Nasihat Imam Adz-Dzahabi Kepada Gurunya ( Syaikh Ibnu Tamiyah )

Nasihat Imam Adz-Dzahabi Kepada Gurunya
Nasihat Imam Adz-Dzahabi Kepada Gurunya

Nasihat Imam Adz-Dzahabi Kepada Gurunya ( Syaikh Ibnu Tamiyah )

Assalamu ‘alaikum. Saya ingin tanya dan penjelasannya tentang;
1. Kisah imam dzahabi yang menasihati gurunya yaitu Ibnu taimiyah
2. Apakah tidak termasuk Su’ul Adab? Terimakasih. Wassalamu Alaikum. [Syai Roezy Ibrohim]

Bacaan Lainnya

Terimkaish atas pertanyaannya

Wa’alaikum salam. Berikut teks nasihat Imam Adz-Dzahabi kepada gurunya (Ibnu Taimiyyah);

ﺍﻟﺤﻤﺪ  ﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﺘﻲ ، ﻳﺎ ﺭﺏ ﺍﺭﺣﻤﻨﻲ ﻭﺃﻗﻠﻨﻲ ﻋﺜﺮﺗﻲ . ﻭﺍﺣﻔﻆ ﻋﻠﻲ ﺇﻳﻤﺎﻧﻲ . ﻭﺍﺣﺰﻧﺎﻩ  ﻋﻠﻰ ﻗﻠﺔ ﺣﺰﻧﻲ ، ﻭﺍ ﺃﺳﻔﺎﻩ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺫﻫﺎﺏ ﺃﻫﻠﻬﺎ ﻭﺍﺷﻮﻗﺎﻩ ﺇﻟﻰ ﺇﺧﻮﺍﻥ ﻣﺆﻣﻨﻴﻦ  ﻳﻌﺎﻭﻧﻮﻧﻨﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺒﻜﺎﺀ .

ﻭﺍﺣﺰﻧﺎﻩ ﻋﻠﻰ ﻓﻘﺪ ﺃﻧﺎﺱ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻣﺼﺎﺑﻴﺢ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺃﻫﻞ ﺍﻟﺘﻘﻮﻯ ﻭﻛﻨﻮﺯ ﺍﻟﺨﻴﺮﺍﺕ . ﺁﻩ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻮﺩ ﺩﺭﻫﻢ ﺣﻼﻝ ﻭﺃﺥ ﻣﺆﻧﺲ ، ﻃﻮﺑﻰ ﻟﻤﻦ ﺷﻐﻠﻪ ﻋﻴﺒﻪ ﻋﻦ ﻋﻴﻮﺏ ﺍﻟﻨﺎﺱ . ﻭﺗﺒﺎ ﻟﻤﻦ ﺷﻐﻠﻪ ﻋﻴﻮﺏ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻦ ﻋﻴﺒﻪ .

ﺇﻟﻰ ﻛﻢ ﺗﺮﻯ ﺍﻟﻘﺬﺍﺓ ﻓﻲ ﻋﻴﻦ ﺃﺧﻴﻚ ﻭﺗﻨﺴﻰ ﺍﻟﺠﺬﻉ ﻓﻲ ﻋﻴﻨﻚ ! .

ﺇﻟﻰ  ﻛﻢ ﺗﻤﺪﺡ ﻧﻔﺴﻚ ﻭﺷﻘﺎﺷﻘﻚ ﻭﻋﺒﺎﺭﺍﺗﻚ ﻭﺗﺬﻡ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﺗﺘﺒﻊ ﻋﻮﺭﺍﺕ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻊ ﻋﻠﻤﻚ  ﺑﻨﻬﻲ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ‏( ﻻ ﺗﺬﻛﺮﻭﺍ ﻣﻮﺗﺎﻛﻢ ﺇﻻ ﺑﺨﻴﺮ ، ﻓﺈﻧﻬﻢ ﻗﺪ  ﺃﻓﻀﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﻗﺪﻣﻮﺍ ‏) ﺑﻠﻰ ﺃﻋﺮﻑ ﺃﻧﻚ ﺗﻘﻮﻝ ﻟﻲ ﻟﺘﻨﺼﺮ ﻧﻔﺴﻚ :

ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﻮﻗﻴﻌﺔ ﻓﻲ ﻫﺆﻻﺀ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻣﺎ ﺷﻤﻮﺍ ﺭﺍﺋﺤﺔ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﻻ ﻋﺮﻓﻮﺍ ﻣﺎ ﺟﺎﺀ ﺑﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻫﻮ ﺟﻬﺎﺩ .

