Kisah Seorang Pemuda Rasakan Karomah Habib Munzir Al Musawa

Kisah Seorang Pemuda Rasakan Karomah Habib Munzir Al Musawa

Kisah Seorang Pemuda Rasakan Karomah Habib Munzir Al Musawa

Sebagai remaja yang dilahirkan di keluarga yang sangat sederhana, sehari-hari selalu diisi dengan pelajaran ilmu agama.

Bacaan Lainnya

Sehingga wajar ajah, ketika menginjak remaja (kalo gak salah pas kelas VIII) saya diajak ke suatu majelis di daerah Pancoran, jauh memang, apalagi saat seusia saya saat itu pergi malam untuk menghadiri majelis sangatlah mengkhawatirkan orang tua, tapi tahu tujuan saya pergi orang tua mengizinkan saya pergi bersama teman-teman.

Untuk pertama kalinya saya menginjakan kaki di Masjid Almunawar, masjid yang malam itu ramai dengan ribuan remaja yang haus akan ilmu, ya ilmu. Ilmu dari seorang ulama besar Habib Munzir bin Fuad Almusawa. kendatipun jauh, tapi saya dan teman-teman jalani rutinitas ini dengan ringan, mengingat juga Hadits Nabi SAW, “tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina”, biar jauh yang penting ilmunya kita dapetin.

Sebulan dua bulan, menghadiri majelis yang diadakan setiap malam selasa itu menjadi sebuah kegiatan rutin kami, dari yang awalnya hanya dua sampai tiga motor, makin lama makin makin bertambah teman yang ikut hadir di majelis itu.

Selain di alMunawar, majelis yang menamakan dirinya Majelis Rasulullah SAW ini, sering melakukan tabligh akbar di Jakarta, Bekasi, Depok, Bogor dan sekitarnya. Hampir setiap hari majelis ini mengelilingi ibu kota untuk mensyi’arkan agama Allah dan membumikan ibukota dan sekitarnya dengan sholawat.

Pernah suatu ketika, ketika saya mulai jarang menghadiri majelis karena mulai disibukan dengan tugas sekolah. Malam itu saya memimpikan Habib Munzir memeluk saya, saya pun mencium tangan beliau, wangi wardah yang selalu beliau pakai sebagai parfumnya begitu nyata, begitu tajam saya rasakan.

Dua kali saya mimpi seperti ini, saya berfikir. Pertanda apa ini?

Saya memang ingin sekali memeluk beliau, terlebih ketika saya hanya bisa melihat beliau ditengah barakade pengawalnya, saya ingin masuk barakade itu dan memeluk beliau, apa daya untuk dapat mencium tangan beliau saja saya sudah sanagat bahagia.

“bisa cium tangannya ajah gue udah bersyukur banget, wanginya dari jauh udah kecium, apalagi sampe bener-benar kecium yak, gak ilang-ilang kali wanginya” itu ucap saya saat melihat beliau jalan di hadapan saya ketika dalam kawalan laskarnya.

Alhamdulillah, ketika saya datang lebih awal di alMunawar, saya berkesempatan untuk mencium tangan Habib yang masuk lewat pintu samping masjid. Benar saja, ketika saya mencium tangannya, wangi wardah begitu melekat di hidung dan tangan saya, sampai akhir majelispun wanginya belum hilang juga.

Minggu selanjutnya, saya datang lebih awal lagi, namun sayang malam itu saya tidak bisa mencium tangan Habib, entah kenapa, seakan-akan Habib tidak mau dicium tangannya oleh saya. ini saya alami hampir 3 kali, ketika berkesempatan untuk bersalaman, saya tidak bisa mencium tangan beliau. Padahal, jarak saya begitu dekat, pengawalannya pun sedang renggang.

Sehari dua hari saya memikirkan hal itu, karena apa saya tidak bisa bersalaman meskipun jarak saya dengan beliau sangat dekat.

Apa karena saya belum bersuci, belum berwudhu? atau apa karena hal lain?

Malam selasa berikutnya, ketika tiba di alMunawar, saya berwudhu dahulu, wal hasil alhamdulillah saya bisa merasakan kembali wangi wardah dan mencium tangan beliau. Subhanallah, ini benar-benar terjadi.

Beberapa kali saya menghadiri majelis beliau, ketika saya tidak dalam keadaan berwudhu, saya tidak bisa bersalaman dengan beliau, bahkan tidak jarang saya tidak bisa melihat wajahnya langsung saat beliau bertausiah, ada saja halangannya, entar ke-alingan tiang masjid lah, layar proyektor nya mati lah, sampai jarak saya dengan panggung begitu jauh.

Apa ini lantaran saya tidak dalam keadaan berwudhu, entahlah. Tetapi, ketika saya menghadiiri majelis dalam keadaan berwudhu, saya pasti bisa melihat wajah beliau, bersalaman dan mencium tangannya.

Saat saya harus meninggalkan rumah untuk menuntut ilmu di Jogja, saya tidak lagi bisa menghadiri majelis, paling kadang-kadang lewat streaming.

Wahai Allah, ampunilah Guru kami, Habib Munzir, naikkanlah derajatnya diantara orang-orang yang mendapat hidayah, dan lindungilah keluarga dan keturunannya yang masih hidup. Ampunilah dia dan kami, wahai Tuhan sekalian alam, luaskanlah kubur baginya dan berikanlah cahaya didalamnya. Aamiin….

Demikian Kisah Seorang Pemuda Rasakan Karomah Habib Munzir Al Musawa. Semoga bermanfaat.

Sumber: Ahmad Syaikhu H. Mujib (Mahasiswa Fisika UGM)

Pos terkait