Kisah Nyata Juragan Sapi Takjub dengan Karomah Mbah Maimoen.
Pada suatu waktu, kira-kira tahun 2011-an, tetangga saya yang seorang juragan jagal sapi, mengalami sebuah kemunduran dalam usahanya. Bisnis sapinya terancam gulung kandang. Kerugian besar menimpanya hampir setiap hari.
Kawan-kawan sesamanya bahkan sudah banyak yang menutup usahanya, karena tak lagi mampu menutup biaya operasional jagal sapi yang butuh dana besar. Namanya sebut saja Pak Haji.
Hingga akhirnya, juragan tersebut dianjurkan oleh salah seorang alumni Sarang, untuk sowan ke Hadrotussyaikh Maimoen Zubair. Dengan harapan ada jalan keluar tentang masalah yang dihadapinya.
Singkat cerita, berangkatlah dia ke Sarang.
Sang Juragan yang sebelumnya tidak pernah mengenal Mbah Maimoen, dibuat terkagum-kagum pada pandangan pertama. Belum sempat matur tentang permasalahannya, beliau sudah ngendikan:
“Ono sapi larang kok sambat (Ada sapi harganya mahal kok mengeluh)”
Pak Haji terkejut, bagaimana mungkin beliau bisa tau hal itu? Padahal, matur saja belum.
Beliau lalu bertanya:
“Njenengan usahane nopo? (Anda usahanya apa?)”.
“Sadean sapi mbah (jualan sapi mbah…)”
Lalu beliaupun tersenyum. Bercerita banyak hal, diantaranya keutamaan ternak sapi.
Tak terasa, waktupun beranjak malam. Para tamu berpamitan undur diri, termasuk tetangga saya itu. Namun, beliau mencegah, seraya ngendikan:
“Ampun kondur riyin, nginep mriki mawon. Kondure ngenjang. Mangke nek kondur seniki, mboten kulo dongaake, (Jangan pulang dulu, menginaplah disini. Pulangnya besok. Kalau pulang sekarang, nanti gak saya doakan )”
Pak Haji, karena sudah terpesona dengan keistimewaan Mbah Moen, akhirnya nurut saja, untuk menginap di Sarang, dan pulang keesokan harinya.
Esok paginya, Pak Haji kembali sowan beliau, sekaligus berpamitan. Dan seperti yang sudah dijanjikan, Mbah Maimoen pun mendoakannya.
Dalam perjalanan pulang, Pak Haji semakin yakin, bahwa beliau memang punya keramat luar biasa. Rejeki yang semula seret, mengalir lancar bak derasnya air hujan. Belum juga sampai rumah (masih perjalanan), pesanan pembelian sapi datang dari banyak konsumen.
Pak Haji yang semula tak kenal Mbah Maimoen, sejak saat itu menjadi begitu cinta bahkan fanatik kepada beliau. Rumahnya dipasang gambar beliau dengan ukuran besar. Pembicaraannya sering sekali menukil dawuh-dawuhnya, bahkan hampir di setiap acara Maulidiyah di Pondok Mbah Maimoen, dia sempatkan hadir, walaupun dia bukan Alumni Sarang.
Diantara dawuh beliau yang sangat disukainya adalah:
“Wirid iku bagiane Kiai, sedekah bagiane wong sugih. Sampeyan ora usah wirid, cukup ngopeni Kiai, (Wiridan itu bagiannya Kiai, shodaqoh bagiannya orang kaya. Kamu gak perlu wiridan, cukup ngurus (kebutuhan) Kiai saja).”
Ada juga cerita tentang sapi yang membuat tetangga saya itu cinta betul dengan Mbah Moen.
Dulu saya pernah diajak jualan sapi oleh seseorang. Sapi saya tuntun dari Sarang berjalan kaki untuk dijual di Lasem (jarak kurang lebih 33 km).
Karena perjalanan yang jauh, maka berangkatlah kami dari Sarang sebelum shubuh. Tujuannya agar bisa sampai Pasar Lasem pagi hari.
Saya (Mbah Moen) ngomong sama yang ngajak.
“Lek, opo budale gak bar shubuh wae?, (Paman, kenapa kita gak berangkat habis shubuh saja?)”
“Lho, nek sholat iso diqodlo. Tapi, nek sapi gak iso, (Kalau sholat itu bisa diqodlo, tapi kalau sapi – kalau terlanjur gak laku, karena kesiangan – gak bisa diqodlo).”
Begitulah Mbah Moen, siapapun bisa diterima. Siapapun merasa ternaungi. Beliau bisa dengan sangat bijak memberi solusi permasalahan umat yang sangat multikultural dengan tepat dan proporsional.
Idul Adha tahun ini, beberapa hari setelah wafatnya Mbah Moen, Pak Haji mengorbankan seekor sapi berukuran cukup besar. Bukan untuk dirinya, tapi diniatkan khusus untuk Mbah Maimoen.
Demikian Kisah Nyata Juragan Sapi Takjub dengan Karomah Mbah Maimoen, semoga bermanfaat.
Penulis: Ahmad Fathun Najib, Santri Sarang.
Ada video terkait karomah Mbah Moen. Silahkan menyimak.