Kisah Karomah Makam Pangeran Purboyo, Pesawat Melintas Bisa Jatuh

Kisah Karomah Makam Pangeran Purboyo, Pesawat Melintas Bisa Jatuh

Kisah Karomah Makam Pangeran Purboyo, Pesawat Melintas Bisa Jatuh

Makam Pangeran Purboyo putra Panembahan Senopati yang berada di Kompleks Pemakaman Wot Galeh, Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diyakini oleh sebagian warga memiliki aura atau kekuatan magis. Sehingga dapat menyebabkan pesawat jatuh jika melintas di atas makam tersebut.

Bacaan Lainnya

Salah satu yang diyakini warga setempat adalah saat jatuhnya pesawat T50 Golden Eagle di Kompleks Lanud Adisucipto, Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Walaupun hingga saat ini belum diketahui penyebab jatuhnya pesawat buatan Korea Selatan tersebut karena tim investigasi dari Mabes TNI AU tengah mencari data untuk mengungkap penyebabnya.

Warga di sekitar tempat pemakaman menyakini jika pilot T 50 Golden Eagle sempat melintas di atas makam Pangeran Purboyo di Wot Galeh, Berbah, Sleman sehingga berbuntut jatuhnya pesawat tersebut.

Lokasi makam keramat itu berada di area perkebunan tebu, sebelah selatan Lanud Adisucipto Yogyakarta.

“Kata orang-orang dulu, kalau melintas diatas makam Pangeran Purboyo bisa jatuh. Bisa jadi, pesawat yang jatuh itu karena melintas di atas makam,” kata Mijun, warga Prambanan, Senin 21 Desember lalu.

Semua pilot, kata dia, tidak ada yang berani melanggar dengan mencoba melintas di atas makam tersebut. Jika ada yang berani mencoba, imbasnya jatuh saat terbang.

“Enggak tau ada kekuatan apa disitu, tapi memang keramat katanya. Pantangannya jangan melintas di area sekitar makam, saya kira para pilot dan TNI AU sudah tau soal pantangan itu,” jelasnya.

Meski hanya menduga, namun fenomena larangan itu melekat hingga kini.

“Tapi enggak tau juga lho soal pesawat yang jatuh kemarin. Bisa saja karena mesin mati, atau terlambat menghendel gas,” kata pemilik bengkel ProMijun ini.

Kisah Karomah Makam Pangeran Purboyo, Pesawat Melintas Bisa Jatuh

Kompleks pemakaman Wot Galeh setiap malam Selasa Kliwon maupun Jumat Kliwon ramai didatangi para peziarah. Mereka datang untuk semadi atau tirakat.

Di dalam pagar tembok kompleks makam Wot Galeh itu terdapat sebuah masjid semi terbuka, dan cungkup berisi dua makam, yakni Pangeran Purbaya, dan sang bunda, Ratu Giring.

Selain itu, di belakang masjid terdapat sebuah sumur, yang konon dibuat semasa hidup Pangeran Purbaya.

Bibir sumur setinggi kira-kira semester tergolong lebar jika dibandingkan lebar bibir sumur kebanyakan. Permukaan air nampak berkilau tertimpa cahaya bulan purnama.

Orang-orang yang berniat melakukan tirakat biasanya mengawali prosesi dengan diguyur badannya menggunakan air sumur tersebut sebanyak tujuh kali.

Pengguyuran air dilakukan dengan sebuah ember terbuat dari kayu. Angka tujuh adalah simbol dari pitulungan maupun simbol semoga tercapai tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan Babad Tanah Jawi, Pangeran Purboyo merupakan putra Penembahan Senopati dari Rara Lembayung, putri Ki Ageng Giring, dari Mataram. Karena sakti, Purboyo menjadi senopati perang Mataram saat Sultan Agung bertahta.

Salah satu kesaktian Pangeran Purboyo adalah memiliki kekuatan yang sangat dahsyat sehingga mampu membuat peluru dengan menggunakan tangannya.

Cerita mengenai kekuatan putra Panembahan Senopati ini dikisahkan saat ada suatu kerajaan yang akan menyerang negeri Mataram Islam.

Semua prajurit musuh sudah siap dan terus berlatih. Setiap hari mereka juga membuat persenjataan baik senjata tajam, meriam besar, peluru berbagai jenis.

Mereka mempersiapkan diri karena mendengar kabar bahwa Kanjeng Sultan Agung beserta pasukannya adalah orang- orang yang sakti yang sulit dikalahkan dalam peperangan.

Mendengar hal ini, Pangeran Purboyo langsung sendirian pergi ke kerajaan tersebut dengan menyamar sebagai seorang warga bernama Jadug.

