Karomah Foto Mbah Maimoen Zubair Dirasakan Langsung Santri Madura
Salah seorang Muhibbin Syaikhona Maimoen Zubair dari Madura bercerita:
“Saya punya fotonya Mbah Maimoen Zubair Sarang. Foto ini saya letakkan di dalam kamar saya. Baru-baru ini kamar saya akan dicat. Dan foto Mbah Maimoen pun dipindah. Ternyata, di belakang foto beliau banyak sekali rayap. Tetapi anehnya, rayap itu tidak memakan foto (gambar) Mbah Maimoen Zubair. Subhanallah”.
“Foto ini milik saya pribadi. Dan saya jadi saksi karomah ini”. Tambahnya.
Salah satu Muhibbin tersebut hampir tiap Romadhon ikut mengaji balagh Romadlon di Pondok Pesantren Al-Anwar. Dan saat pernikahannya, ia diakadkan oleh Syaikhona Maimoen Zubair di Ndalem Karangmangu Sarang Rembang.
Penulis: Ust. Wahyudi, Santri kinasih Mbah Maimoen Zubair.
Demikian Karomah Foto Mbah Maimoen Zubair Dirasakan Langsung Santri Madura. Semoga bermanfaat.
Kisah Lain Mbah Maimoen Zubair tentang Santri Kepepet Bayar Hutang, Tiba-tiba Mbah Moen Ngasih Uang.
Lingkungan Sarang mancet itu menjadi hal yang sangat lumprah, karena aktifitas santri yang keluar masuk pondok menuju madrasah menjadi salah satu faktor. Solusi-solusi sudah banyak dimunculkan di antaranya mengatur lalu lintas yang dijalankan para keamanan pondok. Mereka berjaga-jaga di tengah jalan pintu masuk ke arah pondok setiap ada acara.Baru-baru ini dibuatkan ringroad yang tujuannya mengurai kemancetan jika Pondok Sarang ada acara.
Pikiran-pikiran ini selalu dicanangkan oleh para masyayikh dan pejabat setempat, terutama Syaikhina Mbah Maimoen selalu meminta maaf jika terjadi kemancetan pada saat acara Pondok Sarang.
Sore itu, saya berkesempatan derekne (mengantarkan) tindak Mbah Maimoen ke Pasuruan. Sebenarnya rencana awal hanya Ibu Nyai saja yang tindak, jadi pasti saya yang derekne, tapi tiba-tiba Mbah Maimoen ngersakne (menghendaki) tindak juga ke Pasuruan.
Syaikhina Mbah Maimoen dan Ibu Nyai sudah siap di mobil.
Sangat biasa tidak ada yang aneh sore itu. Setelah mobil berjalan nyampek di gapura masuk pondok, ada para petugas keamanan yang menyeberangkan mobil Syaikhina Mbah Maimoen.
“Sopo kui cung?” (siapa itu, nak), tanya Syaikhina Mbah Maimoen.
“Keamanan al-Anwar, Mbah.”
“Iseh sekolah?” (masih sekolah?)
“wonten engkang taseh.” (ada yang masih sekolah).
“kox gelem?”
“geh, iya.” (saya bingung dengan pertanyaan)
“hem..”
Mobil melewati keamanan yang berjaga.
Tiba-tiba Syaikhina Mbah Maimoen dawuh.
“hop…. (Stop)”
“Geh..”
“celuk seng iku/panggil yang itu.” (sambil mengarah ke salah satu dari mereka)
“Pak mriki ditimbali…” (pak, sini diundang)
Keamanan tersebut sontak bingung dan kagetnya luar biasa.
“kulo?..” (sayaaa?)
“Geh, cepet…” ( gaya saja seperti orang besar saja,hehehe)
Keamanan itu berlari ke arah saya.
“ojo mrene, kono ke jendela syaikhina… ” (jangan ke sini, sana ke jendela mobil Mbah Maimoen).
Keamanan tersebut tampak gugup (memang adab santri itu sangat hormat ke Syaikhina Mbah Maimoen, apalagi yang jarang bertatap wajah/ngobrol). Dan memang Syaikhina Mbah Maimoen itu punya aura yang luar biasa. Siapapun pasti adem menatab beliau, kadang kalau langsung bisa bergetar kaki ini.
“Pak….” kata Syaikhina Mbah Maimoen.
“Geh…” jawab keamanan itu mendekat.
“Nyoh iki rejeki/terimalah, ini ada rizki…” Ssyaikhina Mbah Maimoen memberikan uang ratusan ribu. Jumlahnya berapa saya tidak tahu.
“Geh Mbah, sembah nuwun.”
“Matur suwun yo pak.”
“Geh Mbah..”
“Aku jalok sepuro seng akeh yo pak/saya minta maaf yang banyak ya pak…”
Jalan sudah agak macet karena berhenti di tengah agak lama.
“Macet mbah…”
“Woh iyo. wes pak aku budal disik matur suwun assalamualaikuuuum.” (weh, iya. sudah ya pak, saya pergi dulu, terima kasih.. Assalamu’alaikum..)
“walikum salam…”
Kami berjalan dan Syaikhina Mbah Maimoen tidak dawuhan apa-apa.
Beberapa hari setelah perpulangan dari Pasuruan, saya bertemu dengan keamanan pondok yang sebenarnya tidak begitu kenal sebelumnya. Keamanan itu menghampiri saya yang sedang asik ngopi dan ngobrol.
“Pak, matur suwun yo..”
“Apa je..”
“Kemarin itu. Aku wes iso ditimbali Yai/saya sudah diundang Yai…”
“Aku ra ngeri opo-opo je/aku gak ngerti apa-apa itu..”
“Kok bisa aku ditimbali/diundang?”
“Gak ngerti je…”
Keamanan itu terlihat senang sekali.
“Tapi kayaknya dikasih uang banyak..”
“Iya, kok bisa pas ya..”
“Apanya yang pas?”
“Yang ngasih uangnya. Aku pas waktunya bayar hutang. Uangnya pas jumlahnya.”
“Wah, aku gak dapat bagian ini..”
“haha, matur suwun banget yo pak.”
Itulah kisah Santri Kepepet Bayar Hutang, Tiba-tiba Mbah Moen Ngasih Uang, semoga bermanfaat.
Penulis: Junaidi Ahmad, supir Mbah Maimoen.