Kiai Hamid Pasuruan Ungkap Seorang Wali yang Menyamar Jadi Supir

Kiai Hamid Pasuruan Ungkap Seorang Wali yang Menyamar Jadi Supir

Kiai Hamid Pasuruan Ungkap Seorang Wali yang Menyamar Jadi Supir.

“Tidak ada yang bisa mengetahui seorang wali, kecuali (orang) tersebut juga seorang wali.”

Bacaan Lainnya

لا يعرف الولىّ الا الولىّ

Begitulah maqolah (perkataan) yang menerangkan tentang wali.

Kita sering mendengar kata wali, lalu apakah wali itu? Dalam kitab Sirajul Tholibin dijelaskan:

والاولياء جمع ولي:وهوالعارف بالله وصفات حسبمايمكن المواظب على الطعات المجتنب المعاصي والمعرض عن الانهماك في االلذات والتشهوات

“Auliya’ itu adalah kata jama’  dari wali. Wali adalah orang yang betul-betul mengenal Allah SWT, selalu tetap taat kepada Allah, menjauhi semua larangan dan berpaling dari keasyikan ladzat (duniawi) dan syahwat (nafsu duniawi).”

Tidak semua wali itu berasal dari seorang “Kyai”. Tapi kebanyakan seorang kyai yang semakin berisi (ilmu-nya) dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta selalu meningkatkan akhlaqnya, suatu saat pasti akan diangkat menjadi kekasih-Nya. Sebut saja KH Mukhsin, yang sebelum menjadi seorang pengasuh sebuah pesantren yang santrinya ratusan, bahkan sampai ribuan, adalah seorang supir pribadi seorang juragan di tempatnya bekerja. Berikut sepercik kisahnya.

KH Mukhsin saat ini adalah Pengasuh Pondok Pesantren Al-Maqbul yang terletak di daerah Bululawang, Kabupaten Malang. Namun sebelum ke-Waliannya “mengudara”, beliau adalah seorang supir salah satu juragan di daerah Bululawang. Waktu itu tidak ada yang tahu bahwasannya beliau adalah salah satu “orang-orang pilihan”.

Suatu hari, sang majikan minta diantar ke pasuruan, ke kediaman salah satu kyai yang terkenal akan tingkah lakunya (akhlaq)nya. Dengan berpakaian ala supir pada umumnya, dia pun melaju dengan kecepatan yang sedang, sambil meliuk-liuk di jalanan yang tidak begitu padat. Setelah menempuk pejalanan kurang lebih satu jam, akhirnya mobil yang dikendarai sang sopir saleh tiba di halaman pesantren yang diasuh oleh Kyai Hamid bin Abdullah bin Umar Pasuruan.

Setelah memarkir mobil, sang supir melihat sepertinya di “tolak” oleh kyai berkelahiran Lasem Jawa Tengah itu. Namun tak lama kemudian sang majikan menghampiri supir kesayangannya tersebut.

“Kyai Hamid tidak mau menerima kedatanganku, kalau kamu tidak ikut masuk,” kata sang majikan kepada supir yang sedang menunggunya di dalam mobil.

Sang supir keheranan, “kenapa kyai itu tidak mau menerima majikanku, kalau aku tidak ikut ke dalam?” penasarannya dalam hati.

Setelah sang supir masuk ke Ndalem Kyai Hamid bersama majikannya, Kyai Hamid menyambutnya dengan hangat.

Di tengah perbincangan, Kyai Hamid bertanya kepada sang supir amalan-amalan apa yang dijalaninya selama ini. Dia menjawab, bahwa amalan-amalan yang dijalaninya selama ini adalah amalan yang umumnya dijalankan para masyarakat, yang sama sepertinya.

“Tadi kenapa Kyai (sapaan Kyai Hamid) menolak kedatangan saya, ketika saya masuk sendirian ke kediaman Kyai? Dan Kyai bilang tidak akan menerima kedatangan saya apabila tidak mengajaknya (supir) juga?” tanya sang majikan, karena masih terselinap rasa penasaran yang amat di hatinya tentang kelebihan sang supir pribadinya tersebut.

“Arek iki bakale dadi wali, lan duwe pondok seng gede. Aku mero tanda-tandane. Makane iku aku nolak koen polae waline gak diajak melbu”

“(Anak ini (karena sang supir itu lebih muda dari Kyai Hamid-red) bakal menjadi seorang wali, dan juga akan mempunyai pesantren yang besar. Maka dari itu, aku menolak kamu karena “Wali”nya (supir) tidak kamu ajak masuk.)”

Kyai Hamid memaparkan alasannnya mengenai penolakan sang tamu itu dengan sedikit guyonan. Sang supir pun tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya karena malu mendengar alasan Kyai Hamid tentang dirinya. Padahal dia sendiri tidak mengetahui akan hal itu.

Tapi sang majikan kaget bukan kepalang mendengar pernyataan Kyai Hamid tentang supir pribadinya tersebut.

Mulai saat itu pun ke-walian KH Mukhsin mulai terdengar penjuru kota. Satu persatu para orang tua mengirim anaknya kepada beliau untuk belajar. Semula hanya lima murid dan bertempat di mushola dekat rumah majikannya. Karena lambat laun santri beliau tambah banyak, yang datang bukan hanya dari dalam kota, bahkan dari luar kota pun banyak yang datang mengirimkan anak-anaknya untuk belajar kepada beliau.

Terbukti, berdirilah pesantren seperti yang dikatakan Kyai Hamid. Setahun kemudian santrinya mencapai 100. Lambat laun terus bertambah jumlahnya. Lalu beliau semakin memperbesar pesantren tersebut. Dan hingga kini jumlah santri yang me-nyantri di pesantren kurang lebih sepuluh ribuan anak.

Subhanalah… Itu bukan bilangan yang sedikit. Semoga semua santri yang belajar di Pesantren Al-Maqbul Malang selalu dalam kasih sayang Allah SWT.

Bermula dari seorang sopir yang senantiasa takut kepada-Nya dimanapun. Tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu dan sunnah-sunnah Rasul SAW yang lain. Semoga kita senantiasa bisa meniru amal ibadah beliau.

Demikian kisah Kiai Hamid Pasuruan Ungkap Seorang Wali yang Menyamar Jadi Supir, semoga manfaat. Amin..

(Mukhlisin/Bangkitmedia.com)

Pos terkait