ﺑﻠﻰ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻋﺮﻓﻮﺍ ﺧﻴﺮﺍ ﻛﺜﻴﺮﺍ ﻣﻤﺎ ﺇﺫﺍ ﻋﻤﻞ ﺑﻪ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﻓﻘﺪ ﻓﺎﺯ ﻭﺟﻬﻠﻮﺍ ﺷﻴﺌﺎ ﻛﺜﻴﺮﺍ ﻣﻤﺎ ﻻ ﻳﻌﻨﻴﻬﻢ ، ﻭ ﻣﻦ ﺣﺴﻦ ﺇﺳﻼﻡ ﺍﻟﻤﺮﺀ ﺗﺮﻛﻪ ﻣﺎ ﻻ ﻳﻌﻨﻴﻪ .

ﻳﺎ  ﺭﺟﻞ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻚ ﻛﻒ ﻋﻨﺎ ﻓﺈﻧﻚ ﻣﺤﺠﺎﺝ ﻋﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﻻ ﺗﻘﺮ ﻭﻻ ﺗﻨﺎﻡ . ﺇﻳﺎﻛﻢ  ﻭﺍﻟﻐﻠﻮﻃﺎﺕ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻛﺮﻩ ﻧﺒﻴﻚ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﻤﺴﺎﺋﻞ ﻭﻋﺎﺑﻬﺎ ﻭﻧﻬﻰ ﻋﻦ  ﻛﺜﺮﺓ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻭﻗﺎﻝ :

‏( ﺇﻥ ﺃﺧﻮﻑ ﻣﺎ ﺃﺧﺎﻑ ﻋﻠﻰ ﺃﻣﺘﻲ ﻛﻞ ﻣﻨﺎﻓﻖ  ﻋﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ‏) ﻭﻛﺜﺮﺓ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺑﻐﻴﺮ ﺯﻟﻞ ﺗﻘﺴﻲ ﺍﻟﻘﻠﻮﺏ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻼﻝ ﻭﺍﻟﺤﺮﺍﻡ  ، ﻓﻜﻴﻒ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﻋﺒﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻴﻮﻧﺴﻴﺔ ﻭﺍﻟﻔﻼﺳﻔﺔ ﻭﺗﻠﻚ ﺍﻟﻜﻔﺮﻳﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﻌﻤﻰ  ﺍﻟﻘﻠﻮﺏ .

ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻗﺪ ﺻﺮﻧﺎ ﺿﺤﻜﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﺟﻮﺩ ﻓﺈﻟﻰ ﻛﻢ ﺗﻨﺒﺶ ﺩﻗﺎﺋﻖ  ﺍﻟﻜﻔﺮﻳﺎﺕ ﺍﻟﻔﻠﺴﻔﻴﺔ ﻟﻨﺮﺩ ﺑﻌﻘﻮﻟﻨﺎ ، ﻳﺎ ﺭﺟﻞ ﻗﺪ ﺑﻠﻌﺖ ‏( ﺳﻤﻮﻡ ‏) ﺍﻟﻔﻼﺳﻔﺔ  ﻭﺗﺼﻨﻴﻔﺎﺗﻬﻢ ﻣﺮﺍﺕ . ﻭﻛﺜﺮﺓ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻟﺴﻤﻮﻡ ﻳﺪﻣﻦ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺠﺴﻢ ﻭﺗﻜﻤﻦ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ  ﺍﻟﺒﺪﻥ ﻭﺍﺷﻮﻗﺎﻩ ﺇﻟﻰ ﻣﺠﻠﺲ ﻓﻴﻪ ﺗﻼﻭﺓ ﺑﺘﺪﺑﺮ ﻭﺧﺸﻴﺔ ﺑﺘﺬﻛﺮ ﻭﺻﻤﺖ ﺑﺘﻔﻜﺮ .

