Meninggalkan Kewajiban karena Belum Ikhlas

Meninggalkan Kewajiban karena Belum Ikhlas

Pertanyaan: Bolehkan Meninggalkan Kewajiban karena Belum Ikhlas?

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Tuan Guru, bolekah seorang meninggalkan kewajiban dengan alasan belum ikhlas dari pada terpaksa lebih baik gak. Bukankah amal yang diterima adalah amalan ikhlas dan bukankah amal kita yang menyebabkan masuk surga tetapi dengan rahmat Allah mohon pencerahan dari tuan guru

Bacaan Lainnya

[Muhamad Maruf Amrullah]

Jawaban: Meninggalkan Kewajiban karena Belum Ikhlas

Nggak boleh, meninggalkan kewajiban maka kita berdosa, tapi jika melakukan kewajiban walaupun belum ikhlas minimal sudah gugur kewajiban dan nggak dituntut di akherat. Yang dirubah itu niatnya, bukan ditinggalkan kewajibannya.

Kitab Maqosidur Ri’ayah Ibnu Abdis Salam

فصل فِي ترك الْعَمَل مَخَافَة الرِّيَاء

الشَّيْطَان يَدْعُو إِلَى ترك الطَّاعَات فَإِن غَلبه العَبْد وَقصد الطَّاعَة الَّتِي هِيَ أولى من غَيرهَا أخطر لَهُ

الرِّيَاء ليفسدها عَلَيْهِ فَإِن لم يطعه أَوْهَمهُ أَنه مراء وَأَن ترك الطَّاعَة بالرياء أولى من فعلهَا مَعَ الرِّيَاء

فيدع الْعَمَل خيفة من الرِّيَاء لِأَن الشَّيْطَان أَوْهَمهُ أَن ترك الْعَمَل خيفة الرِّيَاء إخلاص والشيطان كَاذِب

فِي إيهامه إِذْ لَيْسَ ترك الْعَمَل خوف الرِّيَاء إخلاص وَإِنَّمَا الْإِخْلَاص إِيقَاع الطَّاعَة خَالِصَة لله تَعَالَى

دون النَّاس وَقد تتْرك الْعَمَل مَخَافَة الرِّيَاء فيوهمك الشَّيْطَان أَنَّك مراء بترك الْعَمَل لينغص عَلَيْك

الْعَيْش فِيمَا تعمله وَفِيمَا تتركه

الي ان قال

وَإِن كَانَ فرضا لزمك أَن تُجَاهِد نَفسك على حسب إمكانك فِي استحضار نَفسك الْكَرَاهَة والإباء

وَإِن دخلت فِي الْفَرْض على الْإِخْلَاص فأوهمك أَنَّك مراء فَلَا تصغ إِلَيْهِ وَلَا تلْتَفت عَلَيْهِ لِأَنَّك تحققت

الْإِخْلَاص وَشَكَكْت فِي الرِّيَاء وَالْيَقِين لَا يزَال بِالشَّكِّ

Pasal menjelaskan tentang meninggalkan amal karena takut riya’

Setan itu mengajak untuk meninggalkan ketaatan.

Ketika seorang hamba mengalahkan setan dan bermaksud melakukan ketaatan yang merupakan hal yang paling utama daripada yang lain, maka setan membisikkan riya pada hamba tersebut, agar bisa merusak terhadap ketaatannya.

Ketika hamba tersebut tidak mengikuti pada bisikan setan tersebut, maka setan memberikan prasangka pada dirinya bahwa: “Dirinya adalah orang yang riya dan meninggalkan ketaatan yang disebabkan riya itu lebih utama daripada melaksanakan ketaatan yang disertai riya.”

(Ketika hamba itu mengikuti bisikan setan) maka hamba itu meninggalkan ketaatan itu karena takut riya. Karena setan telah membisikkan padanya bahwa meninggalkan amal karena riya itu adalah ikhlas, dan setan adalah pendusta dalam bisikan yang dia ungkapkan.

Karena bukanlah meninggalkan amal karena takut riya itu adalah ikhlas.

(yang dimaksud dengan) ikhlas itu melakukan ketaatan hanyalah murni karena Allah ta’ala. Bukan karena manusia.

Dan terkadang kamu meninggalkan amal karena takut riya, kemudian setan membisikkan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu adalah orang yang riya dengan meninggalkan amal supaya menyusahkan/membuat susah kehidupan kamu pada apa yang kamu kerjakan dan apa yang kamu tinggalkan.

Hingga pada perkataan pengarang

Jika amal yang kamu lakukan berupa perkara fardlu, maka tetapkan pada diri kamu untuk berusaha dengan sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuan kamu di dalam menghadirkan diri kamu pada kebencian dan keengganan (terhadap bisikan setan).

Dan jika kamu sudah masuk pada perkara fardlu dengan dasar ikhlas. kemudian setan memberikan persangkaan pada diri kamu bahwa “kamu adalah orang yang riya ” maka jangan memperdulikannya dan jangan menggubrisnya.

