Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas namun pemahaman yang dalam haruslah dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten atau ahlinya (ulama).
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS Fush shilat [41]:3)
Pada hakikatnya kita diperintahkan untuk mengikuti orang yang mengetahui Al Qur’an dan As Sunnah
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” [QS. an-Nahl : 43]
Pertanyaanlah adalah pemahaman/pendapat ulama siapakah yang patut kita ikuti agar tidak menimbulkan penyesalan di akhirat kelak.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS al Baqarah [2]: 166)
“Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS Al Baqarah [2]: 167)
Hati-hatilah, sebaiknya jangan mengikuti atau menyebarluaskan pemahaman/pendapat ulama yang mengaku-aku mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun kenyataannya mereka tidak bertalaqqi(mengaji) dengan Salafush Sholeh.
Mereka adalah ulama yang terhasut atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi.
Salah satunya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf. Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.
Kaum Zionis Yahudi melalui pusat-pusat kajian Islam mereka dirikan atau melalui ulama-ulama yang telah dipengaruhi oleh mereka, melancarkan hasutan agar umat Islam memahami Al Qur’an dan As Sunnah bersandarkan pada belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminya dengan akal pikiran sendiri (pemahaman secara ilmiah) agar timbul perselisihan di antara kaum muslim diakibatkan perbedaan pemahaman.
Kaum Zionis Yahudi menghasut umat Islam untuk “meninggalkan” pendapat/pemahaman Imam Mazhab yang empat, pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim pada umumnya (Imam Mujtahid Mutlak) yang bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salafush Sholeh.
Kaum Zionis Yahudi menghasut kaum SEPILIS (sekulerisme, pluralisme, liberalisme) untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran sendiri, yang dikatakan oleh mereka sebagai pemahaman yang menyesuaikan dengan keadaan zaman (modernisasi/pembaharuan) atau pemahaman bersifat pragmatis (kepentingan). Sebagaimana contoh diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/28/mengangkat-taimiyah/
Para ulama telah menyampaikan bahwa jika memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminya dengan akal pikiran sendiri, kemungkinan besar akan berakibat negative seperti,
1. Ibadah fasidah (ibadah yang rusak) , ibadah yang kehilangan ruhnya atau aspek bathin
2. Tasybihillah Bikholqihi , penyerupaan Allah dengan makhluq Nya
Begitupula Rasulullah telah melarang kita untuk memahami Al Qur’an dengan akal pikiran kita sendiri
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Sanad ilmu / sanad guru sama pentingnya dengan sanad hadits.
Sanad hadits adalah otentifikasi atau kebenaran sumber perolehan matan/redaksi hadits dari lisan Rasulullah.
Sedangkan Sanad ilmu atau sanad guru adalah otentifikasi atau kebenaran sumber perolehan penjelasan baik Al Qur’an maupun As Sunnah dari lisan Rasulullah.
Hal yang harus kita ingat bahwa Al Qur’an pada awalnya tidaklah dibukukan. Ayat-ayat Al Qur’an hanya dibacakan dan dihafal (imla) kemudian dipahami bersama dengan yang menyampaikannya.
Hal yang akan dipertanyakan terhadap sebuah pendapat / pemahaman seperti :
“Apakah yang kamu pahami telah disampaikan / dikatakan oleh ulama-ulama terdahulu yang tersambung lisannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam” ?
“Siapakah ulama-ulama terdahulu yang mengatakan hal itu” ?
“Dari siapakah mendapatkan pemahaman seperti itu” ?
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka” (HR Bukhari)
Hakikat makna hadits tersebut adalah kita hanya boleh menyampaikan satu ayat yang diperoleh dari orang yang disampaikan secara turun temurun sampai kepada lisannya Sayyidina Muhammad bin Abdullah Shallallahu alaihi wasallam.