ﻭﺁﻫﺎ  ﻟﻤﺠﻠﺲ ﻳﺬﻛﺮ ﻓﻴﻪ ﺍﻷﺑﺮﺍﺭ ﻓﻌﻨﺪ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﺗﻨﺰﻝ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ . ﺑﻠﻰ ﻋﻨﺪ ﺫﻛﺮ  ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻳﺬﻛﺮﻭﻥ ﺑﺎﻻﺯﺩﺭﺍﺀ ﻭﺍﻟﻠﻌﻨﺔ . ﻛﺎﻥ ﺳﻴﻒ ﺍﻟﺤﺠﺎﺝ ﻭﻟﺴﺎﻥ ﺍﺑﻦ ﺣﺰﻡ ﺷﻘﻴﻘﻴﻦ  ﻓﻮﺍﺧﻴﺘﻬﻤﺎ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺧﻠﻮﻧﺎ ﻣﻦ ﺫﻛﺮ ﺑﺪﻋﺔ ﺍﻟﺨﻤﻴﺲ ﻭﺃﻛﻞ .

ﺍﻟﺤﺒﻮﺏ ﻭﺟﺪﻭﺍ ﻓﻲ ﺫﻛﺮ ﺑﺪﻉ ﻛﻨﺎ ﻧﻌﺪﻫﺎ ﻣﻦ ﺃﺳﺎﺱ ﺍﻟﻀﻼﻝ ﻗﺪ ﺻﺎﺭﺕ ﻫﻲ ﻣﺤﺾ  ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺃﺳﺎﺱ ﺍﻟﺘﻮﺣﻴﺪ ﻭﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻌﺮﻓﻬﺎ ﻓﻬﻮ ﻛﺎﻓﺮ ﺃﻭ ﺣﻤﺎﺭ ، ﻭﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻜﻔﺮ ﻓﻬﻮ  ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﻓﺮﻋﻮﻥ ﻭﺗﻌﺪ ﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ ﻣﺜﻠﻨﺎ ، ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﻠﻮﺏ ﺷﻜﺮﻙ ﺇﻥ ﺳﻠﻢ ﻟﻚ ﺇﻳﻤﺎﻧﻚ  ﺑﺎﻟﺸﻬﺎﺩﺗﻴﻦ ﻓﺄﻧﺖ ﺳﻌﻴﺪ .

ﻳﺎ ﺧﻴﺒﺔ ﻣﻦ ﺍﺗﺒﻌﻚ ﻓﺈﻧﻪ ﻣﻌﺮﺽ  ﻟﻠﺰﻧﺪﻗﺔ ﻭﺍﻻﻧﺤﻼﻝ ﻻ ﺳﻴﻤﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻗﻠﻴﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺍﻟﺪﻳﻦ ﺑﺎﻃﻮﻟﻴﺎ ﺷﻬﻮﺍﻧﻴﺎ ﻟﻜﻨﻪ  ﻳﻨﻔﻌﻚ ﻭﻳﺠﺎﻫﺪ ﻋﻨﺪﻙ ﺑﻴﺪﻩ ﻭﻟﺴﺎﻧﻪ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺒﺎﻃﻦ ﻋﺪﻭ ﻟﻚ ﺑﺤﺎﻟﻪ ﻭﻗﻠﺒﻪ ﻓﻬﻞ ﻣﻌﻈﻢ  ﺃﺗﺒﺎﻋﻚ ﺇﻻ ﻗﻌﻴﺪ ﻣﺮﺑﻮﻁ ﺧﻔﻴﻒ ﺍﻟﻌﻘﻞ ﺃﻭ ﻋﺎﻣﻲ ﻛﺬﺍﺏ ﺑﻠﻴﺪ ﺍﻟﺬﻫﻦ ﺃﻭ ﻏﺮﻳﺐ ﻭﺍﺟﻢ ﻗﻮﻱ  ﺍﻟﻤﻜﺮ ﺃﻭ ﻧﺎﺷﻒ ﺻﺎﻟﺢ ﻋﺪﻳﻢ ﺍﻟﻔﻬﻢ ، ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﺗﺼﺪﻗﻨﻲ ﻓﻔﺘﺸﻬﻢ ﻭﺯﻧﻬﻢ ﺑﺎﻟﻌﺪﻝ ، ﻳﺎ  ﻣﺴﻠﻢ ﺃﻗﺪﻡ ﺣﻤﺎﺭ ﺷﻬﻮﺗﻚ ﻟﻤﺪﺡ ﻧﻔﺴﻚ .

ﺇﻟﻰ ﻛﻢ ﺗﺼﺎﺩﻗﻬﺎ ﻭﺗﻌﺎﺩﻱ ﺍﻷﺧﻴﺎﺭ .

