترك .  وقيل : معناه : فصار مثله في ضلاله واستمراره فيه ، وعدم انتفاعه بالدعاء  إلى الإيمان وعدم الدعاء ، كالكلب في لهثه في حالتيه ، إن [ ص: 512 ] حملت  عليه وإن تركته ، هو يلهث في الحالين ، فكذلك هذا لا ينتفع بالموعظة  والدعوة إلى الإيمان ولا عدمه ; كما قال تعالى : ( سواء عليهم أأنذرتهم أم  لم تنذرهم لا يؤمنون ) [ البقرة : 6 ] ، ( استغفر لهم أو لا تستغفر لهم إن  تستغفر لهم سبعين مرة فلن يغفر الله لهم ) [ التوبة : 80 ] ونحو ذلك .

وقيل  : معناه : أن قلب الكافر والمنافق والضال ، ضعيف فارغ من الهدى ، فهو كثير  الوجيب فعبر عن هذا بهذا ، نقل نحوه عن الحسن البصري وغيره .

وقوله  تعالى : ( فاقصص القصص لعلهم يتفكرون ) يقول تعالى لنبيه محمد صلى الله  عليه وسلم : ( فاقصص القصص لعلهم ) أي : لعل بني إسرائيل العالمين بحال  بلعام ، وما جرى له في إضلال الله إياه وإبعاده من رحمته ، بسبب أنه استعمل  نعمة الله عليه – في تعليمه الاسم الأعظم  الذي إذا سئل به أعطى ، وإذا دعي به أجاب – في غير طاعة ربه ، بل دعا به  على حزب الرحمن ، وشعب الإيمان ، أتباع عبده ورسوله في ذلك الزمان ، كليم  الله موسى بن عمران ، [ عليه السلام ] ; ولهذا قال : ( لعلهم يتفكرون ) أي :  فيحذروا أن يكونوا مثله ; فإن الله قد أعطاهم علما ، وميزهم على من عداهم  من الأعراب ، وجعل بأيديهم صفة محمد صلى الله عليه وسلم يعرفونها كما  يعرفون أبناءهم ، فهم أحق الناس وأولاهم باتباعه ومناصرته ومؤازرته ، كما  أخبرتهم أنبياؤهم بذلك وأمرتهم به ; ولهذا من خالف منهم ما في كتابه وكتمه  فلم يعلم به العباد ، أحل الله به ذلا في الدنيا موصولا بذل الآخرة .

وقوله  : ( ساء مثلا القوم الذين كذبوا بآياتنا وأنفسهم كانوا يظلمون ) يقول  تعالى ساء مثلا مثل القوم الذين كذبوا بآياتنا ، أي : ساء مثلهم أن شبهوا  بالكلاب التي لا همة لها إلا في تحصيل أكلة أو شهوة ، فمن خرج عن حيز العلم  والهدى وأقبل على شهوة نفسه ، واتبع هواه ، صار شبيها بالكلب ، وبئس المثل  مثله ; ولهذا ثبت في الصحيح أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ” ليس  لنا مثل السوء ، العائد في هبته كالكلب يعود في قيئه “

وقوله  : ( وأنفسهم كانوا يظلمون ) أي : ما ظلمهم الله ، ولكن هم ظلموا أنفسهم ،  بإعراضهم عن اتباع الهدى ، وطاعة المولى ، إلى الركون إلى دار البلى ،  والإقبال على تحصيل اللذات وموافقة الهوى .

Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

[Santrialit].

Sumber tulisan ada disini.

Silahkan baca juga artikel terkait.

Pos terkait