Kita tidak diperkenankan menyampaikan apa yang kita pahami dengan akal pikiran sendiri dengan cara membaca dan memahami namun kita sampaikan apa yang kita dengar dan pahami dari lisan mereka yang sanad ilmunya tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena hanya perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang merupakan kebenaran atau ilmuNya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan agama kepada Sahabat. Sahabat menyampaikan kepada Tabi’in. Tabi’in menyampaikan pada Tabi’ut Tabi’in. Para Imam Mazhab yang empat, pemimpin / imam ijtihad kaum muslim pada umumnya, mereka berijtihad dan beristinbat berlandaskan hasil bertalaqqi (mengaji ) pada Salafush Sholeh
Contoh sanad Ilmu atau sanad guru Imam Syafi’i ra
1. Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
2. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
3. Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra
4. Al-Imam Malik bin Anas ra
5. Al-Imam Syafei’ Muhammad bin Idris ra
Jumhur ulama dari dahulu sampai sekarang telah sepakat bahwa perbedaan di antara Imam Mazhab yang empat hanyalah dalam masalah furuiyah (cabang) bukan pada masalah pokok seperti pemahaman dalam i’tiqod (akidah). Perbedaan pemahaman yang tidak menimbulkan perselisihan, seperti saling menyesatkan , saling mengkafirkan atau saling membunuh. Imam Mazhab yang empat tidak pernah menyesatkan Imam Mazhab sebelumnya.
Ada timbul perselisihan dari mereka yang mengaku-aku mengikuti pemahaman Imam Mazhab yang empat namun pemahaman mereka menyelisihi pemahaman Imam Mazhab yang empat, seperti membangga-banggakan mazhabnya.
Contoh nasehat Imam Mazhab yang empat, jika sholat berjama’ah maka ikutilah mazhab yang dipergunakan oleh Imam Sholat. Andaikanpun terjadi kesalahan pada Imam Sholat, tidak ditanggung oleh makmumnya.
Hadits yang diriwayatkan oleh Umamah al Bahiliy dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,”Ikatan-ikatan Islam akan lepas satu demi satu. Apabila lepas satu ikatan, akan diikuti oleh lepasnya ikatan berikutnya. Ikatan islam yang pertama kali lepas adalah pemerintahan dan yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad)
Jika pemahaman agama baik dan benar, sesuai sebagaimana asalnya dari Tuhan maka tidak akan menimbulkan pertentangan atau perselisihan yang menimbulkan perbuatan saling menyesatkan, saling mengkafirkan atau saling membunuh.
Firman Allah Azza wa Jalla,
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS An Nisaa 4 : 82)
Mereka yang pemahaman agamanya berdasarkan akal pikiran sendiri boleh jadi akan timbul pertentangan atau perselisihan yang menimbulkan perbuatan saling menyesatkan, saling mengkafirkan atau saling membunuh seperti contohnya yang dapat kita ketahui dari
http://isnad.net/media/dzul-akmal-undercover.pdf http://www.facebook.com/note.php?note_id=255000094557451
Mereka yang pemahaman agamanya berdasarkan akal pikiran sendiri “memerangi” orang beriman sebagaimana yang dialami oleh mufti mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah yang mempertahankan fatwa bahwa Niqab ( Cadar / Purdah) adalah suatu kebiasaan yang di bolehkan dan bukan merupakan satu kewajiban (jika ditinggalkan berdosa) sebagaimana kesepakatan jumhur ulama bahwa wajah dan kedua telapak tangan bukan termasuk aurat bagi perempuan. Hal ini diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/30/hukum-penutup-muka/
Mereka yang pemahaman agamanya berdasarkan akal pikiran sendiri “memerangi” orang beriman sebagaimana perintah ulama mereka dalam kitabnya berjudul “al-Majmu’ al-mufid min ‘Aqidati al Tauhid” hal. 55
لاينفع اسلامكم اذا أعلنتم الحرب العشواء على هذه الطرق الصوفية فقضيتم عليها قاتلوا هم قبل أن تقاتلوا اليهود والمجوس
“Tidak berguna Islam kalian sebelum kalian mengumumkan perang terhadap torikoh sufi dan kalian membantainya, perangilah mereka sebelum memerangi yahudi dan majusi”
Contoh lain mereka yang pemahaman agamanya berdasarkan akal pikiran sendiri “memerangi” orang beriman bahkan membunuh saudara muslimnya sendiri sebagaimana yang terurai dalam tulisan padahttp://www.aswaja-nu.com/2010/01/dialog-syaikh-al-syanqithi-vs-wahhabi_20.html atau pada http://www.facebook.com/photo.php?fbid=220630637981571&set=a.220630511314917.56251.100001039095629
Oleh karenanya lebih baik dan selamat kita mengikuti pemahaman/pendapat Imam Mazhab yang empat, pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim pada umumnya (Imam Mujtahid Mutlak) karena mereka bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salafush Sholeh.
Untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah, marilah kita bertalaqqi (mengaji) kepada ulama-ulama yang mengikuti pemahaman Imam Mazhab yang empat. Jika kita membaca tulisan baik didunia maya maupun nyata melalui kitab/buku maka pastikanlah sumbernya berasal dari pemahaman/pendapat Imam Mazhab yang empat.
