Kisah Unik Habib Munzir Al Musawa Saat Berguru Kepada Habib Umar Yaman
Selama belajar di Yaman, beliau mempelajari Tafsir Al Qur’an, mempelajari ilmu hadits, Nahwu sharaf tata bahasa Arab, dan lain-lain, yaitu ilmu-ilmu pendukung untuk memahami ajaran agama Islam. Setelah Kembali dari Yaman, Habib Munzir kembali ke Jakarta dan memulai merintis berdakwah mendatangi rumah warga dari pintu ke pintu.
Pada tahun 1998. Setelah berjalan kurang lebih enam bulan perjalanan dakwahnya, Habib Munzir mulai membuka majelis pengajian setiap Senin malam Selasa. Kemudian majelis pengajiannya itu diberi nama: Majelis Rasulullah, yang mana jamaahnya terdiri dari anak-anak muda.
Sewaktu Habib Munzir belajar agama Islam di Yaman itulah beliau punya pengalaman unik, yaitu beliau salah sangka terhadap seorang kakek. Nah, bagaimana ceritanya, mari kita simak langsung dari Habib Munzir berikut ini:
Al Habib Munzir Al Musawa “Saat saya ke Tarim Hadramaut Yaman, (1994-1998), saya duduk hadir di suatu majelis yang penuh sarat dengan para ulama kelas satu. Disana ada empat mufti, saya tidak mengenal mereka karena baru datang dari Indonesia. Karena halaqah sudah penuh padat, saya duduk di paling belakang, di sebelah saya orang-orang yang menyiapkan kopi dan suguhan untuk para hadirin. Di sebelah mereka duduk seorang sepuh bertampang biasa saja, saya mencium tangannya bukan karena apa apa, tapi karena ia sudah sepuh.
Dalam hati saya membatin, bahwa dia ini bukan ulama apa apa, cuma sepuh saja, kalau dia ulama mestilah ia duduk di shaf depan atau terdepan, bukan duduk di sebelah tukang pembagi kopi dengan gelas-gelas yang ribut dan air bertumpahan kemana-mana.
Selepas majelis bubar, semua orang berdesakan menyalaminya, termasuk ulama ulama sepuh yang di shaf terdepan. Saya bingung dan bertanya tanya, ini kan cuma orang sepuh yang duduk di paling belakang? Ternyata ia adalah Almarhum Syeikh Fadhl ba fadhl, pimpinan majelis para mufti di Tarim hadramaut. Ia pimpinan mufti, namun karena tawadhu’ dan merendah dirinya, ia tidak mau maju ke depan karena datang terlambat, saya jadi sangat malu….
Ringkasnya saudaraku, berhati-hati atas ustaz yang mengajar hal-hal yang mudah. Mungkin ia mengajar hal yang mudah di jamaah itu, namun mengajar hal-hal yang jauh di atas pemahaman kita di kelompok murid-murid lainnya.
Kisah Unik Habib Munzir Al Musawa Saat Berguru Kepada Habib Umar Yaman
Guru Mulia kita pun (Habib Umar bin Hafidz) pernah dan sering mencoba kedalaman ilmu muridnya. Suatu ketika dalam pelajaran faraidh (ilmu waris), beliau bertanya pada murid-muridnya; “Coba hitung…, jika seorang wafat meninggalkan 3 anak pria, suami, istri, dan ayah, ayo jawab berapa masing-masing bagiannya….? Maka kami mulai meghitung cepat dan buru buru mengacung untuk menjawab, lalu ternyata jawaban kami satu pun tiada yang benar.
Sambil tertawa beliau melihat kami yang kebingungan kenapa jawaban tiada yang benar?? Beliau menjawab dengan bahasa arab yang kira-kira maknanya : makanya, kalau ditanya itu pikir dulu, jangan sembarang hitung dulu kesana kemari, saya kan sebutkan seorang wafat, meninggalkan sekian anak, dan meninggalkan SUAMI, dan juga ISTRI, lalu siapa dia?
Kalau ia meninggalkan istri, berarti almarhum adalah suaminya, kalau ia meninggalkan suami, berarti yang wafat adalah istrinya, kalau ia meninggalkan suami dan istri, maka siapa dia? Pertanyaan ini harus direnungkan dulu sebelum dijawab…! Demikian ucapan beliau pada kami, sambil tertunduk geli kami pun tertawa dan terkecoh. Di lain waktu, Guru Mulia mengajar Nahwu dasar, ada yang memang baru kenal nahwu, ada yang sudah mendalami nahwu, ada guru-guru pakar syariah yang sangat mendalam dalam nahwu dan seluruh cabang ilmu lainnya ikut duduk saja hadir.
Beliau memberi contoh fi’il Amr, (kata ganti untuk perintah), hanya contoh kata saja, namun suara beliau ditekan, dan membuat murid murid senior yang sudah jauh melewati nahwu malah tertunduk menangis ketakutan…. Saya jadi bingung, ini kan pelajaran nahwu dasar, dan contoh yang diberikan hanya contoh fi’il amr, saya pun sudah tahu itu tapi diam saja karena tahu kedalaman ilmu beliau, namun kenapa para guru-guru saya yang murid beliau juga, malah menunduk dan menangis ketakutan…?
Ternyata mereka mendalami makna ucapan itu, Guru Mulia mengajarkan contoh saja, kepada mereka yang masih belajar nahwu yang dasar, tapi menghantam dengan pengajaran tajam pada para senior, ucapan beliau : beberapa contoh fi’il amr adalah : Ikhsya’…! Ikhdha’…! Irqa’…! Dan beberapa contoh lainnya.
Bagi yang pemahaman ilmu nahwunya masih dasar, mereka hanya mencatat. Tapi yang senior, menunduk ketakutan dan menangis, karena makna ucapan kalimat contoh itu adalah : Ikhsya’..!(khusyuklah..!!), Ikhdhah..! (Tunduklah pada Allah..!!), Irqa’..! (dakilah tangga keluhuran..!!).
Maka para senior itu gemetar dengan kalimat kalimat itu, padahal beliau hanya memberi contoh saja pada mereka yang nahwunya di kelas dasar, tapi memberi ilmu makrifah pada yang kelas senior, dengan ucapan yang sama…. Demikian samudera ilmu.., mengajar satu cabang ilmu, namun berbeda cabang ilmu yang difahami masing masing tingkatan….
Hamba pun sering begitu, mengulang-ulang riwayat yang sama di satu majelis atau majelis yang berbeda, karena hamba tahu banyak di majelis itu yang belum jelas masalah itu dan perlu diulang. Atau hamba tahu bahwa mereka ada yang terjebak hal itu dan butuh diingatkan, maka hamba menjawabnya dengan pembahasan itu sebelum mereka bertanya, namun jika mereka menyimak, mereka akan mendapatkan jawaban atas apa yang belum mereka temukan jawabannya dari masalah mereka, sedangkan mungkin jamaah lain mengatakan kenapa kok pembahasan ini diulang lagi.
Sumber: Majelis Rasululah SAW
Demikian Kisah Unik Habib Munzir Al Musawa Saat Berguru Kepada Habib Umar Yaman. Semoga bermanfaat.
Silahkan tonton video berikut: