Sifat Iri Seperti Apa yang Tidak Dibolehkan?

Sifat Iri Seperti Apa yang Tidak Dibolehkan?

Pertanyaan: Sifat Iri Seperti Apa yang Tidak Dibolehkan?

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Sifat iri seperti apa yg tidak boleh, apa boleh iri contoh: Ahmad beli mobil baru terus saya iri dan membelinya, tapi saya tidak mempunyai rasa benci sama Ahmad. Ahmad bikin rumah baru, saya juga bikin rumah baru, tapi saya tidak membencinya. Syukron atas pencerahanya. (Maulidia Dia)

Bacaan Lainnya

 

Jawaban atas pertanyaan Sifat Iri Seperti Apa yang Tidak Dibolehkan?

Waalaikum salaam Wr. Wb.

Perlu diketahui bahwa tiada hasud/iri kecuali atas suatu kenikmatan. Ketika Allah memberikan kenikmatan kepada saudaramu maka bagimu terdapat dua keadaan:

  1. Engkau membenci kenikmatan tersebut dan suka hilangnya nikmat itu dari saudaramu, maka inilah yang dinamakan hasud/iri, jadi batasan hasud adalah membenci nikmat dan suka jika nikmat itu hilang dari orang yang diberi kenikmatan.
  2. Engaku tidak menyukai hilangnya nikmat, tidak pula membenci ada dan langgengnya nikmat tersebut, tetapi engkau juga menyukai nikmat yang serupa tidak dirimu sendiri (seperti kasus di atas) maka ini dinamakan ghibtoh/iri yang baik, dan terkadang dikhususkan dengan nama munafasah.

Adapun yang awal maka hukumnya haram kecuali kenikmatan yang di dapatkan oleh orang fajir atau kafir dan kenikmatan tersebut digunakan untuk melakukan fitnah dan menyakiti makhluk maka tidak menjadi masalah jika engkau membenci nikmat dan suka jika nikmat tersebut hilang dari pemiliknya, karena engkau tidak membenci nikmat tersebut dari arah nikmatnya tapi karena dia digunakan sebagai alat untuk merusak.

Sedangkan yang kedua maka hukumnya tidaklah haram bahkan bisa saja wajib, mandub ataupun mubah.

 

– Kitab Ihya’ (3/189-190)

اعلم أنه لا حسد إلا على نعمة فإذا أنعم الله على أخيك بنعمة فلك فيها حالتانإحداهما أن تكره تلك النعمة وتحب زوالها وهذه الحالة تسمى حسداً فالحسد حده كَرَاهَةُ النِّعْمَةِ وَحُبُّ زَوَالِهَا عَنِ الْمُنْعَمِ عَلَيْهِالحالة الثانية أن لا تحب زوالها ولا تكره وجودها ودوامها ولكن تشتهي لنفسك مثلهاوهذه تسمى غبطة وقد تختص باسم المنافسة وقد تسمى المنافسة حسداً والحسد منافسة ويوضع أحد اللفظين موضع الآخر ولا حجر في الأسامي بعد فهم المعاني وقد قال صلى الله عليه وسلم إن المؤمن يغبط والمنافق يحسد فأما الأول فهو حَرَامٌ بِكُلِّ حَالٍ إِلَّا نِعْمَةً أَصَابَهَا فَاجِرٌ أو كافر وهو يستعين بها على تهييج الفتنة وإفساد ذات البين وإيذاء الخلق فلا يضرك كراهتك لها ومحبتك لزوالها فإنك لا تحب زوالها من حيث هي نعمة بل من حيث هي آلة الفساد

 الي ان قال

 وأما المنافسة فليست بحرام بل هي إما واجبة وإما مندوبة وإما مباحة

قوله – صلى الله عليه وسلم : ( لا حسد إلا في اثنتين ) قال العلماء : الحسد قسمان : حقيقي ومجازي ، فالحقيقي : تمني زوال النعمة عن صاحبها ، وهذا حرام بإجماع الأمة مع النصوص الصحيحة . وأما المجازي فهو الغبطة وهو أن يتمنى مثل النعمة التي على غيره من غير زوالها عن صاحبها ، فإن كانت من أمور الدنيا كانت مباحة ، وإن كانت طاعة فهي مستحبة ، والمراد بالحديث لا غبطة محبوبة إلا في هاتين الخصلتين وما في معناهما .

Tarjemahannya:

Sabda Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wassalam

Tidak ada Hasad kecuali dalam dua bagian: Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yang pertama: hasad hakiki Dan yang kedua hasad majazi

Hasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan berdasarkan ijma’ para ulama. Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh: Ghibthoh adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang darinya. Jika ghibthoh ini dalam hal keta’atan, maka itu dianjurkan. Sedangkan maksud dari hadits di atas adalah tidak ada ghibtoh (hasad yang disukai) kecuali pada dua hal atau yang semakna dengan itu.

Wallohu a’lam semoga bermanfaat.

Sumber tulisan ada disini.

Silahkan baca juga artikel terkait.

Pos terkait