Menyingkap Rahasia Ilahi. Mutiara karya Syeikh Abdul Qodir Al-Jailany R.A.
Bagian Ke-59
Kamu berada dalam salah satu di antara dua keadaan: menderita dan sentosa. Jika kamu menderita, maka hendaklah kamu bersabar, walaupun dengan usahamu sendiri, ini adalah peringkat yang paling tinggi. Kemudian hendaklah kamu memohon supaya ridha dengan qadha’ dan qadar Allah serta telap di dalam qadha’ dan qadar itu. Ini sesuai dengan para Abdal, orang-orang yang memiliki ilmu kebatinan dan orang-orang yang mengetahui Allah SWT.
Jika kamu berada dalam kesentosaan, maka hendaklah kamu memohon supaya kamu dapat bersyukur. Syukur ini dapat dilakukan dengan lidah, dengan hati atau dengan anggota badan.
Bersyukur dengan lidah adalah menyadarkan diri kita bahwa karunia itu datang dari Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan manusia, diri kamu, usaha, kekuasaan, gerak dan daya kamu atau orang lain, walaupun karunia itu sampai kepadamu melalui diri kamu atau orang lain. Diri kamu dan orang lain itu hanyalah merupakan alat Tuhan saja. Pada hakekatnya, yang memberi, yang menggerakkan, yang mencipta, pelaku dan sumber karunia itu adalah Allah semata. Pemberi, pencipta dan pelaku itu adalah Allah. Hal ini sama dengan orang yang memandang baik terhadap tuan yang memberi hadiah dan bukan terhadap hamba pembawa hadiah tersebut.
Firman Allah, “Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS 30:7)
Firman ini ditujukan kepada orang-orang yang bersikap salah di dalam mensyukuri karunia. Mereka hanya dapat melihat yang lahir saja dan tidak melihat apa yang tersembunyi di balik itu. Inilah orang-orang yang jahil dan terbalik otaknya. Lain halnya dengan orang-orang yang berakal sempurna, mereka dapat melihat ujung setiap perkara.
Bersyukur dengan hati adalah mempercayai dan meyakini dengan sesungguhnya bahwa kamu dan apa saja yang kamu miliki seperti kebaikanmu dan kesenanganmu, lahir dan batinmu serta gerak dan diammu ialah datang dari Allah Yang Maha Kaya dan Maha Pemurah.
Syukur kamu dengan lisan akan menyatakan apa yang tersembunyi di dalam hatimu, sebagaimana firman Allah,: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (QS 16:53).
Firman-Nya lagi, “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS 31:20)
Dari semua ayat tersebut di atas, dapatlah diketahui bahwa menurut pandangan seorang Muslim tidak ada yang memberi sesuatu selain Allah.
Bersyukur dengan menggunakan anggota badan ialah menggunakan anggota badan itu hanya untuk beribadah kepada Allah dan mematuhi perintah-Nya. Kamu dilarang melakukan perintah mahluk, jika perintah itu bertentangan dengan perintah Allah atau penentang Allah. Termasuk ke dalam mahluk ini ialah diri kamu sendiri, kehendakmu dan lain-lain.
Ta’atlah kepada Allah yang semua mahluk takluk kepada-Nya. Jadikanlah Dia pemimpinmu. Jadikanlah selain Allah sebagai perkara sekunder atau perkara yang dikemudiankan setelah Allah. Jika kamu lebih mementingkan atau mendahulukan yang lain selain Allah, maka kamu telah menyeleweng dari jalan yang lurus dan benar, kamu men-dholim-i diri kamu sendiri, kamu menjalankan perintah yang bukan didatangkan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman dan kamu menjadi pengikut jalan yang bukan jalan orang-orang yang Allah beri nikmat.
Allah berfirman, “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya.
Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dholim.” (QS 5:45).
Dan Allah berfirman pula, “Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS 5:47)
Mereka yang dholim dan melanggar batas-batas Allah akan menempati neraka yang bahan apinya terdiri atas manusia dan batu. Sekiranya kamu tidak tahan merasakan demam walau sehari saja di dunia ini atau terkena panas api walau sedikit saja di dunia ini, maka bagaimana mungkin kamu akan sanggup tinggal di dalam api neraka ? Oleh karena itu, larilah segera dan mintalah perlindungan kepada Allah.
Berhati-hatilah terhadap perkara-perkara tersebut di atas, karena selama hidupmu kamu tidak akan dapat bebas dari batas-batas Allah, baik kamu berada dalam dukacita maupun dalam sukacita.
Bersabarlah jika ditimpa dukacita dan bersyukurlah juga menerima sukacita. Janganlah kamu marah kepada orang lain, apabila kamu ditimpa musibah dan jangan pula kamu menyalahkan Allah serta meragukan kebijaksanaan dan pilihan-Nya untuk kamu di dunia dan di akhirat. Janganlah kamu berharap kepada orang lain untuk melepaskan kamu dari malapetaka, karena hal itu akan menjerumuskan kamu ke lembah syirik.
Segala sesuatu itu adalah milik Allah dan tidak ada yang turut memilikinya bersama Dia. Tidak ada yang memberikan mudharat dan manfaat, menimbulkan bencana atau kedamaian dan membuat sakit atau sehat, melainkan Allah jua.
Allah menjadikan segalanya. Oleh karena itu, janganlah kamu terpengaruh oleh mahluk, karena mereka itu tidak mempunyai daya dan upaya. Hendaklah kamu selalu bersabar, ridha, menyesuaikan dirimu dengan Allah dan tenggelamkan dirimu ke dalam lautan perbuatan-Nya.
Jika kamu tidak diberi seluruh berkat dan karunia ini, maka kamu perlu memohon kepada Allah dengan merendahkan dirimu dan ikhlas. Akuilah dosa dan kesalahanmu serta mintalah ampun kepada-Nya. Akuilah ke-tauhid-an dan karunia Allah. Nyatakanlah bahwa kamu tidak menyekutukan apa-apa dengan Allah Yang Maha Esa dan ridhalah dengan-Nya, sehingga suratan takdir dan malapetaka itu berlalu dan dihindarkan dari kamu.
Setelah tiba saat bencana itu habis, maka datanglah kesenangan dan kesentosaan sebagaimana terjadi kepada Nabi Ayyub as, seperti hilangnya gelap malam dan terbitnya terang siang atau seperti berakhirnya musim dingin dan bermulanya musim panas. Sebab, segala sesuatu itu mempunyai batas, waktu dan matinya. Segala sesuatu itu mempunyai lawannya.
Oleh karena itu, kesabaran adalah merupakan kunci, awal dan akhir serta jaminan kebajikan.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Pertalian antara sabar dengan iman itu bagaikan kepala dengan badan.”. Dan beliau bersabda pula, “Sabar itu adalah keseluruhan iman.”
Kadang-kadang syukur itu datang melalui rasa senang menikmati karunia Illahi yang dilimpahkan kepada kamu. Maka, syukur kamu itu adalah menikmati karunia-Nya di dalam keadaan fana’-nya diri kamu dan hilangnya kemauan serta keinginan kamu untuk menjaga dan memelihara batas-batas hukum. Inilah titik atau stasiun kemajuan terjauh yang bisa dicapai.
Ambillah contoh teladan dari apa yang telah kukatakan kepadamu, niscaya jika Allah menghendaki, kamu akan mendapatkan bimbingan Allah Yang Maha Mulia.