Cara lain agar selamat adalah mengikuti pendapat/pemahaman para Habib dan para Sayyid yang sholeh, ahli ba’it , keturunan cucu Rasululah , mereka yang dapat pengajaran agama turun temurun dari orang tua-orang tua mereka terdahulu tersambung kepada lisannya Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatkan pengajaran agama langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Namun kita harus bisa bedakan antara ahli bait, keturunan cucu Rasulullah dengan mereka yang mengaku-aku sebagai pengikut Imam Sayyidina Ali ra
Mereka yang mengaku-aku sebagai pengikut Imam Sayyidina Ali ra, juga korban hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi.
Abdullah bin Saba’ seorang pendeta besar yahudi dari Yaman yang masuk Islam dengan tujuan menghancurkan Islam dari dalam. Pada mulanya ia benci kepada Khalifah Utsman bin Affan ra dan berusaha meruntuhkannya serta menggantikannya dengan Sayyidina Ali ra.
Dengan kelicikannya dan provokasinya, usahanya berhasil mendapat respon di kota-kota besar ketika seperti kota Madinah dan Basrah. Kemudian dia pergi ke Mesir, Kufah dan Damsyik serta beberapa kota lain untuk menyebarkan propaganda tentang kemulyaan Sayyidina Ali ra dan menghasut orang-orang agar tidak simpati kepada Khalifah Utsman bin Affan ra.
Abdullah bin Saba’ sangat berlebihan dalam mengagungkan Sayyidina Ali ra, bahkan berani membuat hadits-hadits pasu untuk menjatuhkan Khalifah Utsman ra dan menghinakan Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq ra dan Sayyidina Umar bin Khattab ra.
Imam Sayyidina ‘Ali ra berkata: aku bertanya: Wahai Rasulullah! Apakah ciri-ciri mereka? Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Mereka menyanjungimu dengan sesuatu yang tidak ada padamu”.
Diantara ajaran Abdullah bin Saba’ adalah :
1. Al-Wishoyah : Wasiat. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam berwasiat supaya yang menjadi khalifah sesudah Beliau wafat adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Dan mereka memberi gelar Sayyidina Ali “Al-Washyi”, yakni orang yang diberi wasiat.
2. Ar-Roj’ah : kembali. Ia mengajarkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tidak boleh kalah dari Nabi Isa as. Kalau Nabi Isa as akan kembali di akhir zaman, maka Sayyidina Ali ra akan kembali di akhir zaman untuk menegakkan keadilan. Ia mengajarkan bahwa Sayyidina Ali ra tidak mati terbunuh, beliau akan kembali lagi. Ibnu Hazm, seorang ahli tarikh mengatakan bahwa Abdullah bin Saba’ mengabarkan bahwa Sayyidina Ali ra belum mati tetapi masih bersembunyi dan akan kembali di akhir zaman. Ajaran ini dibawanya dari kepercayaan kaum Yahudi yang mengatakan bahwa Nabi Ilyas juga belum mati. Ajaran inilah yang kemudian menjadi kepercayaan orang Syi’ah, bahwa imamnya yang terakhir belum mati, sekarang masih bersembunyi dan pada akhir zaman nanti akan kembali untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
3. Ilahiyah : ketuhanan. Ajaran ini mengatakan bahwa pada diri Sayyidina ali ra, bersamayam unsur-unsur ketuhanan. Olek karena itu beliau mengetahui segala yang ghaib ( kasyaf ). Abdullah bin Saba’ mengangkat Sayyidina Ali kepada kedudukan Tuhan.
Seorang Ulama dan pengarang dari kalangan Syi’ah Mu’tazilah bernama Ibnu Abil Hadid mengakui bahwa Abdullah bin Saba’ ini adalah seorang pendeta Yahudi yang masuk Islam yang mengobarkan Syi’ah Sabaiyah. Diantara pemuka Syi’ah Sabaiyah ini terdapat seorang bernama Muqiroh bin Said yang memfatwakan bahwa Dzat Tuhan bersemayam pada tubuh Sayyidina Ali ra. Seorang lagi yang bernama Ishak bin Zaid yang memfatwakan bahwa orang-orang yang sudah sampai pada derajat yang tinggi, sudah habis taklif baginya, yaitu sudah tidak lagi wajib sholat, puasa dan berbagai kewajiban lainnya.
