Kajian Kitab Syarah ‘Uquudul Lujain Bagian 24

Kajian Kitab Syarah 'Uquudul Lujain Bagian 24

Godaan Nafsu Terhadap Wanita

Oleh: Ust. Rizalullah

(وَقَالَ دَاوُدُ لاِبْنِهِ سُلَيْمَانَ عَلَيْهِمَا السَلاَمُ: “يَا بُنَيَّ امْشِ خَلْفَ الأَسَدِ وَالأَسْوَدِ) أي العظيم من الحيات وفيه سواد كما في الصحاح (وَلاَ تَمْشِ خَلْفَ الْمَرْأَةِ”) وقال مجاهد: “هذا إذا أقبلت المرأة جلس إبليس على رأسها فزينها لمن ينظر، وإذا أدبرت جلس على عجيزتها فزينها لمن ينظر”.

Bacaan Lainnya

Nabi Dawud A.S. berkata kepada puteranya Nabi Sulaiman A.S. : wahai puteraku, berjalanlah engkau dibelakang singa atau ular hitam yang besar dan jangan berjalan dibelakang seorang wanita.

Mujaahid berkata: jika engkau berhadapan dengan seorang wanita maka syetan duduk diatas kepala wanita itu dan syetan menghiasinya bagi orang yang memandangnya. Jika ia membelakangimu maka syetan duduk di bokongnya dan ia menghiasi bokong wanita tersebut bagi orang yang memandangnya.

(وَقِيْلَ لِيَحْيَى عَلَيْهِ السَلاَمُ) وهو لم يكن له ميل إلى أمر النساء (مَا بَدْءُ الزِنَا ؟، قَالَ: النَظَرُ) للمرأة (والتَمَنِّى) للزنا بالقلب، وزنا العين مِنْ كبار الصغائر، وهو يؤدى إلى القرب إلى الكبيرة الفاحشة، وهو زنا الفرج. ومن لم يقدر على غض بصره لم يقدر على حفظ فرجه.

Dan ditanyakan kepada nabi Yahya A.S. (Nabi Yahya tidak punya kecendrungan atau rasa terhadap seorang wanita) : Apakah awal mula zina? Nabi Yahya menjawab: memandang wanita dan mengharapkan (menghayalkannya) berzina dalam hati. Dan zina mata termasuk dosa besar (urutan teratas) dari kategori dosa kecil zina mata mendatangkan atau menyampaikan kepada dosa besar. Dan dosa besar yang dimaksud adalah zina farji, barang siapa yang tidak bisa memejamkan matanya ia tidak bisa memelihara farjinya.

(وَقَالَ الفُضَيْلُ: يَقُوْلُ إِبْلِيْسُ: هُوَ) أي النظر (قَوْسِيْ القَدِيْمَةُ وَسَهْمِيْ الذِيْ لاَ أُخْطِئُ بِهِ) أي بذلك السهم.:

Al-Pudail berkata: Syetan berkata “pandangan itu busur dan anak panah yang tak pernah meleset dari sasarannya”.

قال بعضهم

كُلُّ الْحَوَادِثِ مَبْدَاهَا مِنَ النَظَرِ >< وَمُعْظَمُ النَّارِ مِنْ مُسْنَصْغَرِ الشُّرُرِ

وَالْمـَرْأُ مَادَام ذَا عَيْنٍ يُقَلِّبُهَا >< فِيْ أَعْيُنِ الْعَيْنِ مَوْقُوْفٌ عَلَى الخَطَرِ

كَمْ نَظْرَةً فَعَلَتْ فِيْ قَلْبِ صَاحِبِهَا >< فِعْلَ السِّهَامِ بِلاَ قَو}سٍ وَلاَ وَتَرِ

يَسُرُّ نَاظِـرَهُ مَا ضّرَّ خَاطِـرَهُ >< لاَ مَرْحَبًا بِسُـرُوْرٍ عَادَ بالضَرَرِ

Sebagian ulama bersyair:

Setiap dosa yang datang berawal dari pandangan,

membesarnya api neraka karena menganggap kecil keburukan

Dan wanita selama menyuguhkan kepada yang memandang,

maka selalu dinantikan oleh hati yang memandangnya

Betapa banyak pandangan yang memberi pengaruh pada hati,

seperti panah tanpa busur dan tali panahnya

Membuat gembira yang memandang namun betapa besar madhoratnya,

jangan disambut sesuatu yang terlihat menggembirakan namun sesungguhnya memadhoratkan.

(وَقَالَتْ) أم المؤمنينْ (أُمُّ سَلَمَةَ) رضي الله عنها (اسْتَأْذَنَ) عبد الله (ابْنُ أُمِّ مَكْتُوْمٍ الأَعْمَى) وهو ابن شريح بن مالك بن ربيعة. وأم مكتوم أم أبيه، واسمه عاتكة بنت عامر (عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَا وَمَيْمُوْنَةُ جَالِسَتَانِ، فَقَالَ: “احْتَجِبَا”، فَقُلْنَا: أَوَ لَيْسَ بِأَعْمَى ؟) فالهمزة داخلة على مقدر، ومدخول الواو معطوف عليه أي أهو مبصر وليس بأعمى ؟ (لاَ يُبْصِرُنَا ؟، فَقَالَ: “وَأَنْتُمَا لاَ تُبْصِرَانِهِ” ؟) وهذا يدل على أنه لا يجوز للنساء مجالسة العميان، فيحرم على الأعمى الخلوة بالنساء. كذا في الإحياء. وقال ابن حجر في الزواجر: وكانت عائشة وحفصة جالستين عند النبي صلى الله عليه وسلم، فدخل ابن أم مكتوم الأعمى، فأمرهما صلى الله عليه وسلم بالإحتجاب منه، فقالتا إنه أعمى لايبصرنا، فقال صلى الله عليه وسلم: {أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا ؟، ألَسْتُمَا تُبْصِرَانِ ؟}. فقوله: “أنتما” مبتدأ و “عمياوان” خبره. والمعنى: أهو غير بصير، فأنتما عمياوان ؟.

Berkata Ummul Mu’minin Ummu Salamah R.A.: Mohon izin Abdullah bin Ummi Maktum (Beliau ini buta) kepada Rosulillah SAW, sedangkan aku dan Maemun sedang duduk, Rosul bersabda: kenakanlah hijab kalian berdua, Kami menjawab : Bukankah ia buta (apakah ia bisa melihat dan tidak buta?) hingga bisa melihat kami? Rosul menjawab: Engkau berdua tidak boleh memandangnya (ini menunjukan bahwa tidak boleh bagi wanita duduk bersama lelaki ajnabiy walaupun buta) dan haram bagi laki-laki yang buta kholwah bersama wanita demikian dalam kitab Ihya.

Ibnu Hajar berkata dalam kitab Zawaajir : ‘Aisyah dan Hafshoh sedang duduk bersama Rosulillah SAW, kemudian masuklah Ibnu Ummi Maktum yang buta, maka rosul memerintahkan keduanya untuk berhijab darinya. Keduanya berkata: Bukankah ia buta tidak bisa memandang atau melihat kami? Rosul menjawab: Apakah kalian berdua buta ? ataukah kalian bisa melihat?

(La’allas Showaab: perintah berhijab jika ada lelaki buta, bukan karena yang buta tidak bisa melihat wanita, namun karena wanita nya yang bisa melihat yang buta). Wallahu A’lam.

Sumber asli baca disini.

Silahkan baca juga: Kajian Kitab Menarik Lainnya.

Pos terkait