Ketika Seorang Musafir Buktikan Kewalian Habib Sholeh Tanggul
Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid Tanggul Jember adalah salah satu dari Habaib yang saya kagumi. Pernah di tahun 98 ketika saya ketinggalan KA Jember-Surabaya tanpa sengaja melihat masjid dekat Stasiun Tanggul. Lalu saya singgah untuk leyeh-leyeh skaligus “nginep” di masjid tersebut. Ada hal yang menarik di masjid itu, diantaranya terdengar lantunan ayat quran dengan fasih dari balik pengimaman masjid, kemudian saya intip dari angin-anginan (jendela kecil) masjid, ternyata suara tersebut brasal dari seorang yang berziarah di depan pesarean.
Di dalam hati bertanya-tanya pesarean (makam) siapakah ini? Kok ada seorang peziarah dengan begitu tartilnya mengaji di pesarean. Biasanya daerah pesantren dan yang dimakamkan ini bukan orang sembarangan”. Akhirnya saya pun masuk ke area pesarean dan bergumam di dalam hati:
“Jika ini pesarean waliyullah pastinya faham kalo aku musafir yang kehabisan bekal dan kelaparn” lalu kubacakan surat yasin 3 kali di pesarean tersebut dengan meneyebut sohibul maqbaroh (masih belum tau makam siapa itu). Menjelang isya’ setelah ikut jamaah di masjid tiba-tiba ada seorang pemuda menghampiriku dan mengajak kenalan yang ternyata dia merupakan cicit sohibul maqbaroh. Dia bercerita kalo yang di pesarean itu adalah makam Habib Sholeh Tanggul. Saya pun hanya bisa “ah oh” tidak bisa banyak berkomentar sebab memang tidak kenal sosok Habib Sholeh. Lantas pemuda tersebut mengajakku makan malam.
“Alhamdulillah, ternyata dapat rejeki makan” batinku.
Setelah itu, saya bermalam di masjid tiba-tiba dibangunkan oleh kyai kampung situ dan dikasih makanan lengkap dengan ikan daging. Kyai kampung itu berkata:
“Dik, ini rejeki sampean.” (Dik, ini rizki kamu)
Selama saya dapat undangan ngaji jarang dapat ikan daging.
“Alhamdulillah tengah malam perut jadi kenyang” sahutku.
Kyai tersebut ngobrol-ngobrol sekilas biografi Habib Sholeh. Akhirnya saya jadi “merinding” dengan sosok Habib Sholeh.
“Wah, tadi saya mbatin nek iki waliyullah pasti faham kalo aku musafir dan kelaparan, ternyata maghrib dan tengah malam dapat makan geratis. Masyaallah”.
(Wah, tadi saya dalam hati berkata kalau ini waliyullah pasti faham kalo aku musafir dan sedang kelaparan, ternyata maghrib dan tengah malam dapat makan geratis. Masyaallah”
Keesokan harinya ketika saya pulang di surabaya langsung buka-buka album foto para habib yang telah wafat yang kudapat dari teman kolektor foto Habib dan Kyai. Tak kusangka ternyata saya sudah memiliki foto Habib sholeh bin Muhsin Alhamid Tanggul sejak tahun 93. Hutangku yang belum kubayar adalah belum ke Jember lagi ikut Haul beliau.
Demikian Ketika Seorang Musafir Buktikan Kewalian Habib Sholeh Tanggul
Lahul fatihah.
Ahmad Karomi
13 September 2015 ·