0896. MAKALAH : Seluruh sikap dan perbuatan muslim adalah ibadah

Ibadah sendiri berarti mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya
Orang Islam yang bersujud (sholat) menghadap Ka’bah, tidak berarti dia menyembah Ka’bah, akan tetapi dia sebenarnya sedang bersujud dan menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala  dengan menghadap ke Ka’bah perwujudan menjalankan perintahNya atau mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla. Begitupula mereka yang mencium Hajar Aswad, tidak berarti menyembah Hajar Aswad akan tetapi  mereka menyembah Allah Subhanahu wa ta’ala dengan mencium Hajar Aswad perwujudan menjalankan perintahNya atau mereka mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla. Mereka yang tidak mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla adalah yang dimaksud dengan orang kafir atau menyekutukan Allah, selengkapnya telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/12/hakikat-tauhid/
Seluruh sikap dan perbuatan kita adalah untuk beribadah kepada Allah ta’ala karena itulah tujuan kita diciptakanNya.
Firman Allah ta’ala yang artinya “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS Adz Dzaariyaat 51 : 56)
Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu” (QS al Hijr [15] : 99)
Dalam tulisan-tulisan kami sebelumnya terkait dengan ibadah , kami pergunakan kategorisasi ibadah mahdah dan ibadah ghairu mahdah namun kategorisasi ini dapat menimbulkan kerancuan sehingga dapat terjerumus kedalam paham sekulerisme.  Sekulerisme, paham yang menghindarkan manusia dalam kehidupannya me”referensi” kepada Allah / Agama. Dengan berpemahaman ini menjerumuskan kita bahwa seolah ada perbuatan manusia  yang merupakan “urusan dunia” atau urusan antar manusia dan tidak terkait dengan Allah Azza wa Jalla. Seluruh sikap dan perbuatan kita selalu berhubungan atau terkait dengan Allah Azza wa Jalla. Setiap kita akan bersikap atau melakukan perbuatan harus mengingat apakah sikap atau perbuatan tersebut bertentangan atau tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.  Kita harus ingat selalu bahwa kita hanya melakukan sikap dan perbuatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Kegiatan mengingat inilah termasuk kedalam dzikrullah (mengingat Allah).
Ibadah terbagi dalam dua kategori yakni amal ketaatan dan amal kebaikan
Amal ketaatan atau perkara syariat adalah ibadah yang menjadi syarat sebagai hamba Allah yakni menjalankan kewajibanNya (ditinggalkan berdosa), menjauhi larangaNya (dikerjakan berdosa) dan menjauhi apa yang telah diharamkanNya (dikerjakan berdosa)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Amal ketaatan adalah perkara mau tidak mau harus kita jalankan atau kita taati.
Amal ketaatan jika tidak dijalankan atau tidak ditaati akan mendapatkan akibat/ganjaran, ganjaran baik (pahala) maupun ganjaran buruk (dosa).
Amal ketaatan adalah bukti ketaatan atau “bukti cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal ketaatan harus sesuai dengan apa yang telah dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah
Amal kebaikan adalah ibadah diluar amal ketaatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Amal kebaikan adalah perkara yang dilakukan atas kesadaran kita sendiri untuk meraih kecintaan atau keridhoan Allah Azza wa Jalla.
Amal kebaikan adalah ibadah yang jika dilakukan dapat pahala (kebaikan) dan tidak dilakukan tidak berdosa.