ﺇﻟﻰ ﻛﻢ ﺗﺼﺎﺩﻗﻬﺎ ﻭﺗﺰﺩﺭﻱ ﺍﻷﺑﺮﺍﺭ .

ﺇﻟﻰ ﻛﻢ ﺗﻌﻈﻤﻬﺎ ﻭﺗﺼﻐﺮ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩ . ﺇﻟﻰ ﻣﺘﻰ ﺗﺨﺎﻟﻠﻬﺎ ﻭﺗﻤﻘﺖ ﺍﻟﺰﻫﺎﺩ .

ﺇﻟﻰ ﻣﺘﻰ ﺗﻤﺪﺡ ﻛﻼﻣﻚ ﺑﻜﻴﻔﻴﺔ ﻻ ﺗﻤﺪﺡ – ﻭﺍﻟﻠﻪ – ﺑﻬﺎ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﻴﻦ .

ﻳﺎ ﻟﻴﺖ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﻴﻦ ﺗﺴﻠﻢ ﻣﻨﻚ ﺑﻞ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻭﻗﺖ ﺗﻐﻴﺮ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﺘﻀﻌﻴﻒ ﻭﺍﻻﻫﺪﺍﺭ ﺃﻭ ﺑﺎﻟﺘﺄﻭﻳﻞ ﻭﺍﻹﻧﻜﺎﺭ ، ﺃﻣﺎ ﺁﻥ ﻟﻚ ﺃﻥ ﺗﺮﻋﻮﻯ ؟

ﺃﻣﺎ ﺣﺎﻥ ﻟﻚ ﺃﻥ ﺗﺘﻮﺏ ﻭﺗﻨﻴﺐ ؟

ﺃﻣﺎ ﺃﻧﺖ ﻓﻲ ﻋﺸﺮ ﺍﻟﺴﺒﻌﻴﻦ ﻭﻗﺪ ﻗﺮﺏ ﺍﻟﺮﺣﻴﻞ .

ﺑﻠﻰ  – ﻭﺍﻟﻠﻪ – ﻣﺎ ﺃﺫﻛﺮ ﺃﻧﻚ ﺗﺬﻛﺮ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﺑﻞ ﺗﺰﺩﺭﻱ ﺑﻤﻦ ﻳﺬﻛﺮ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﻓﻤﺎ ﺃﻇﻨﻚ ﺗﻘﺒﻞ  ﻋﻠﻰ ﻗﻮﻟﻲ ﻭﻻ ﺗﺼﻐﻲ ﺇﻟﻰ ﻭﻋﻈﻲ ﺑﻞ ﻟﻚ ﻫﻤﺔ ﻛﺒﻴﺮﺓ ﻓﻲ ﻧﻘﺾ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻮﺭﻗﺔ ﺑﻤﺠﻠﺪﺍﺕ  ﻭﺗﻘﻄﻊ ﻟﻲ ﺃﺫﻧﺎﺏ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﻭﻻ ﺗﺰﺍﻝ ﺗﻨﺘﺼﺮ ﺣﺘﻰ ﺃﻗﻮﻝ : ﻭﺃﻟﺒﺘﺔ ﺳﻜﺖ .

ﻓﺈﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻫﺬﺍ ﺣﺎﻟﻚ ﻋﻨﺪﻱ ﻭﺃﻧﺎ ﺍﻟﺸﻔﻮﻕ ﺍﻟﻤﺤﺐ ﺍﻟﻮﺍﺩ ﻓﻜﻴﻒ ﺣﺎﻟﻚ ﻋﻨﺪ ﺃﻋﺪﺍﺋﻚ .

ﻭﺃﻋﺪﺍﺅﻙ – ﻭﺍﻟﻠﻪ – ﻓﻴﻬﻢ ﺻﻠﺤﺎﺀ ﻭﻋﻘﻼﺀ ﻭﻓﻀﻼﺀ ﻛﻤﺎ ﺃﻥ ﺃﻭﻟﻴﺎﺀﻙ ﻓﻴﻬﻢ ﻓﺠﺮﺓ ﻭﻛﺬﺑﺔ ﻭﺟﻬﻠﺔ ﻭﺑﻄﻠﺔ ﻭﻋﻮﺭ ﻭﺑﻘﺮ .