Nasib Abdullah bin Saba’ pada akhir hayatnya menjadi orang buangan, yang dibuang oleh Sayyidina Ali ra stelah beliau menjadi Khalifah keempat, Beliau marah karena dia membuat fitnah atas diri beliau, dia akhirnya dibuang ke daerah Madain.
Kelompok Abdullah bin Saba’ ini terpisah menjadi 2 ( dua ) kelompok besar, yaitu :
1. Kelompok yang menyatakan bahwa sesungguhnya Sayyidina Ali ra adalah Allah sendiri yang menciptakan segala sesuatu dan memberi rizki. Dalam hal ini, Sayyidina Ali ra mengajak mereka berdialog,namun mereka ternyata bersikeras mempertahankan pendapatnya. Maka akhirnya Sayyidina Ali ra membakar orang– orang yang diketahui dari golongan mereka dengan api. Kemudian golongan mereka berkata : “Seandainya Ali bukan Allah itu sendiri tentu ia tidak membakar mereka dengan api. Karena sesungguhnya tidak akan melakukan pembakaran dengan api kecuali Tuhan.” Mereka berkeyakinan bahwa Ali akan menghidupkan mereka, setelah ia membunuh mereka. Mereka inilah orang-orang yang membawa kepercayaan bahwa tuhan melakukan penitisan kepada makhluknya beserta cabang-cabang kepercayaan ini meliputi faham-faham yang sesat.
2. Kelompok yang memberontak terhadap Sayyidina Ali ra setelah terjadinya perang Shiffin. Mereka juga menuduh Ali Kafir, karena beliau telah menghentikan peperangan dan menyetujui Tahkim dengan kitabullah dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi Sayyidina Ali ra dan Muawiyah ra. Sebagian dari mereka juga ada yang mengkafirkan ketiga orang Khalifah sebelum Sayyidina Ali ra. Mereka ini telah membunuh seorang Tabi’in besar yang bernama Abdullah bin Khobbab ra dan istrinya, karena ia memuji keempat Khulafaur Rasyidin. Kemudian ketika Sayyidina Ali ra meminta agar mereka menyerahkan para pembunuhnya, mereka menolak sambil berkata: “Kami semua ikut membunuh mereka dan kami semua menganggap halal terhadap darah-darah kalian dan darah-darah mereka semua.”
Hal yang harus kita ingat adalah jika timbul rasa permusuhan terhadap saudara muslim sendiri maka boleh jadi telah terjerumus kedalam kekufuran sehingga menjadi musyrik, seperti kekufuran karena kesalahpahaman dalam i’tiqod.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” ( QS Al Maaidah [5]: 82 )
Terjerumus dalam kekufuran boleh jadi karena tanpa disadari telah menjadi ahli bid’ah sehingga memerangi saudara muslim sendiri
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di masa kemudian akan ada peperangan di antara orang-orang yang beriman.” Seorang Sahabat bertanya: “Mengapa kita (orang-orang yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata: ‘Kami telah beriman’.” Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Ya, karena mengada-adakan di dalam agama (mengada-ada dalam perkara yang merupakan hak Allah ta’ala menetapkannya yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharaman) , apabila mereka mengerjakan agama dengan pemahaman berdasarkan akal pikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani).
Allah Azza wa Jalla berfirman,
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?”
Nabi menjawab, “tidak”
« أما أنهم لم يكونوا يعبدونهم ولكنهم كانوا إذا أحلوا لهم شيئاً استحلوه وإذا حرموا عليهم شيئاً حرموه »
“Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya“
Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Ahli bid’ah adalah mereka yang mengada-ada dalam agama atau dalam perkara syariat yang merupakan hak Allah Azza wa Jalla menetapkannya.
Perkara syariat adalah syarat yang harus dipenuhi sebagai hamba Allah yakni menjalankan segala apa yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya, wajib dijalankan dan wajib dijauhi, meliputi menjalankan kewajibanNya yang jika ditinggalkan berdosa, menjauhi segala yang telah dilarangNya yang jika dilanggar berdosa dan menjauhi segala yang telah diharamkanNya yang jika dilanggar berdosa.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikanbeberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkanbeberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Ahli bid’ah adalah mereka yang membuat perkara baru (bid’ah) yang bukan kewajiban menjadi kewajiban (ditinggalkan berdosa) atau sebaliknya, yang tidak diharamkan menjadi haram (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya dan yang tidak dilarang menjadi dilarang (dikerjakan berdosa).