Amal kebaikan adalah “ungkapan cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal kebaikan adalah upaya kita untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Amal kebaikan tidak harus selalu sesuai dengan apa yang telah dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah, landasannya hanyalah jika tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah adalah amal kebaikan , sebaliknya jika bertentangan dengan Al Qur’an dan AS Sunnah adalah keburukan (sayyiah)
Hukum asal amal ketaatan adalah haram/terlarang selama tidak ada dalil yang menetapkannya
Hukum asal diluar amal ketaatan adalah mubah/boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya
Definisi bid’ah yang berlaku sejak Nabi Adam a.s sampai sekarang dan sampai akhir zaman adalah perkara baru di luar dari apa yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya
Perkara yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya adalah perkara yang wajib dijalani dan wajib dijauhi atau perkara syariat (syarat sebagai hamba Allah) atau disebut sebagai “urusan kami” atau disebut dengan agama atau disebut amal ketaatan yakni menjalankan kewajibanNya (ditinggalkan berdosa), menjauhi laranganNya (dikerjakan berdosa) dan menjauhi apa yang telah diharamkanNya (dikerjakan berdosa)
Orang yang menjalankan amal ketaatan atau “bukti cinta” adalah disebut orang beriman (mukmin)
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imron [3]:31 )
Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir” (QS Ali Imron [3]:32 )
dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS Al Anfaal [8]:1 )
Amal ketaatan adalah apa yang ditetapkanNya yakni perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa), batas/larangan dan pengharaman (dikerjakan berdosa)
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di masa kemudian akan ada peperangan di antara orang-orang yang beriman.” Seorang Sahabat bertanya: “Mengapa kita (orang-orang yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata: ‘Kami telah beriman’.” Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Ya, karena mengada-adakan di dalam agama (mengada-ada dalam perkara yang merupakan hak Allah ta’ala menetapkannya yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharaman) , apabila mereka mengerjakan agama dengan pemahaman berdasarkan akal pikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Bagian akhir hadits di atas menyampaikan bahwa “sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya” serta telah sempurna atau telah selesai segala perkara yang ditetapkanNya atau diwajibkanNya atau telah selesai segala perkara yang wajib dijalankan manusia dan wajib dijauhi manusia ketika Nabi Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wasallam di utus.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” ( QS Al Maaidah [5]:3 )
Perkara baru (bid’ah) dalam amal ketaatan (perkara syariat/syarat sebagai hamba Allah) adalah bid’ah dholalah dan pelakunya disebut Ahli bid’ah.
Ahli bid’ah pun termasuk orang kafir , mereka yang melakukan perbuatan syirik, mereka yang tidak mau mengakui ke-Maha Kuasa-an Allah Azza wa Jalla karena mereka mengubah-ubah apa yang telah ditetapkanNya (diwajibkanNya)
Ahli bid’ah adalah mereka yang mengada-ada atau membuat perkara baru (bid’ah) sehingga mengubah-ubah apa yang telah ditetapkanNya (diwajibkanNya)
Ahli bid’ah adalah mereka yang membuat perkara baru atau mengada-ada yang bukan kewajiban menjadi kewajiban (ditinggalkan berdosa) atau sebaliknya, tidak diharamkan menjadi haram (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya dan tidak dilarang menjadi dilarang (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya.
Rasulullah mencontohkan kita untuk menghindari perkara baru dalam kewajiban (jika ditinggalkan berdosa). Rasulullah meninggalkan sholat tarawih berjama’ah dalam beberapa malam agar kita tidak berkeyakinan bahwa sholawat tarawih adalah kewajiban (ditinggalkan berdosa) selama bulan Ramadhan.
Rasulullah bersabda, “Aku khawatir bila shalat malam (tarawih) itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687). Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=10&ayatno=120&action=display&option=com_bukhari
Bid’ah hasanah , jika yang melakukan sholat tarawih berjamaah sebulan penuh berkeyakinan bahwa itu adalah amal kebaikan selama bulan ramadhan walaupun Rasulullah tidak mencontohkan/melakukannya sebulan penuh.
Bid’ah dholalah, jika mereka berkeyakinan bahwa sholat tarawih berjamaah sebulan penuh adalah kewajibanNya atau perintahNya (ditinggalkan berdosa) karena sholat tarawih sebulan penuh tidak pernah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai kewajiban (ditinggalkan berdosa). Yang ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai kewajiban (ditinggalkan berdosa) yang harus dikerjakan sebulan penuh pada bulan Ramadhan adalah berpuasa.
Begitu juga kita dapat ambil pelajaran dari apa yang terjadi dengan kaum Nasrani
‘Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah –pada waktu itu dia lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang artinya, “Mereka menjadikan orang–orang alimnya, dan rahib–rahib mereka sebagai tuhan–tuhan selain Allah, dan mereka (juga mempertuhankan) al Masih putera Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.“ (QS at Taubah [9] : 31) , kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah Sesungguhnya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta itu“. Maka jawab Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Bid’ah dholalah adalah perbuatan syirik karena penyembahan kepada selain Allah, penyembahan diantara pembuat bid’ah (perkara baru) dengan pengikutnya.