ﻗﺪ ﺭﺿﻴﺖ ﻣﻨﻚ ﺑﺄﻥ ﺗﺴﺒﻨﻲ ﻋﻼﻧﻴﺔ ﻭﺗﻨﺘﻔﻊ ﺑﻤﻘﺎﻟﺘﻲ ﺳﺮﺍ ‏( ﻓﺮﺣﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻣﺮﺀﺍ ﺃﻫﺪﻯ ﺇﻟﻲ ﻋﻴﻮﺑﻲ ‏) ﻓﺈﻧﻲ ﻛﺜﻴﺮ ﺍﻟﻌﻴﻮﺏ ﻏﺰﻳﺮ ﺍﻟﺬﻧﻮﺏ .

ﺍﻟﻮﻳﻞ  ﻟﻲ ﺇﻥ ﺃﻧﺎ ﻻ ﺃﺗﻮﺏ ، ﻭﻭﺍﻓﻀﻴﺤﺘﻲ ﻣﻦ ﻋﻼﻡ ﺍﻟﻐﻴﻮﺏ ﻭﺩﻭﺍﺋﻲ ﻋﻔﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻣﺴﺎﻣﺤﺘﻪ  ﻭﺗﻮﻓﻴﻘﻪ ﻭﻫﺪﺍﻳﺘﻪ ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺧﺎﺗﻢ  ﺍﻟﻨﺒﻴﻴﻦ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﺃﺟﻤﻌﻴﻦ

Al-Hâfidz adz-Dzahabi merupakan murid dari Ibn Taimiyah. Walaupun dalam banyak hal Adz-Dzahabi mengikuti faham-faham Ibn Taimiyah, -terutama dalam masalah akidah-, namun ia sadar bahwa ia sendiri, dan gurunya tersebut, serta orang-orang yang menjadi pengikut gurunya ini telah menjadi bulan-bulanan mayoritas umat Islam dari kalangan Ahlussunnah pengikut madzhab al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari.

Kondisi ini disampaikan oleh adz-Dzahabi kepada Ibn Taimiyah untuk mengingatkannya agar ia berhenti dari menyerukan faham-faham ekstrimnya, serta berhenti dari kebiasaan mencaci-maki para ulama saleh terdahulu. Untuk ini kemudian adz-Dzahabi menuliskan beberapa risalah sebagai nasehat kepada Ibn Taimiyah, sekaligus hal ini sebagai “pengakuan” dari seorang murid terhadap penyimpangan gurunya sendiri. Risalah pertama berjudul Bayân Zghl al-‘Ilm Wa ath-Thalab, dan risalah kedua berjudul an-Nashîhah adz-Dzhabiyyah Li Ibn Taimiyah.

TERJEMAH : NASEHAT KEPADA IBNU TAIMIYYAH

Dalam risalah Bayân Zghl al-‘Ilm, adz-Dzahabi menuliskan ungkapan yang diperuntukan bagi Ibn Taimiyah sebagai berikut [1]:

“Hindarkanlah olehmu rasa takabur dan sombong dengan ilmumu. Alangkah bahagianya dirimu jika engkau selamat dari ilmumu sendiri karena engkau menahan diri dari sesuatu yang datang dari musuhmu atau engkau menahan diri dari sesuatu yang datang dari dirimu sendiri. Demi Allah, kedua mataku ini tidak pernah mendapati orang yang lebih luas ilmunya, dan yang lebih kuat kecerdasannya dari seorang yang bernama Ibn Taimiyah. Keistimewaannya ini ditambah lagi dengan sikap zuhudnya dalam makanan, dalam pakaian, dan terhadap perempuan. Kemudian ditambah lagi dengan konsistensinya dalam membela kebenaran dan berjihad sedapat mungkin walau dalam keadaan apapun. Sungguh saya telah lelah dalam menimbang dan mengamati sifat-sifatnya (Ibn Taimiyah) ini hingga saya merasa bosan dalam waktu yang sangat panjang. Dan ternyata saya medapatinya mengapa ia dikucilkan oleh para penduduk Mesir dan Syam (sekarang Siria, lebanon, Yordania, dan Palestina) hingga mereka membencinya, menghinanya, mendustakannya, dan bahkan mengkafirkannya, adalah tidak lain karena dia adalah seorang yang takabur, sombong, rakus terhadap kehormatan dalam derajat keilmuan, dan karena sikap dengkinya terhadap para ulama terkemuka. Anda lihat sendiri, alangkah besar bencana yang ditimbulkan oleh sikap “ke-aku-an” dan sikap kecintaan terhadap kehormatan semacam ini!”.

