Karomah Syaikhona Kholil Bangkalan Taklukkan Macan Tutul.
Syaikhona Kholil Bangkalan adalah ulama besar yang menjadi salah satu maha guru para ulama di Nusantara. Syaikhona Kholil dikenal sosok ulama penuh karomah, selain dikenal luasnya ilmu yang dimiliki. Santri-santrinya menjadi pendiri berbagai pesantren besar di pulau Jawa, seperti Tebuireng Jombang, Lirboyo Kediri, dan lain sebagainya. Syakhona Kholil sendiri masih keturunan dari Sunan Gunung Jati Cirebon Jawa Barat.
Kisah karomah Syaikhona Kholil masyhur direkam banyak ulama. Salah satunya kisah Syaikhona Kholil menaklukkan macan tutul yang menggemparkan pesantrennya saat itu. Suatu hari menjelang sholat maghrib, seperti biasanya, Syaikhona Kholil mengimami jamaah sholat berjamaah bersama para santrinya. Bersamaan dengan Syaikhona Kholil mengimami sholat, tiba-tiba beliau kedatangan tamu orang berbangsa Arab.
” Kiai…., bacaan Al Fatihah (antum) kurang fasih,” tegur orang Arab itu.
“O . . . begitu,” begitu jawaban Syaikhona Kholil dengan tenang.
Setelah berbasa-basi, beberapa saat, orang Arab itu dipersilahkan mengambil wudlu untuk melaksakan sholat maghrib.
“Tempat wudlu ada di sebelah masjid itu. Silahkan ambil wudlu di sana,” ucap Syaikhona Kholil sambil menunjukan arah tempat wudlu.
Baru saja selesai berwudlu, tiba-tiba orang Arab itu dikejutkan dengan munculnya macan tutul. Orang Arab itu terkejut dan berteriak dengan bahasa Arabnya yang fasih untuk mengusir macan tutul yang makin mendekat itu. Meskipun mengucapkan bahasa arab sangat fasih untuk mengusir macan tutul, namun macan itu tidak pergi juga.
Mendengar ribut-ribut di sekitar tempat wudlu, Syaikhona Kholil datang menghampiri. Melihat ada macan yang tampaknya penyebab keributan itu, Syaikhona Kholil mengucapkan sepatah dua patah kata yang kurang fasih. Anehnya, sang macan yang mendengar kalimat yang dilontarkan Kiai Kholil yang nampaknya kurang fasih itu, macan tutul bergegas menjauh.
Dari kejadian ini, orang Arab akhirnya mengerti bahwa sebetulnya Syaikhona Kholil bermaksud memberi ibroh pelajaran kepada dirinya, bahwa suatu ungkapan bukan terletak antara fasih dan tidak fasih, melainkan sejauh mana penghayatan makna dalam ungkapan itu.
Demikian kisah Karomah Syaikhona Kholil Bangkalan Taklukkan Macan Tutul, semoga manfaat.
(Mukhlisin)