Bid’ah dholalah adalah perbuatan yang tidak ada ampunannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah”. [Ash-Shahihah No. 1620]
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
Oleh karenanya para hakim agama, para mufti  atau mereka yang akan berfatwa dalam perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa), larangan (dikerjakan berdosa) atau pengharaman (dikerjakan berdosa) wajib berdasarkan atau turunan dari apa yang telah ditetapkanNya.  Sebaiknyalah  berpegang pada pendapat atau pemahaman pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat sebagaimana yang dicontohkan oleh mufti Mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah sebagaimana contoh yang terurai dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/30/hukum-penutup-muka/
Sedangkan bid’ah (perkara baru) diluar apa yang telah ditetapkanNya (diwajibkanNya) atau perkara baru diluar amal ketaatan (perkara syariat/syarat sebagai hamba Allah) ada dua kategori yakni bid’ah dlolalah dan bid’ah hasanah (mahmudah)
Bid’ah dlolalah adalah perkara baru yang bertentangan dengan apa yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya
Bid’ah hasanah adalah perkara baru yang tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya.
Imam Asy Syafi’i ~rahimahullah berkata “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)
Bahkan al- Imam Nawawi membaginya dalam 5 status hukum.
أن البدع خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة
Sesungguhnya bid’ah terbagi menjadi 5 macam ; bid’ah yang wajib, mandzubah (sunnah), muharramah (bid’ah yang haram), makruhah (bid’ah yang makruh), dan mubahah (mubah)” [Syarh An-Nawawi ‘alaa Shahih Muslim, Juz 7, hal 105]
Contoh sederhana bid’ah hasanah (mahmudah) adalah peringatan Maulid Nabi.
Peringatan Maulid Nabi adalah bukan perkara syariat atau perbuatan yang tidak diwajibkanNya namun tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkanNya/diwajibkanNya (tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah) maka termasuk amal kebaikan
Amal kebaikan adalah segala perkara diluar apa yang telah ditetapkanNya (diwajibkanNya) atau segala perkara diluar amal ketaatan (perkara syariat/syarat sebagai hamba Allah) yang tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkanNya / diwajibkanNya (tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah)
Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) : Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul shallallahu alaihi wasallam dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul shallallahu alaihi wasallam dan membangkitkan rasa cinta pada beliau shallallahu alaihi wasallam, dan bersyukur kepada Allah ta’ala dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam
Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif : Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam dan karena Tsuwaibah menyusuinya ” (shahih Bukhari hadits no.4813). maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam, maka bagaimana dengan muslim ummat Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang gembira atas kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh-sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.
Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah berkata “tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat Islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang sangat besar”.
Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : “ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi shallallahu alaihi wasallam
Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah, dengan karangan maulidnya yang terkenal “al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, “Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta merayakannya”.
Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: “Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kepada orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”.
Muslim yang menjalankan amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan menjalankan amal kebaikan atau mereka yang mengungkapkan cintanya kepada Allah Allah Azza wa Jalla dan RasulNya adalah disebut muhsin / muhsinin, muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau sholihin.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Inilah ayat-ayat Al Qura’an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi muhsinin (orang-orang yang berbuat kebaikan), (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS Lukman [31]:2-5)
Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An Nuur [24]:35)
Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun”. (QS An Nuur [24]:40 )
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya) ? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS Az Zumar [39]:22)
Muslim yang menjalankan amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan berbuat amal kebaikan (muhsin/muhsinin) atau sholihin adalah mereka yang termasuk manusia disisiNya. Mereka yang telah dikarunia ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla. Mereka yang terbukti tetap istiqomah pada jalan yang lurus
Firman Allah ta’ala yang artinya
Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS Al Fatihah [1]:6 )
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:7 )
Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, para syuhada, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan bahwa amal kebaikan (amal sholeh) sangat luas sekali.
Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, orang-orang kaya telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan pahala?” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim 1674) Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=13&ayatno=50&action=display&option=com_muslim  Selengkapnya tentang amal sholeh telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/01/18/2010/10/27/amal-sholeh/
Al-Qur’an dan Hadits pada hakikatnya memuat amal ketaatan atau ketetapan yang menjadi hak Allah Azza wa Jalla yakni ketetapan berupa kewajiban dan larangan (batas/larangan dan pengharaman). Dalam Al-Qur’an dan Hadits memang disebutkan beberapa contoh amal kebaikan (amal sholeh) namun tidak seluruh amal kebaikan (amal sholeh) yang akan dikerjakan manusia sejak Nabi Adam a.s sampai kiamat nanti diuraikan dalam Al-Qur’an maupun Hadits. Kalau diuraikan seluruhnya akan membutuhkan lembaran Al-Qur’an maupun Hadits yang luar biasa banyaknya.
Amal kebaikan tidak harus atau tidak selalu terkait dengan apakah telah dicontohkan/dilakukan atau tidak dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah atau Salafush Sholeh. Amal kebaikan sejak Nabi Adam a.s sampai akhir zaman tetap perkara baik selama tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya atau tidak bertentangan dengan amal ketaatan.