Adapun nasehat adz-Dzahabi terhadap Ibn Taimiyah yang ia tuliskan dalam risalah an-Nashîhah adz-Dzahabiyyah, secara lengkap dalam terjemahannya sebagai berikut [2]:

“Segala puji bagi Allah di atas kehinaanku ini. Ya Allah berikanlah rahmat bagi diriku, ampunilah diriku atas segala kecerobohanku, peliharalah imanku di dalam diriku.

Oh… Alangkah sengsaranya diriku karena aku sedikit sekali memiliki sifat sedih!!

Oh… Alangkah disayangkan ajaran-ajaran Rasulullah dan orang-orang yang berpegang teguh dengannya telah banyak pergi!!

Oh… Alangkah rindunya diriku kepada saudara-saudara sesama mukmin yang dapat membantuku dalam menangis!!

Oh… Alangkah sedih karena telah hilang orang-orang (saleh) yang merupakan pelita-pelita ilmu, orang-orang yang memiliki sifat-sifat takwa, dan orang-orang yang merupakan gudang-gudang bagi segala kebaikan!!

Oh… Alangkah sedih atas semakin langkanya dirham (mata uang) yang halal dan semakin langkanya teman-teman yang lemah lembut yang menentramkan. Alangkah beruntungnya seorang yang disibukan dengan memperbaiki aibnya sendiri dari pada ia mencari-cari aib orang lain. Dan alangkah celakanya seorang disibukan dengan mencari-cari aib orang lain dari pada ia memperbaiki aibnya sendiri.

Sampai kapan engkau (Wahai Ibn Taimiyah) akan terus memperhatikan kotoran kecil di dalam mata saudara-saudaramu, sementara engkau melupakan cacat besar yang nyata-nyata berada di dalam matamu sendiri?!

Sampai kapan engkau akan selalu memuji dirimu sendiri, memuji-muji pikiran-pikiranmu sendiri, atau hanya memuji-muji ungkapan-ungkapanmu sendiri?! Engkau selalu mencaci-maki para ulama dan mencari-cari aib orang lain, padahal engkau tahu bahwa Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian menyebut-menyebut orang-orang yang telah mati di antara kalian kecuali dengan sebutan yang baik, karena sesungguhnya mereka telah menyelesaikan apa yang telah mereka perbuat”.

Benar, saya sadar bahwa bisa saja engkau dalam membela dirimu sendiri akan berkata kepadaku: “Sesungguhnya aib itu ada pada diri mereka sendiri, mereka sama sekali tidak pernah merasakan kebenaran ajaran Islam, mereka betul-betul tidak mengetahui kebenaran apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad, memerangi mereka adalah jihad”. Padahal, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang sangat mengerti terhadap segala macam kebaikan, yang apa bila kebaikan-kebaikan tersebut dilakukan maka seorang manusia akan menjadi sangat beruntung. Dan sungguh, mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal (tidak mengerjakan) kebodohan-kebodohan (kesesatan-kesesatan) yang sama sekali tidak memberikan manfa’at kepada diri mereka. Dan sesungguhnya (Sabda Rasulullah); “Di antara tanda-tanda baiknya keislaman seseorang adalah apa bila ia meninggalkan sesuatu yang tidak memberikan manfa’at bagi dirinya”. (HR. at-Tirmidzi)

Hai engkau…! (Ibn Taimiyah), demi Allah, berhentilah, janganlah terus mencaci maki kami. Benar, engkau adalah seorang yang pandai memutar argumen dan tajam lidah, engkau tidak pernah mau diam dan tidak tidur. Waspadalah engkau, jangan sampai engkau terjerumus dalam berbagai kesesatan dalam agama. Sungguh, Nabimu (Nabi Muhammad) sangat membenci dan mencaci perkara-perkara [yang ekstrim]. Nabimu melarang kita untuk banyak bertanya ini dan itu. Beliau bersabda: “Sesungguhnya sesuatu yang paling ditakutkan yang aku khawatirkan atas umatku adalah seorang munafik yang tajam lidahnya”. (HR. Ahmad)

Jika banyak bicara tanpa dalil dalam masalah hukum halal dan haram adalah perkara yang akan menjadikan hati itu sangat keras, maka terlebih lagi jika banyak bicara dalam ungkapan-ungkapan [kelompok yang sesat, seperti] kaum al-Yunusiyyah, dan kaum filsafat, maka sudah sangat jelas bahwa itu akan menjadikan hati itu buta.