Karena sesungguhnya kamu sudah menyatakan (yakin) ikhlas dan kamu ragu terhadap riya. dan keyakinan itu tidak dilenyapkan oleh keraguan.

Wallohu a’lam bish-showab.

Nambahi ibarot buat bacaan. semoga bermanfaat.

ﺍﻵﺩﺍﺏ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﻭﺍﻟﻤﻨﺢ ﺍﻟﻤﺮﻋﻴﺔ

ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﻔﻠﺢ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﻤﻘﺪﺳﻲ

~~~~~~~~~~~~~~~

 [ :ﺹ 266 ] ﻓﺼﻞ ( ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺍﻟﻤﺸﺮﻭﻉ ﺧﻮﻑ ﺍﻟﺮﻳﺎﺀ ) .

Pasal: tidak seyogyanya meninggalkan amal yang disyariatkan karena takut riya.

ﻣﻤﺎ ﻳﻘﻊ ﻟﻺﻧﺴﺎﻥ ﺃﻧﻪ ﺃﺭﺍﺩ ﻓﻌﻞ ﻃﺎﻋﺔ ﻳﻘﻮﻡ ﻋﻨﺪﻩ ﺷﻲﺀ ﻳﺤﻤﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﻛﻬﺎ ﺧﻮﻑ ﻭﻗﻮﻋﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﺍﻟﺮﻳﺎﺀ ، والذي ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻋﺪﻡ ﺍﻻﻟﺘﻔﺎﺕ ﺇﻟﻰ ﺫﻟﻚ ، ﻭﻟﻺﻧﺴﺎﻥ ﺃﻥ ﻳﻔﻌﻞ ﻣﺎ ﺃﻣﺮﻩ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﺑﻪ ﻭﺭﻏﺒﻪ ﻓﻴﻪ ، ﻭﻳﺴﺘﻌﻴﻦ بالله ﺗﻌﺎﻟﻰ ، ﻭﻳﺘﻮﻛﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻲ ﻭﻗﻮﻉ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﻨﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﺍﻟﺸﺮﻋﻲ .

Dari hal-hal yang terjadi pada diri manusia yang mana ketika dia menghendaki untuk melakukan sebuah ketaatan terjadi sesuatu pada dirinya, hal yang mengarahkan dirinya untuk meninggalkan amal tersebut karena takut dirinya jatuh pada riya. Sesuatu yang seyogyanya dia lakukan adalah tidak menggubris pada hal itu. Dan bagi seseorang untuk melakukan perkara yang diperintahkan Allah Swt., dan menyukainya, mohon perlindungan pada Allah Ta’ala, dan bertawakkal pada Allah dalam amal perbuatan yang terjadi darinya dengan cara yang sudah disyariatkan

ﻭﻗﺪ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻴﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ : ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﺘﺮﻙ ﺍﻟﺬﻛﺮ ﺑﺎﻟﻠﺴﺎﻥ ﻣﻊ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﺧﻮﻓﺎ ﻣﻦ ﺃﻥ ﻳﻈﻦ ﺑﻪ ﺍﻟﺮﻳﺎﺀ ﺑﻞ ﻳﺬﻛﺮ ﺑﻬﻤﺎ ﺟﻤﻴﻌﺎ ، ﻭﻳﻘﺼﺪ ﺑﻪ ﻭﺟﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ، ﻭﺫﻛﺮ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻔﻀﻴﻞ ﺑﻦ ﻋﻴﺎﺽ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ : ﺇﻥ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﻷﺟﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﻳﺎﺀ ، ﻭﺍﻟﻌﻤﻞ ﻷﺟﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺷﺮﻙ ﻗﺎﻝ : ﻓﻠﻮ ﻓﺘﺢ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺎﺏ ملاحظة ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﺍﻻﺣﺘﺮﺍﺯ ﻣﻦ ﺗﻄﺮﻕ ﻇﻨﻮﻧﻬﻢ ﺍﻟﺒﺎﻃﻠﺔ ﻻﻧﺴﺪ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﺨﻴﺮ . ﺍﻧﺘﻬﻰ ﻛﻼﻣﻪ .

Dan Syaikh Muhyiddin An-Nawawiy Rahimahulloh sungguh berkata: “tidak seyogyanya seseorang meninggalkan dzikir dengan lisan disertai hati karena takut pada seseorang berprasangka dirinya riya dengan dzikir tersebut, justru berdzikirlah dengan lisan dan hati keseluruhan dan niatkan ikhlas karena Allah azza wa jalla. “dan beliau menyebutkan perkaraan al-fudlail bin ‘iyadl rohimahulloh: ” sesungguhnya meninggalkan amal karena manusia itu riya, dan melakukan amal karena manusia itu syirik.” beliau berkata : “seandainya manusia dibukakan pintu perhatian dan terjaga dari berlakunya persangkaan-persangkaan yang batil dari mereka maka akan tertutup baginya pintu-pintu kebaikan. ” selesai dawuh beliau.

ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﻔﺮﺝ ﺑﻦ ﺍﻟﺠﻮﺯﻱ ﻓﺄﻣﺎ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﻄﺎﻋﺎﺕ ﺧﻮﻓﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﻳﺎﺀ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺒﺎﻋﺚ ﻟﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻄﺎﻋﺔ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻓﻬﺬﺍ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﺘﺮﻙ ; ﻷﻧﻪ معصية ، ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺒﺎﻋﺚ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﻷﺟﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻣﺨﻠﺼﺎ ﻓﻼ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﺘﺮﻙ ﺍﻟﻌﻤﻞ ; ﻷﻥ ﺍﻟﺒﺎﻋﺚ ﺍﻟﺪﻳﻦ ، ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺇﺫﺍ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺧﻮﻓﺎ ﻣﻦ ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ : ﻣﺮﺍﺀ ، ﻓﻼ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺫﻟﻚ ﻷﻧﻪ ﻣﻦ ﻣﻜﺎﻳﺪ الشيطان .

Abul Faraj Ibnul Jauziy berkata: “Adapun meninggalkan perbuatan karena takut riya, maka jika motivasinya pada ketaatan itu bukan urusan agama, maka sebaiknya dia tinggalkan, karena hal itu merupakan maksiat. Dan jika motivasinya pada ketaatan itu urusan agama, dan tujuannya ikhlas karena Allah azza wa jalla, maka seyogyanya jangan ditinggalkan. Karena motivasinya adalah agama. Begitu pula apabila meninggalkan amal karena takut disebut “orang yang riya ” maka tidak usah diperdulikan karena hal itu termasuk tipudaya/siasat setan.

ﻗﺎﻝ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺍﻟﻨﺨﻌﻲ : ﺇﺫﺍ ﺃﺗﺎﻙ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﻭﺃﻧﺖ ﻓﻲ ﺻﻼﺓ ، ﻓﻘﺎﻝ : ﺇﻧﻚ ﻣﺮﺍﺀ ﻓﺰﺩﻫﺎ ﻃﻮﻻ ، ﻭﺃﻣﺎ ﻣﺎ ﺭﻭﻱ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﺃﻧﻪ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺧﻮﻓﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﻳﺎﺀ ، ﻓﻴﺤﻤﻞ ﻫﺬﺍ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻬﻢ ﺃﺣﺴﻮﺍ ﻣﻦ ﻧﻔﻮﺳﻬﻢ ﺑﻨﻮﻉ ﺗﺰﻳﻦ ﻓﻘﻄﻌﻮﺍ ، ﻭﻫﻮ ﻛﻤﺎ قال ، ﻭﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﻗﻮﻝ ﺍﻷﻋﻤﺶ ﻛﻨﺖ ﻋﻨﺪ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺍﻟﻨﺨﻌﻲ ، ﻭﻫﻮ ﻳﻘﺮﺃ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺼﺤﻒ ﻓﺎﺳﺘﺄﺫﻥ ﺭﺟﻞ ﻓﻐﻄﻰ ﺍﻟﻤﺼﺤﻒ ، ﻭﻗﺎﻝ : ﻻ ﻳﻈﻦ ﺃﻧﻲ ﺃﻗﺮﺃ ﻓﻴﻪ ﻛﻞ ﺳﺎﻋﺔ ، ﻭﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻻ ﻳﺘﺮﻙ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺧﻮﻑ ﻭﻗﻮﻋﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﺍﻟﺮﻳﺎﺀ ﻓﺄﻭﻟﻰ ﺃﻥ ﻻ ﻳﺘﺮﻙ [ :ﺹ 267 ] ﺧﻮﻑ ﻋﺠﺐ ﻳﻄﺮﺃ بعدها .

ﻭﻗﺪ ﺗﻘﺪﻡ ﺷﻲﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺠﺐ ﻗﺒﻞ ﻓﺼﻮﻝ ﺍﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻭﺍﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻨﻜﺮ ، ﻭﻳﺄﺗﻲ ﻗﺒﻞ ﻓﺼﻮﻝ ﺍﻟﻠﺒﺎﺱ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﺧﻮﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻳﺄﻣﺮﻩ ﻭﻳﻨﻬﺎﻩ ﻗﻮﻝ ﺩﺍﻭﺩ ﺍﻟﻄﺎﺋﻲ ﺃﺧﺎﻑ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻮﻁ ، ﻗﺎﻝ : ﺇﻧﻪ ﻳﻘﻮﻯ ﻗﺎﻝ : ﺃﺧﺎﻑ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻴﻒ ﻗﺎﻝ : ﺇﻧﻪ ﻳﻘﻮﻯ ﻗﺎﻝ : ﺃﺧﺎﻑ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺪﺍﺀ ﺍﻟﺪﻓﻴﻦ : ﺍﻟﻌﺠﺐ

Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

[Mas Hamzah, Kasihku Rinduku]

Sumber tulisan lihat di sini.

Tulisan terkait baca di sini.

 

Pos terkait