Kisah Karomah Syekh Muhammad Ali As Shobuni Istiqomah Menjaga Al Qur’an
Selama di Makkah, saya paling suka menemui Ulama-ulama di luar kampus, seperti; Syekh Abdul Fattah Rowah, Syekh Abdul Karim Al-Banjari, Syekh Muhammad Ali Al-Shobuni, Syekh Damanhuri Al-Bantani, Syekh Muhammad Al-Hajjar di Madinah dan Syekh Muhammad Bashir Abu Al-Amin seorang guru Thariqah Naqsabandiyah. Setiap pagi ikutan ngaji kepada Syekh Muhamamd Maki Al-Bakistani, kitab Sunan Al-Tirmidzi dan Tafsir Jalaian. Saya paling suka ikuta ngaji kepada Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki.
Selama di Makkah, ketika di Masjidil Haram, saya paling suka menemui beliau di pelataran Baitullah ketika menjelang Magrib. Biasanya, beliau dikerumi banyak orang, termasuk saya. Beliau tidak pernah berhenti membaca Alquran, walaupun sedang berbincang-bicang dengan teman-temanya. Ketika ada jeda sebentar, terdengar dari lisan beliau sedang meneruskan ayat-ayat suci Alquran. Saya sangat kagum sekagumnya terhadap beliau.
Kemana-pun berjalan, beliau tidak pernah berhenti membaca Alquran. Walaupun sedang nyetir mobil. Termasuk ketika sedang thowaf. Syekh Muhamad Maki Al-Pakistani sering mensinyalir sosok yang menghafalkan menghatamkan Alquran setiap tiga hari sekali saat thowaf. Rupanya, sosok yang dikagumi adalah “Syekh Muhammad Ali Al-Shabuni”.
Kadang saya-pun berjumpa dengan beliua sedang “Thowaf”, saat itulah saya menyapa dan mencium tangannya. Karena mencium tangan ulama, sama dengan mencium tangan Rasulullah SAW. Siapa yang memuliakan Rasulullah SAW, sama dengan memulian Allah SWT, siapa yang memuliakan Allah SWT, maka surgalah tempatnya.
Sudah terbiasa, saya setiap jam 16.30, saya nunggui beliau di depan Ka’bah, tepatnya pada Arah pintu Malik Abdul Aziz. Saya-pun, menyalami dan mengecup tangan agar mendapat berkah. Sampai suatu ketika saya bertanya kepada beliau seputar Akidah Asaariyah, beliau menjawab “Imam Al-Asaari” adalah imam Ahlussunah Waljamaah.
Begitulah setiap sore menjelang magrib. Suatu saat, saya matur kepada beliau meminta ijazah. Kemudian beliau menjawab “semua apa yang saya dapat dan peroleh dari guru-guru saya, aku ijazahkan kepadamu”. Saya menjawab “saya terima ijazah ini”.
Saat itu, Syekh Muhammad Ali Al-Shabuni memberika uang 200 real dan karya-karya beliau. Dua kitab yang saya terima “Tafsir Al-Wadih Al-Muyassar” dan Kitab Riyadu Al-Shalihin. Tidak ada sesuatu paling Bahagia, melebihi kebahagiaan seorang santri ketika mendapatkan doa keberkahan, dan ijazah dari guru yang paling dicintainya.
Sejak saat itu, saya tidak pernah berhenti menghadiahi Al-Fatihah kepadanya, karena telah mendapatkan ijazah kitab tafsir dan hadis. Saya menggunakan kitab Tafsir Al- Wadih Al-Muyasaar mengajarkan di Masjid dekat rumah.
Jumat, 20/03/2021
Demikian Kisah Karomah Syekh Muhammad Ali As Shobuni Istiqomah Menjaga Al Qur’an. Semoga bermanfaat.
Penulis : Abdul Adzim Irsad