Pangeran Purboyo langsung berkeliling ke kerajaan tersebut termasuk ke tempat pembuatan senjata.

Di tempat pembuatan senjata itu Jadug yang tak lain adalah Pangeran Purboyo ini lalu bertanya seorang pandai besi jika pembuatan senjata di tempatnya berasal yaitu Mataram berbeda dengan yang dilakukan di sini.

“Kalau di tempat saya (Mataram) jika membuat peluru timah panas diciduk pake tangan kemudian dikepal- kepal sehingga jadilah peluru. Memang hasilnya kalah halus, namun lebih cepat, ” kata Pangeran.

Lalu Pangeran Purboyo mempraktikan apa yang dikatakannya, timah mendidih diraupnya kemudian dikepal-kepalkan menjadi peluru.

Mereka semuanya heran, namun ternyata ada perwira musuh yang sedang mengawasi Pangeran Purboyo.

Tiba-tiba perwira itu bicara. “Setan alas Mataram berlagak mau bermain sulap kau tentu mata-mata Mataram kan. Siapa kamu sebenarnya?, ” kata perwira tersebut.

Jadug lalu pura-pura ketakutan namun dia memukul dan menginjak meriam yang besar- besar sehingga gepeng dan peyot.

Sehingga membuat yang lain pada ketakutan dan lari. Tidak lama Jadug sudah dikepung oleh belasan prajurit namun dia langsung mengambil meriam dan dijadikan senjata untuk bertahan.

Aksi Pangeran Purboyo ini lalu dilaporkan ke raja kerajaan tersebut. Kemudian Jadug diihadapkan kepada sang Raja.

Saat berhadapan dengan raja, Pangeran Purboyo berkata, “Tuan yang dijunjung dan saya hormati tidak sekali-kali saya ingin membuat keonaran. Saya menggunakan meriam karena merasa terancam oleh prajurit paduka. Jika meriam tersebut rusak saya sanggup memulihkan seperti semula, ” kata Jadug.

Kemudian oleh Jadug yang tak lain adalah Pangeran Purboyo meriam itu dipukul-pukul dan tanpa kesulitan apa- apa meriam tersebut satu-persatu sudah kembali seperti semula.

Sang raja pun terkagum- kagum kemudian meminta Jadug untuk menjadi petunjuk jalan menghadap Kanjeng Sultan Agung sambil membawa pusaka berupa batu intan.

Di mana batu intan ini adalah pusaka leluhur kerajaan tersebut dari Zaman Majapahit. Menurut raja tersebut apabila Sultan Agung dapat membelah pusaka itu maka dia dan bala tentaranya akan membatalkan penyerangan ke Mataram dan menyatakan takluk sambil menyerahkan upeti secukupnya kepada Kanjeng Sultan Agung di Mataram.

Namun jika Raja Mataram itu tidak dapat membelah pusaka tersebut maka kerajaannya akan tetap menyerang Mataram dengan pasukan layaknya air bah.

Untuk mengangkat batu pusaka itu dibutuhkan 32 orang. Besarnya batu pusaka itu sekitar satu tampah tumpeng dan jika ada burung yang terbang diatasnya akan terjatuh dan dipastikan tewas.

Berdasarkan hal ini maka prajurit dari tanah seberang tersebut memperkirakan Sultan Agung tidak akan sanggup membelah batu tersebut.

Kemudian Pangeran Purboyo dengan ramah berkata, “Untuk persoalan membelah batu kiranya saya saja yang melakukannya. Mana tunjukan pusaka batu itu,”.

Lalu tandu yang membawa batu itu diserahkan kepada Purboyo kemudian batu itu diangkat dan dilempar- lempar seperti melempar kapur tulis.

Para prajurit dari tanah seberang heran bercampur takut karena pusaka yang dibangga-banggakan dan sangat susah diangkat ternyata dengan mudah diangkat Jadug.

Selanjutnya Pangeran Purboyo menggores dengan kuku batu pusaka dan sekali ditekan akhirnya terbelah menjadi dua bagian sama besar.

Lalu raja negeri seberang itu menyatakan takluk kepada Mataram dan menyerahkan upeti kepada Sultan Agung.

Sementara pusaka kerajaan musuh yang telah takluk disimpan oleh Pangeran Purboyo hingga akhir hayatnya.

Konon karena kesaktian Pangeran Purboyo dan pusaka itulah yang membuat pesawat jatuh jika melintas diatas makam sang pangeran. Wallahualam bisawab

Demikian Kisah Karomah Makam Pangeran Purboyo, Pesawat Melintas Bisa Jatuh. Semoga bermanfaat.

Diambil dari berbagai sumber.

Pos terkait