Oleh karenanya ahli bid’ah termasuk pelaku perbuatan syirik, karena penyembahan kepada selain Allah, penyembahan diantara pembuat bid’ah (perkara baru) dengan pengikutnya, perbuatan yang tidak ada ampunannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
“Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah”. [Ash-Shahihah No. 1620]
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
“Katakanlah! Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah diberikan kepada hamba-hambaNya dan beberapa rezeki yang baik itu? Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf: 32-33)
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [QS. An-Nahl : 116].
Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: “Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keteranganpadanya.” (Riwayat Muslim).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
من حلل حراما او حرم حلالا فقد كفر
“Barangsiapa menghalalkan sesuatu yang haram atau mengharamkan sesuatu yang halal, maka dia telah kafir.”
Asy Syatibi dalam Al I’tishom. Beliau mengatakan bahwa bid’ah adalah:
عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ
“Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat yang menyerupai syari’at, yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala”
Ibnu Katsir ~rahimahullah berkata :
ويدخل في هذا كل من ابتدع بدعة ليس [له] فيها مستند شرعي، أو حلل شيئا مما حرم الله، أو حرم شيئا مما أباح الله، بمجرد رأيه وتشهِّيه
“Dan yang termasuk dalam hal ini adalah setiap orang yang melakukan bid’ah yang tidak didasarkan pada sandaran syari’at, atau orang yang menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, atau mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah yang hanya didasarkan oleh pendapat dan hawa nafsunya semata” [Tafsir Al-Qur’aanil-‘Adhiim, 4/609]
Sasaran utama ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi pada kaum muslim adalah untuk menciptakan ulama yang dapat memfatwakan perkara larangan dan maupun perkara kewajiban berdasarkan akal pikiran sendiri tidak berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah.
Kaum Zionis Yahudi telah berhasil menciptakan ulama/pendeta/rahib kalangan kaum Nasrani yang dapat berfatwa tidak berlandaskan kitab Injil sebagaimana yang diturunkan kepada Nabi Isa as
Salah satunya adalah Paulus (Yahudi dari Tarsus), pengikut Rasul setelah “bertobat” , yang mengubah esensi dasar kekristenan. Paulus dijadikan seorang Santo (orang suci) oleh seluruh gereja yang menghargai santo, termasuk Katolik Roma, Ortodoks Timur, dan Anglikan, dan beberapa denominasi Lutheran. Dia berbuat banyak untuk kemajuan Kristen di antara para orang-orang bukan Yahudi, dan dianggap sebagai salah satu sumber utama dari doktrin awal Gereja, dan merupakan pendiri kekristenan bercorak Paulin (bercorak Paulus). Surat-suratnya menjadi bagian penting Perjanjian Baru. Banyak yang berpendapat bahwa Paulus memainkan peranan penting dalam menjadikan Kristen sebagai agama yang berdiri sendiri alias “agama turunan”, dan bukan sebagai sekte dari Yudaisme.
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).” (QS Al Mu’minun [23] : 52-53)
Kaum Yahudi, pada zaman Rasulullah berusaha untuk mengadu domba manusia yang telah bersyahadat sehingga timbul perselisihan sebagaimana kisah suku Aus dan Khajraj.
Pada masa Jahiliyah kedua suku tersebut saling bermusuhan dan berperang selama 120 tahun. Setelah mereka memeluk Islam Allah menyatukan hati mereka sehingga mereka menjadi bersaudara dan saling menyayangi.
Ketika orang-orang Aus dan Khajraj sedang berkumpul dalam satu majlis, kemudian ada seorang Yahudi yang melalui mereka, lalu ia mengungkit-ungkit permusuhan dan peperangan mereka pada bani Bu’ats. Maka permusuhan diantara kedua suku tersebut mulai memanas kembali, kemarahan mulai timbul, sebagian mencerca sebagian lain dan keduanya saling mengangkat senjata, lalu ketegangantersebut disampaikan kepada Nabi shallallahu alaihi wa salam.
Kemudian Beliau mendatangi mereka untuk menenangkan dan melunakkan hati mereka, seraya bersabda: “Apakah dengan panggilan-panggilan jahiliyah, sedang aku masih berada di tengah-tengah kalian?.” Lalu beliau membacakan Ali Imron ayat 103 yang artinya, ‘Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah secara berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai , dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu maka kamu menjadi bersaudara sedangkan kamu diatas tepi jurang api neraka, maka Allah mendamaikan antara hati kamu. Demikianlah Allah menjelaskan ayat ayatnya agar kamu mendapat petunjuk”. Setelah itu mereka menyesal atas apa yang telah terjadi dan berdamai kembali seraya berpeluk-pelukan dan meletakan senjata masing-masing.