المقالة التاسعة والخمسون فـي الـرضـا عـلـى الـبـلـيـة و الـشــكـر عـلـى الـنـعـمـة قـال رضـي الله تـعـالى عـنـه و أرضـاه : لا تخلو حالتك إما أن تكون بلية أونعمة. فإن كانت بلية فتطالب فيها بالصبر، وهو الأدنى، والصبر وهو أعلى منه. ثم الرضا والموافقة، ثم الفناء، وهو للإبدال، وإن كانت نعمة فتطالب فيها بالشكر عليها. والشكر باللسان والقلب والجوارح. أما باللسان فالاعتراف بالنعمة أنها من الله عز وجل : وترك الإضافة إلى الخلق لا إلى نفسك وحولك وقوتك وكسبك ولا إلى غيرك من الذين جرت على أديهم، لأنك وإياهم أسباب وآلات وأداة لها، وإن قاسمها ومجريها وموجدها والشاغل فيها والمسبب لها هو الله عز وجل والقاسم هو الله، والمجرى هو والموجد هو، فهو أحق بالشكر من غيره. لا نظر إلى الغلام الحمال للهدية إنما النظر إلى الأستاذ المنفذ المنعم بها قال الله تعالى في حق من عدم هذا المنظر : يَعْلَمُونَ ظَاهِراً مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ.الروم7. فمن نظر إلى الظاهر والسبب ولم يجاوز علمه ومعرفته فهو الجاهل الناقص قاصر العقل، إنما سمى العاقل عاقلاً لنظره في العواقب. وأما الشكر بالقلب، فبالاعتقاد الدائم. والعقد الوثيق الشديد المتبرم. إن جميع ما بك من النعم والمنافع واللذات في الظاهر والباطن في حركاتك وسكناتك من الله عز وجل لا من غيره، ويكون شكرك بلسانك معبراً عما في قلبك. وقد قال عز وجل : وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّهِ.النحل53. وقال تعالى : وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً ً.لقمان20. وقال تعالى: وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَةَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا.النحل18. فمع هذا لا يبقى لمؤمن منعم سوى الله تعالى. وأم الشكر بالجوارح فبأن تحركها وتستعملها في طاعة الله عز وجل دون غيره من الخلق، فلا تجيب أحداً من الخلق، فيما فيه إعراض عن الله تعالى، وهذا يعم النفس والهوى والإرادة والأماني وسائر الخليقة، كجعل طاعة الله أصلاً ومتبوعاً وإماماً وما سواها فرعاً وتابعاً ومأموماً، فإن فعلت غير ذلك كنت جائراً ظالماً حاكماً بغير حكم الله عز وجل الموضوع لعباده المؤمنين، وسالكاً غير سبيل الصالحين. قال الله عز وجل :وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ.المائدة44. وفى آية أخرى : وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ.المائدة45. وفى أخرى : .هُمُ الْفَاسِقُونَ.المائدة47. فيكون انهاؤك إلى التي وقودها الناس والحجارة، وأنت لا تصبر على حمى ساعة في الدنيا وأقل بسطة وشرارة من النار فيها، فكيف صبرك على الخلود في الهاوية مع أهلها النجا النجا، الوحا الوحا، الله الله، أحفظ الحالتين وشروطهما، فإنك لا تخلو في جميع عمرك من أحديهما إما البلية وإما النعمة فأعط كل حالة حظها وحقها من الصبر والشكر على ما بينت لك، فلا تشكون في حالة البلية إلى أحد من خلق الله، ولا تظهرن الضجر لأحد ولا تتهمن ربك في باطنك. ولا تشكن في حكمته واختر الأصلح لك في دنياك، وآخرتك، فلا تذهبن بهمتك إلى أحد من خلقه في معافاتك فذاك إشراك منك به عز وجل، لا يملك معه عز وجل في ملكه أحد شيئاً لا ضار ولا نافع ولا دافع، ولا جالب ولا مسقم، ولا مبلي، ولا معاف ولا مبرئ غيره عز وجل، فلا تشتغل بالخلق لا في الظاهر ولا في الباطن، فإنهم لن يغنوا عنك من الله شيئاً، بل ألزم الصبر والرضا والموافقة والفناء في فعله عز وجل، فإن حرمت ذلك كله فعليك بالاستغاثة إليه عز وجل، والتضرع من شؤم النفس، ونزاهة الحق عز وجل والاعتراف له بالتوحيد بالنعيم، والتبرى من الشرك، وطلب الصبر والرضا والموافقة، إلى حين يبلغ الكتاب أجله، فتزول البلية وتنكشف الكربة، وتأتى النعمة والسعة والفرحة والسرور، كما كان في حق نبي الله أيوب عليه وعلى نبينا أفضل الصلاة وأشرف السلام، كما يذهب سواد الليل ويأتي بياض النهار، ويذهب برد الشتاء ويأتي نسيم الصيف وطيبه لأنه لكل شئ ضداً وخلافاً وغاية وبدءاً ومنتهى، فالصبر مفتاحه وابتداؤه وانتهاؤه وجماله كما جاء في الخبر ( الصبر من الإيمان كالرأس من الجسد ) وفى لفظ ( الصبر الإيمان كله ) وقد يكون الشكر هو التلبس بالنعم وهى أقسامه المقسومة لك، فشكر التلبس بها في حال فنائك، وزوال الهوى والحمية والحفظ، وهذه حالة الأبدال وهى المنتهى، اعتبر ما ذكرت لك ترشد إن شاء الله تعالى. و الله أعلم.
Sumber Baca Disini
Silahkan baca juga artikel terkait.