PERTANYAAN :
Assalamualaikum, afwan mau tanya poro yai, bagaimana hukum menyewakan pohon (cengkeh, mangga dlll) untuk diambil buahnya ? terimakasih atas bantuannya. [Tanzilul Furqon].
JAWABAN :
Wa’alaikumussalam. Bahwasanya akad tersebut tidak sah, karena kalau dengan akad jual beli maka tidak sah karena pohonnya tidak di beli, kalau dengan akad sewa juga tidak sah menurut pendapat yang ashoh. [ Fathul mu’in jilid 3 shohifah 110 ].
فلايصح اكتراءبستان لثمرته لأن الأعيان لاتملك بعقدالاجارة قصداونقل التاج السبكي في توشيخه اختياروالده التفي السبكي في اخرعمره صحة إجارة ألاشجارلثمرها،وصرحوابصحة استئجارقناةأوبئرللانتفاع بماءهاللحاجة. قوله ونقل التاج السبكي ألخ ضعيف
Menyewakan kebun guna memanen buah pepohonan yang tumbuh di dalamnya itu tidak sah,karena barang tidak bisa di miliki dengan akad sewa dengan menjadi pokok barang yang di akadi.Al-Taj al-subki,di akhir umurnya yaitu keabsahan menyewa pohon untuk memanen buahnya. Dan para ulama jelas jelas menyatakan keabsahan menyewa kolam atau sumur untuk memanfaatkan airnya,karena alasan hajat (dibutuhkan). Ungkapan syaikh zainuddin al-malibari”Al-taj al-subki mengutip”adalah pendapat lemah.
Pada dasarnya jual beli saat buah belum nampak kebaikannya (masih muda / masih belum masak) tidak diperbolehkan karena masih rawan penyakit disamping akan menimbulkan gambling pada kedua belah pihak,.
Berikut ketentuan jual beli buah dalam saat belum tampak kebaikannya menurut ketentuan syara’
1.Padi, jagung, semangka, terong sayuran, tidak di perbolehkan dijual sebelum tampak kebaikannya kecuali dipetik langsung atau dijual bersama tanahnya.
2.Kurma, kelapa dan buah dalam batang pohon lainnya, tidak di perbolehkan dijual sebelum tampak kebaikannya kecuali dipetik langsung atau dijual bersama batang pohonnya atau bersama tanahnya.
Solusi dalam mengatasi masalah pembelian buah yang masih belum tampak kebaikannya dan belum di mungkinkan untuk segera di potong bila memang hal semacam ini terjadi di lingkungan kita dan tidak dapat bagi kita menghindarinya :
a.Mengikuti pendapat Imam Syafii dengan Qoul Qadiimnya yang memperkenankan penjualan semacam padi meski masih dalam tangkainya asalkan bentuk bijinya telah mengeras (dapat diperkirakan rata-rata hasil buahnya di saat siap potong [ al Majmu’ juz 5 hal 49 dan juz 10 hal 472 ].
b.Antara penjual dan pembeli tidak mengadakan akad jual beli tapi mengadakan akad saling hibah menghibahi.
– Siraaj Alwahhaab I/308 :
وكذلك الثمار قبل بدو الصلاح تجوز هبتها من غير شرط القطع بخلاف البيع
Wallohu a’lam. [Dewi Rosita, Masaji Antoro].