Kaidah “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” (Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya) tidak berlandaskan Al Qur’an dan Hadits. Kesalahpahaman kaidah ini telah kami uraikan dalam tulisan pada
Segala amal kebaikan atau amal sholeh atau amalan sunnah adalah yang dimaksud dengan dzikrullah.
Dalam suatu riwayat. ”Qoola a’liyy bin Abi Thalib: Qultu yaa Rosuulolloh ayyun thoriiqotin aqrobu ilallohi? Faqoola Rasullulohi: dzikrullahi”. artinya; “Ali Bin Abi Thalib berkata; “aku bertanya kepada Rasullulah, jalan/metode(Thariqot) apakah yang bisa mendekatkan diri kepada Allah? “Rasullulah menjawab; “dzikrulah.”
Amal kebaikan adalah segala sikap dan perbuatan yang dilakukan bukan di wajibkanNya namun atas kesadaran sendiri karena Allah ta’ala semata atau karena mengingat Allah atau wujud dari kecintaan hamba kepada Allah ta’ala dan Allah ta’ala pun mencintai hambaNya maka jadilah kekasih Allah atau wali Allah dengan berbagai tingkat kedekatan atau tingkat kewalian sebagaimana yang disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/28/maqom-wali-allah/
Tujuan amal kebaikan adalah untuk mendekatkan diri kita atau memperjalankan diri kita agar sampai (wushul) kepada Allah ta’ala. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/05/perjalankanlah-diri-kita/
Dalam sebuah haditas Qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan (amal ketaatan), jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah (amal kebaikan), maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-KU, pasti Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya. (HR Muslim 6021) Link: http://www.indoquran.com/index.php?surano=61&ayatno=89&action=display&option=com_bukhari
Boleh jadi mereka yang membenci peringatan Maulid Nabi atau mereka yang men-syirik-kan sholawat nariyah, sholawat badar, qashidah burdah, maulid barzanji adalah mereka yang terkena ghazwul fikri atau terkena upaya adu domba yang dilakukan oleh orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan sebelumnya pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/11/puritan-radikalisme/
Firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” (Al Maaidah: 82)
Untuk itulah kaum Yahudi dan orang-orang musyrik yakni kaum Zionis Yahudi terus melakukan upaya ghazwul fikri (perang pemahaman) agar umat muslim pada umumnya tidak memperjalankan dirinya untuk sampai (wushul) kepada Allah ta’ala atau tidak tahu bagaimana yang dimaksud mendekatkan diri kepada Allah ta’ala.
Kaum Zionis Yahudi sangat takut kepada umat Islam yang jika berdoa kepada Allah ta’ala dan pasti dikabulkanNya. Inilah adalah hakikat dari doa adalah senjata kaum mukmin.
Namun yang harus kita ingat bahwa kita tetap harus berlaku adil kepada mereka atau kepada kaum non muslim atau kaum kafir. Pada hakikatnya mereka menjadi seperti itu adalah kehendak Allah Azza wa Jalla juga. Perlakukan dengan baik sebagaimana perlakuan kita kepada ciptaanNya yang lain selama mereka berlaku baik kepada kita.
Islam mengajarkan damai dan berbuat baik bukan hanya terhadap manusia, akan tetapi sampai terhadap hewan dan tumbuh-tumbuhan. Bukankah dalam hadist Nabi shallallahu alaihi wasallam telah diriwayatkan bahwa seorang wanita masuk neraka karena telah menganiyaya seekor kucing.  Begitu pula seorang pelacur masuk sorga karena telah memberi minum seekor anjing yang kehausan.
Rahmat Islam  benar-benar lil ‘alamin (bagi semesta alam). Tidak hanya manusia, tetapi hewan, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan hidup, semua memperoleh rahmat Islam.
Ibnu Abbas ra. meriwayatkan, ada seorang lelaki yang merebahkan kambingnya sementara dia masih menajamkan pisaunya. Lalu Rasulullah bersabda, “Apakah engkau ingin membunuh kambing itu dua kali? Jangan lakukan itu. Tajamkan pisaumu sebelum kamu merebahkan kambingmu.
