Pertanyaan: Tanawwu’ dan Ta’addud Dalam Ibadah
Asalamualaikum Wr. Wb. Mohon di jelaskan dan diberi contoh: 1) tanawwu’ ibadah. 2) ta’adud ibadah. Terimakasih. [Ranu Kumbolo].
Jawaban atas pertanyaan Tanawwu’ dan Ta’addud Dalam Ibadah
Wa’alaikum salam Wr. Wb.
- Pengertian Tanawwu’ fi Al-ibadah
Tanawwu’ fi al-ibâdah ialah keberagaman praktek ibadah tertentu yang diajarkan oleh Rasulullah akan tetapi antara yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan, bukan pertentangan, sehingga menggambarkan keberagaman dalam pelaksanaan ibadah tersebut. Hadis tanawwu’ al-ibadah ialah hadis-hadis yang menerangkan praktik ibadah tertentu yang dilakukan atau diajarkan oleh Rasulullah saw, akan tetapi antara satu dan lainnya terdapat perbedaan sehingga menggambarkan adanya keberagaman ajaran dalam pelaksanaan ibadah tersebut. Perbedaan atau keberagaman ajaran yang dimaksudkan adakalanya dalam bentuk tatacara pelaksanaan (perbuatan) dan adakalanya dalam bentuk ucapan atau bacaan-bacaan yang dibaca. Hadis-hadis tanawu’ ini juga disebut sebagai hadis-hadis mukhtalif dalam arti umum”.
Adapun Mengenai istilah hadis-hadis tanawu’ al-badah ini adalah hasil dari upaya Imam al-Syafi’i dalam menyelesaikan hadits hadits yang dianggap sebagian ulama sebagai hadits-hadits yang bertentangan atau tidak sejalan. Menurut al-Syafi’i, hadits-hadits yang kelihatan tidak sejalan itu sebenarnya tidak mengandung pertentangan, karena dapat dipertemukan dan dikompromikan satu sama lain. Imam Syafi’i memberikan sebuah batasan bahwa hadis-hadis yang di golongkan sebagai al ikhtilaf al mubah ini adalah hadis-hadis mukhtalif yang tidak mengandung hukum-hukum yang berbeda atau berlawanan sehingga salah satunya harus ditinggalkan. Imam Syafi’i berkata: “ Dua hadis tidak disebut ikhtilaf selama keduanya masih ditemukan jalan untuk sama-sama mengamalkan keduanya. Disebut ikhtilaf jika tidak dapat mengamalkan yang satu tanpa meninggalkan yang lain, seperti hadis dalam kasus yang sama, yang satu menghalalkan dan yang lain mengharamkan”.
Jelas terlihat dalam batasan makna yang dikemukakan Imam Syafi’i diatas bahwa dua hadis disebut mukhtalif jika keduanya mengandung makna yang bertentangan, misalnya antara halal dan haram atau makruh dan sunat. Jika ada pertentangan seperti ini, maka hadis-hadis tersebut dapat dikatakan mukhtalif dan perlu dilakukan penyelesaiaan dengan pendekatan-pendekatan ilmu ikhtilaf al hadis. Selama tidak ada pertentangan seperti itu, hadis-hadis yang tampak ikhtilaf tersebut dikategorikan sebagai hadis al ikhtilaf al mubah, artinya semua hadis tentang ibadah yang beragam ini dapat diamalkan dan tidak perlu dilakukan nasakh atau tarjih.
Di antara hadits Nabi saw yang terkadang tampak tidak sejalan satu dengan yang lain adalah hadits-hadits tentang tata cara pelaksanaan ibadah. Hadits-hadits semacam ini disebut dengan istilah “Hadits-hadits tanawu’ al-ibadah”, yaitu hadits hadits yang menerangkan praktik ibadah tertentu, yang dikerjakan Nabi saw, tetapi antara hadits hadits tersebut terdapat perbedaan, sehingga menggambarkan adanya keragaman bentuk peribadatan. Di antara sekian banyak hadis yang menjelaskan tentang keberagaman dalam praktek ibadah adalah tata cara pelaksanaan wudhuk, tata cara pelaksanaan tayamum, tentang keberagaman bacaan dalam rukû’ dan sujûd. Oleh sebab itu makalah ini disusun untuk mendiskusikan bagaimana memahami dan menyikapi hadits-hadits tersebut, supaya memperoleh pengertian yang semestinya terkait dengan keragaman hadits tentang tata cara peribadatan(Tanawu’ fil ibadah) yang bisa menimbulkan kesan adanya perbedaan, dan bahkan pertentangan antara satu ketentuan dengan ketentuan lainnya.
Contoh-contoh Hadis Tanawwu’ fi Al-ibadah
- Contoh hadis tanawwu’ fi ibadah menyangkut tata cara pelaksanaan wudhu’.
عَنْ اِبْنُ عَبَّاْسٍ،قَالَ: أَلَا أَخْبِرُكُمْبِوُضُوءِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَتَوَضَّأَمَرَّةً مَرَّةً
Artinya: Dari Ibnu Abbas, diaberkata, Maukah kalian aku kabarkan tentang cara wudhu Rasulullah SAW? Beliau SAW berwudhu satu kali-satu kali (untuk tiap anggota wudhu’).
