Kisah Kiai Sahlan Sidorangu Krian, Ahli Riyadhoh dan Tirakat
“Bakale teko mongso, wong pinter kurang riyadloh lan tirakate. Onoke wong pinter sing minteri.”
(Akan tiba zaman, orang pandai kurang riyadloh dan tirakat. Yang ada orang pandai suka minteri)
Ucap Mbah Dullah Ponpes Mambaul Hisan Kalipucung Blitar, disela-sela silaturrahmi lebaran, mengisahkan kembali dawuh Gurunya, KH. Sahlan Sidorangu Krian.
Banyak santri yang diarsiteki oleh KH. Sahlan menjadi Ulama Ahli riyadhoh yang disegani, seperti Abah Thoyyib Krian, Mbah ‘Ud Pagerwojo, Gus Ali Muhammad (Karib Gus Miek) Tropodo, adalah bukti kesuksesan KH. Sahlan mencetak generasi unggul yang gigih riyadhoh dan tirakat. Pembentukan jiwa tangguh “gak kedonyan”(tidak gila dunia) pada santri benar-benar diterapkan.
Suatu misal, Abah Thoyyib Sumengko Krian, awal mula “nyantri” ke KH. Sahlan, langsung diuji untuk meninggalkan “Duniawi”nya (Kekayaan, jabatan). Padahal Abah Thoyib kala itu merupakan pejabat desa (konon sebagai lurah/ camat) yang dihormati.
Dengan penuh takdzim, Abah Thoyyib melepaskan belenggu “duniawi”nya, serta mengajak istrinya ikut menyelam dunia riyadhoh. Abah thoyib pun mendermakan seluruh hartanya untuk umat Islam. Kemudian, Abah Thoyib berjalan kaki meniti ajaran tasawuf dibawah bimbingan KH. Sahlan. Laku spiritual seperti inilah yang memunculkan konsep “Sabar, Neriman, Loman, Akas, Temen, Ngalah”.
KH. Sahlan Sidorangu memiliki wadzifah (kebiasaan/laku) puasa daiman (selama hidupnya). Dimana, “pengendalian” hawa nafsu dikucuri oleh nilai-nilai sufistik. Tak pelak, riyadhoh ala KH. Sahlan diadopsi oleh Abah Thoyib dalam kehidupan sehari-hari.
Diantaranya adalah Puasa daiman, Tidak suka Marung (makan di Warung), Sholat Dhuha setiap pagi hingga puluhan rakaat, Sholat sunnah Rawatib qabliyah ba’diyyah, Tahajjud yang kesemuanya itu terangkai menjadi kegiatan rutin harian sunnah, namun berbobot layaknya ibadah wajib.
Pesan KH. Sahlan yang disampaikan kepada Abah Thoyyib hingga dikemudian hari dituturkan kepada santri-santri beliau adalah
“Langgengno kebiasaan apike leluhurmu” (lestarikan kebiasaan baik pendahulumu).
Dalam artian: kebiasaan berpuasa sunnah senin-kemis, kebiasaan sedekah, kebiasaan sholat sunnah, wirid, sholawat, mengaji, mbangun masjid, bercocok tanam, berbuat baik dan bermanfaat untuk orang lain harus dilestarikan dan digetok-tularkan.
Kyai sahlan merupakan salah satu ulama salaf dan ulama kuno yang mempunyai karomah selalu diikuti tamu kemana dia pergi untuk mendapatkan keberkahannya. Kyai Sahlan juga merupakan guru Mursyidul Kamil yang mampu membawa para santri-santrinya menjadi ulama-ulama akhirat pewaris nabi.
Sosok Kyai sahlan dilahirkan di Ds.Terik,Kec.Krian, Kab, Sidoarjo,Jawa Timur Kyai sahlan putra dari KH.Muttholib dengan Ibu Nyai Khadijah, Kyai Sahlan semasa kecilnya dipanggil dengan sebutan Romo dilahirkan sabtu pahing tahun 1909 mempunyai 4 saudara kandung,diantaranya Gus Khusain, Romo (KH.Sahlan), Gus Isman, Gus Permadi ketika Romo (Kh.Sahlan) .
Semasa kecilnya selalu membantu sang ayah mencari rumput untuk hewan ternaknya dan menyempatkan untuk mendalami ilmu agama. Seperti anak sekolah sekarang pada umumnya, Romo (Kh.Sahlan) mengaji pada saudara sendiri sampai menjelang dewasa, lalu Romo (Kh.Sahlan) mendalami ilmu agama di Pondok Pesantren Di desa Mindi Porong Sidoarjo pada Kyai Marzuki, Romo santri yang sangat taat dan patuh pada gurunya sehingga dia menjadi santri yang sangat disayangi oleh Kyai Marzuki dan namanyapun diganti oleh gurunya yang asalnya Romo menjadi Sahlan.
Mbah Sahlan kemudian dinikahkan oleh gurunya dengan keponakannya sendiri akan tetapi tidak dikarunia anak dan kemudian Mbah Sahlan atas perintah Gurunya Untuk menceraikannya. Kemudian Mbah Sahlan mendalami ilmu agama lagi di Pondok Al-Khozini di Panji Buduran Sidoarjo Pada Kyai Khozin.
Romo Kyai Sahlan pulang ke kampungnya di Desa Terik setelah itu menikah dengan Nyai Mudrikah saat itu usianya 30 tahun, putri Kyai Mukti dengan Ibu Nyai Mar’ah.
Romo Kyai Sahlan sangatlah istiqomah dalam mengaji dan mengajarkan ilmu agama, selalu membaca sholawat tidak pernah putus dimanapun tempatnya dan kapanpun, bibir Mbah Sahlan selalu bersholawat.
Romo Kyai Sahlan awalnya di Sidoarangu saat melewati jalan selalu menepi di pinggir pagar jalan, sampai-sampai orang desa mengatakan Romo Kyai Sahlan orang yang gila, Romo Kyai Sahlan menantu Kyai Mukti sedang bingung akalnya (orang setempat).
Akan tetapi orang-orang kampung yang mencelah Romo Kyai Sahlan dan menghinanya banyak yang kena karma dengan izin Allah keluarga yang mencelahnya muncul keturunan orang-orang yang kurang waras akalnya. Banyaknya ejekan dan hinaan dari masyarakat akhirnya mengangkat derajat beliau Romo Kyai Sahlan menjadi ulama besar Kyai yang terkenal sangat alim dan sampai derajat yang tinggi menjadi salah satu wali abdalnya Allah SWT.
KH. Sahlan wafat kira-kira tahun 1972-an dan dimakamkan di Sidorangu Krian. Menurut pendapat Cak Nun (Emha Ainun Najib) dalam pengajian maiyyah, salah satu karya fenomenal KH. Sahlan adalah Syiir tanpo wathon yang oleh sebagian masyarakat dinisbatkan kepada Gus Dur.
Walhasil, kebiasaan baik yang tersistemik dari para pendahulu, seyogyanya dilanjutkan, dilestarikan dan ditularkan kepada generasi selanjutnya. Dalam rangka membentuk putra putri yang merawat tradisi para sesepuh bernafaskan Ahlussunnah wal Jamaah Annahdiyyah.
Demikian Kisah Kiai Sahlan Sidorangu Krian, Ahli Riyadhoh dan Tirakat. Semoga bermanfaat.