Demi Allah, kita ini telah menjadi bahan tertawaan di hadapan banyak makhluk Allah. Maka sampai kapan engkau akan terus berbicara hanya mengungkap kekufuran-kekufuran kaum filsafat supaya kita bisa membantah mereka dengan logika kita??

Hai engkau…! Padahal engkau sendiri telah menelan berbagai macam racun kaum filsafat berkali-kali. Sungguh, racun-racun itu telah telah membekas dan menggumpal pada tubuhmu, hingga menjadi bertumpuk pada badanmu.

Oh… Alangkah rindunya kepada majelis yang di dalamnya diisi dengan tilâwah dan tadabbur, majelis yang isinya menghadirkan rasa takut kepada Allah karena mengingt-Nya, majelis yang isinya diam dalam berfikir.

Oh… Alangkah rindunya kepada majelis yang di dalamnya disebutkan tentang orang-orang saleh, karena sesungguhnya, ketika orang-orang saleh tersebut disebut-sebut namanya maka akan turun rahmat Allah. Bukan sebaliknya, jika orang-orang saleh itu disebut-sebut namanya maka mereka dihinakan, dilecehkan, dan dilaknat.

Pedang al-Hajjaj (Ibn Yusuf ats-Tsaqafi) dan lidah Ibn Hazm adalah laksana dua saudara kandung, yang kedua-duanya engkau satukan menjadi satu kesatuan di dalam dirimu. (Engkau berkata): “Jauhkan kami dari membicarakan tentang “Bid’ah al-Khamîs”, atau tentang “Akl al-Hubûb”, tetapi berbicaralah dengan kami tentang berbagai bid’ah yang kami anggap sebagai sumber kesesatan”. (Engkau berkata); Bahwa apa yang kita bicarakan adalah murni sebagai bagian dari sunnah dan merupakan dasar tauhid, barangsiapa tidak mengetahuinya maka dia seorang yang kafir atau seperti keledai, dan siapa yang tidak mengkafirkan orang semacam itu maka ia juga telah kafir, bahkan kekufurannya lebih buruk dari pada kekufuran Fir’aun. (Engkau berkata); Bahwa orang-orang Nasrani sama seperti kita. Demi Allah, [ajaran engkau ini] telah menjadikan banyak hati dalam keraguan. Seandainya engkau menyelamatkan imanmu dengan dua kalimat syahadat maka engkau adalah orang yang akan mendapat kebahagiaan di akhirat.

Oh… Alangkah sialnya orang yang menjadi pengikutmu, karena ia telah mempersiapkan dirinya sendiri untuk masuk dalam kesesatan (az-Zandaqah) dan kekufuran, terlebih lagi jika yang menjadi pengikutmu tersebut adalah seorang yang lemah dalam ilmu dan agamanya, pemalas, dan bersyahwat besar, namun ia membelamu mati-matian dengan tangan dan lidahnya. Padahal hakekatnya orang semacam ini, dengan segala apa yang ia perbuatan dan apa yang ada di hatinya, adalah musuhmu sendiri. Dan tahukah engkau (wahai Ibn Taimiyah), bahwa mayoritas pengikutmu tidak lain kecuali orang-orang yang “terikat” (orang-orang bodoh) dan lemah akal?! Atau kalau tidak demikian maka dia adalah orang pendusta yang berakal tolol?! Atau kalau tidak demikian maka dia adalah aneh yang serampangan, dan tukang membuat makar?! Atau kalau tidak demikian maka dia adalah seorang yang [terlihat] ahli ibadah dan saleh, namun sebenarnya dia adalah seorang yang tidak paham apapun?! Kalau engkau tidak percaya kepadaku maka periksalah orang-orang yang menjadi pengikutmu tersebut, timbanglah mereka dengan adil…!