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمّنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى قاَلَرَأَيْتُ عَلِيًّا رَضِي اللَّهُم عَنْهُم تَوَضَّأَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَ ثًاوَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَ ثًا وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَاحِدَةً ثُمَّ قَالَهَكَذَا تَوَضَّأَ رَسُوْلُ اللَّهِ لَلَّهُمَّ وَسَلَّمَ
Artinya: Dari Abdirrahman bin Abu Laila, dia berkata, “saya pernah melihat Ali RA berwudhu’, maka dia mencuci mukanya tiga kali,mencuci kedua lengannya tiga kali, dan menyapu kepalanya satu kali, kemudian berkata, “Demikianlah Rasulullah SAW berwudhu.
عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عُمَرَ،أَنَّهُ تَوَضَّأَ ثَلاَثًاثَلاَثًا،يُسْنِدُ ذَلِكَ اِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: Dari Abdullah bin Umar bahwa beliau berwudhu tiga kali-tiga kali. Dia menyandarkan hal itu kepada Rasulullah SAW.
Tiga buah hadis di atas sama-sama menerangkan tata cara berwudhu’ Rasulullah,khususnya dalam membasuh anggota wudhu’nya. Akan tetapi satu dengan yang lainnya mengandungi ajaran yang berbeda sehingga dapat menimbulkan kesan sebagai tidak adanya ketegasan dalam masalah tersebut. Cara penyelesainnya di atas adalah semua hadis-hadis tanawwu’ al-ibadah boleh diikuti dan diamalkan, tetapi yang manakah diantaranya lebih baik “afdhal”untuk diikuti dan diamalkan, jawabannya adalah yang lebih sempurna. Diantarnya,khusus menyangkut hadis-hadis tentang tata cara berwudhu’ Rasulullah, dikatakan oleh Syafi’i bahwa dari ketiga hadis tersebut sebenarnya dapat ditarik suatu ajaran bahwa cara minimal yang dituntut untuk sahnya wudhu’ adalah membasuh anggota wudhu’ masing-masing satu kali (berdasarkan hadis Ibn Abbas), dan sempurnanya, adalah dengan membasuh masing-masing tiga kali (bersasarkan hadis Abdullah bin Umar). Jadi, yang afdhal untuk didahulukan mengamalkan yang lebih sempurna diantaranya sesuai dengan penjelasan diatas yakni, hadis riwayat Abdullah bin Umar.
- Contoh hadis mengenai tata cara pelaksanaan tayamum:
عَنْسَعِيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيْهِ قَالَ:جَاءَ رَجُلُالَى عْمَرَبْنِ الخُطاَّ بِ فَقَالَ: اِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبِ المَاءَ،فَقَالَ عَمَّارُبْنُ ياَسِرٍ لِعُمَرَبْنِ الخَطاَّبِ،أَمَا تَذْكُرُأَنَّاكُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وأَنْتَ،فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّ أَنَافَتَمَعُّكْتُ فَصَلَّيْتُ،فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيِّ: (اِنَّما كَانَ يكْفِيْكَ هَكَذَا) فَضَرَبَالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الآَرْضَ وَنَفَخَفِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ.
Artinya: Diriwayatkan dari Said bin Abdurrahman bin Abza dari ayahnya ia berkata,seorang mendatangi Umar bin Khathtab dan berkata, Aku junub dan tidak menemukan air. Maka Ammar bin Yasir berkata kepada Umar bin khathtab, “Apakah anda tidak ingat ketika kita dalam suatu perjalanan (saya dan engkau), maka engkau tidak salat, adapun aku berguling-guling ditanah kemudian salat, kemudian aku menyebutkan hal itu kepada Nabi SAW. Maka beliau SAW berkata, Hanya saja cukup bagimu begini, lalu Nabi SAW memukul tanah dengan kedua telapak tangannya dan meniupnya, kemudian mengusap muka dan kedua tangannya dengan keduanya.
Hadis ke dua mengenai tayamum:
وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِصلى الله عليه وسلم التَّيَمُّمُ ضَرْبَتَانِ ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ, وَضَرْبَةٌلِلْيَدَيْنِ إِلَى اَلْمِرْفَقَيْنِ – رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ, وَصَحَّحَاَلْأَئِمَّةُ وَقْفَه.
Artinya: Daripada Ibn‘Umar RA katanya, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tayammum itu dua kali tepuk satu untuk muka dan satu untuk kedua-dua tangan sampai kesiku. (al-Daruqutni. Para imam hadis mengatakan yang sahih adalah mawquf).
Sudut pertentangan
Hadis ‘Ammar di atas menunjukkan tayammum itu sah dilakukan dengan satu tepukan ke muka dan tangan sampai kepada pergelangan tangan manakala hadis Ibn ‘Umar menyatakan tayammum hendaklah dilakukan dengan dua tepukan satu untuk muka dan satu untuk tangan hingga ke siku.
Wallohu a’lam semoga bermanfaat. [santrialit].
Sumber tulisan ada disini.
Silahkan baca juga artikel terkait.