Ibnu Sirin juga meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab pernah melihat seseorang sedang menyeret kaki kambing untuk disembelih. Beliau marah dan menegur orang tsb., “Jangan lakukan itu! Giringlah hewan itu menuju kematiannya dengan baik.” (HR Imam Nasai)
Allah Azza wa Jalla akan memasukan muslim yang menjalankan amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan beramal kebaikan / beramal sholeh (muhsin/muhsinin/sholihin) kedalam jannah dan Allah Azza wa Jalla mengibaratkan orang-orang kafir bagaikan binatang dan memasukkan mereka kedalam jahannam.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya “Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mu’min dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (QS Muhammad [47]:12 )
Masihkah kita menjadikan mereka yang diibaratkan oleh Allah Azza wa Jalla bagaikan “binatang” sebagai “teman kepercayaan”, sebagai pelindung, sebagai penasehat atau bahkan sebagai pemimpin dunia ?
Perlakuan kita kepada kaum non muslim memang harus adil dan baik namun terkadang memperlakukan mereka dengan baik namun melupakan Ukhuwah Islamiyah
Dahulu kita “terikat” pada kesatuan dalam aqidah (aqidah state) atau jama’atul muslimin (jama’ah kaum muslim) dan berakhir pada masa kekhalifahan Turki Ustmani. Keberakhiran kekhalifahan pada dasarnya karena terpengaruh paham individualisme yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi
Paham individualisme untuk memecah belah umat Islam atau upaya meruntuhkan Ukhuwah Islamiyah. Kita telah terpecah belah ke dalam beberapa wilayah atau negara atau kesatuan dalam negara (nation state) yang dikenal dengan propaganda nasionalisme. Salah satu hasutan kaum Zionis Yahudi adalah menumbuhkan nasionalisme Arab
Secara perlahan namun pasti, “lembaga-lembaga pengkajian” yang dipimpin para orientalis Barat ini meracuni pemikiran umat Islam Turki. Para orientalis menjelek-jelekkan sistem Islam dan membangga-banggakan sistem nasionalisme. Dari sinilah lahir gerakan nasionalisme Arab. Jenderal Allenby mengirim seorang perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence ke Hijaz untuk menemui para pemimpin di sana. TE. Lawrence ini diterima dengan sangat baik dan seluruh hasutannya di makan mentah-mentah oleh tokoh-tokoh Hijaz. Maka orang-orang dari Hijaz ini kemudian membangkitkan nasionalisme Arab dan mengajak tokoh-tokoh pesisir Barat Saudi untuk berontak terhadap kekuasaan kekhalifahan Turki Utsmaniyah, dan setelah itu mendirikan Kerajaan Islam Saudi Arabia.
Paham nasionalisme adalah paham individualisme dalam skala besar yakni skala negara.
Dengan terhasut paham nasionalisme (individualisme skala besar) mengakibatkan “keadaan perang” di negara atau wilayah saudara muslim lainnya seperti di Palestina, Afghanistan, dll, tidak dianggap atau dirasakan sebagai keadaan perang di negara kaum muslim lainnya. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Bukhari 5552) (HR Muslim 4685)
Sehingga sebagian penguasa negeri yang beragama Islam , tidak merasa bersalah menjadikan Amerika yang dibelakangnya kaum Zionis Yahudi sebagai “teman kepercayaan”, penasehat, pelindung
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya
 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Qs. Al Mujadilah : 22)
Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dan meninggalkan orang-orang mu’min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah…” (Qs. Ali-Imran : 28)
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
Ironis yang terjadi di wilayah kerajaan dinasti Saudi, mereka menjadikan Amerika (dibelakangnya kaum Zionis Yahudi) sebagai teman kepercayaan, pelindung, penasehat. Contoh paling mudah untuk diketahui bahwa mereka menyusun kurikulum pendidikan agama bekerjasama dengan Amerika yang dibelakangnya adalah kaum Zionis Yahudi , sebagaimana yang terurai dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/07/muslim-bukanlah-ekstrimis/   Inilah salah satu “pintu masuk” ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi dan kesalahpahaman-kesalahpahaman tersebut menyebar luas ke negeri-negeri kaum muslim melalui perantaraan contohnya beasiswa pendidikan di wilayah kerajaan dinasti Saudi. Begitupula dengan penguasa negeri lainnya yang mengaku muslim namun mereka menjadi “boneka” Amerika atau menjadikan Amerika atau kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercayaan, pelindung, penasehat. Tindakan para penguasa negeri inilah yang menimbulkan kemudharatan bagi kaum muslim sebagaimana yang telah difirmankan Allah Azza wa Jalla dalam (QS Ali Imran, 118).
Hasbunallah wani’mal wakil
“Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik tempat bersandar”
(QS  Ali `Imran [3]: 173)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
[http://0.facebook.com/home.php?sk=group_196355227053960&view=doc&id=312424738780341&refid=7]

Pos terkait