Wahai Muslim (yang dimaksud Ibn Taimiyah), adakah layak engkau mendahulukan syahwat keledaimu yang selalu memuji-muji dirimu sendiri?! Sampai kapan engkau akan tetap menemani sifat itu, dan berapa banyak lagi orang-orang saleh yang akan engkau musuhi?! Sampai kapan engkau akan tetap hanya membenarkan sifatmu itu, dan berapa banyak lagi orang-orang baik yang akan engkau lecehkan?!
Sampai kapan engkau hanya akan mengagungkan sifatmu itu, dan berapa banyak lagi orang-orang yang akan engkau kecilkan (hinakan)?!

Sampai kapan engkau akan terus bersahabat dengan sifatmu itu, dan berapa banyak lagi orang-orang zuhud yang akan engkau perangi?!

Sampai kapan engkau hanya akan memuji-muji pernyataan-pernyataan dirimu sendiri dengan berbagai cara, yang demi Allah engkau sendiri tidak pernah memuji hadits-hadits dalam dua kitab shahih (Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim) dengan caramu tersebut?!

Oh… Seandainya hadits-hadits dalam dua kitab shahih tersebut selamat dari keritikmu…! Tetapi sebalikanya, dengan semaumu engkau sering merubah hadits-hadits tersebut, engkau mengatakan ini dla’if, ini tidak benar, atau engkau berkata yang ini harus ditakwil, dan ini harus diingkari.

Tidakkah sekarang ini saatnya bagimu untuk merasa takut?! Bukankah saatnya bagimu sekarang untuk bertaubat dan kembali (kepada Allah)?! Bukankah engkau sekarang sudah dalam umur 70an tahun, dan kematian telah dekat?! Tentu, demi Allah, aku mungkin mengira bahwa engkau tidak akan pernah ingat kematian, sebaliknya engkau akan mencaci-maki seorang yang ingat akan mati! Aku juga mengira bahwa mungkin engkau tidak akan menerima ucapanku dan mendengarkan nesehatku ini, sebaliknya engkau akan tetap memiliki keinginan besar untuk membantah lembaran ini dengan tulisan berjilid-jilid, dan engkau akan merinci bagiku berbagai rincian bahasan. Engkau akan tetap selalu membela diri dan merasa menang, sehingga aku sendiri akan berkata kepadaku: “Sekarang, sudah cukup, diamlah…!”.

Jika penilaian terhadap dirimu dari diri saya seperti ini, padahal saya sangat menyangi dan mencintaimu, maka bagaimana penilaian para musuhmu terhadap dirimu?! Padahal para musuhmu, demi Allah, mereka adalah orang-orang saleh, orang-orang cerdas, orang-orang terkemuka, sementara para pembelamu adalah orang-orang fasik, para pendusta, orang-orang tolol, dan para pengangguran yang tidak berilmu.

Aku sangat ridla jika engkau mencaci-maki diriku dengan terang-terangan, namun diam-diam engkau mengambil manfaat dari nasehatku ini. “Sungguh Allah telah memberikan rahmat kepada seseorang, jika ada orang lain yang menghadiahkan (memperlihatkan) kepadanya akan aib-aibnya”. Karena memang saya adalah manusia banyak dosa. Alangkah celakanya saya jika saya tidak bertaubat. Alangkah celaka saya jika aib-aibku dibukakan oleh Allah yang maha mengetahui segala hal yang ghaib. Obatnya bagiku tiada lain kecuali ampunan dari Allah, taufik-Nya, dan hidayah-Nya.

Segala puji hanya milik Allah, Shalawat dan salam semoga terlimpah atas tuan kita Muhammad, penutup para Nabi, atas keluarganya, dan para sahabatnya sekalian. Wallahu a’lam. [Mujawib : Ust.Anake Garwane Pake] @santrialit
_________
Catatan Kaki;
[1]. Secara lengkap dikutip oleh asy-Syaikh Arabi at-Tabban dalam kitab Barâ-ah al-Asy’ariyyîn Min ‘Aqâ-id al-Mukhâlifîn, lihat kitab j. 2, h. 9.
[2]. Teks lebih lengkap dengan aslinya lihat an-Nashîhah adz-Dzahabiyyah dalam dalam kitab Barâ-ah al-Asy’ariyyîn Min ‘Aqâ-id al-Mukhâlifîn, j. 2, h. 9-11
Sumber Terjemah : http://s.id/ibnty

Demikian artikel Nasihat Imam Adz-Dzahabi Kepada Gurunya ( Syaikh Ibnu Tamiyah ) selamat menyelami kisah berikut ini 
Sumber ini Ada disini

Pos terkait