Kaum Yahudi , pada masa kini lebih dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau juga dikenal dengan lucifier, freemason atau iluminati adalah mereka yang mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman.
Telah dijelaskan tentang adanya kaum Zionis Yahudi dalam firman Allah ta’ala yang artinya “Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah) dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]: 101-102 )
Jadi pada hakikatnya kaum Zionis Yahudi adalah pengikut syaitan. Mereka yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla. Kaum Zionis Yahudi berupaya menjerumuskan manusia kedalam kekufuran.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seseorangpun dari ummat sekarang ini, Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka.”
Hadits yang diriwayatkan Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang yang dimurkai“, beliau bersabda, ‘Kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, “Kaum Nasrani.“
Firman Allah ta’ala yang artinya,
Katakanlah:”Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu“. (QS Al Maa’idah [5]:68 )
“Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka..” (QS.Ali Imran [3] : 110)
Kita harus ingat bahwa manusia yang telah bersyahadat adalah bersaudara dan saling mencintai di antara mereka. Janganlah termakan hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi
Firman Allah Azza wa Jalla,
“wai’tashimuu bihabli allaahi jamii’an walaa tafarraquu waudzkuruu ni’mata allaahi ‘alaykum idz kuntum a’daa-an fa-allafa bayna quluubikum fa-ashbahtum bini’matihi ikhwaanan“
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah secara berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai , dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu maka kamu menjadi bersaudara” (QS Ali Imron [3]: 103)
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara”. ( Qs. Al-Hujjarat :10)
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Bukhari 5552) (HR Muslim 4685)
Diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Demi Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai.” (HR Muslim)
Contoh paling sederhana adalah perselisihan dalam permasalahan peringatan Maulid.
Sebaiknya janganlah mengikuti pendapapat/pemahaman ulama korban ghazwul fikri dari kaum Zionis Yahudi. Mereka yang mengaku-aku mengikuti pendapat Salafush Sholeh namun kenyataannya tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh. Mereka bermazhab dengan akal pikiran mereka sendiri atau dengan kata lain mereka telah menjadikan akal pikirannya sendiri sebagai berhala atau yang disebut menuhankan pendapat sendiri (istibdad bir ro’yi) .
Sebaiknya kita ikuti pendapat/pemahaman ulama yang mengikuti pendapat/pemahaman Imam Mazhab yang empat, pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim pada umumnya, yang jelas-jelas bertalaqqi(mengaji) dengan Salafush Sholeh
Berikut pendapat para ulama pengikut Imam Mazhab yang empat tentang peringatan Maulid.
Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul shallallahu alaihi wasallam dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul shallallahu alaihi wasallam dan membangkitkan rasa cinta pada beliau shallallahu alaihi wasallam, dan bersyukur kepada Allah ta’ala dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam dan karena Tsuwaibah menyusuinya ” (shahih Bukhari hadits no.4813). maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam, maka bagaimana dengan muslim ummat Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang gembira atas kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh-sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.
Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
berkata “tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat Islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang sangat besar”.
Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah
dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : “ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi shallallahu alaihi wasallam”
Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah,
dengan karangan maulidnya yang terkenal “al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, “Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta merayakannya”.
Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: “Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kepada orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”.
Kami mengingatkan kembali bahwa Maulid Nabi bukanlah kewajiban (jika ditinggalkan berdosa) atau bukanlah termasuk amal ketaatan atau perkara syariat.
Maulid Nabi adalah amal kebaikan (perkara diluar amal ketaatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits)
Maulid Nabi umumnya diisi dengan kegiatan membaca Al Qur’an, Sholawat, kajian dan ceramah seputar kehidupan Rasulullah dan implementasinya dalam kehidupan masa kini.
Kita boleh memperingati atau mengingat masa lampau untuk bekal hari esok, bahkan hal ini adalah anjuran dari Allah Azza wa Jalla, sebagaimana firmanNya, “Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad” “Perhatikan masa lampaumu untuk hari esokmu” (QS al Hasyr [59] : 18 )
Kita mengingat tanggal kelahiran kita dan kejadian-kejadian di waktu lampau untuk bekal kita mengisi biodata, riwayat hidup. Kita mengingat apa yang telah disampaikan orang tua, ulama kita dahulu untuk bekal menjalankan kehidupan kita hari ini dan esok. Kita memperingati Maulid Nabi dan perjalanan hidupnya sebagai bekal kita meneladani dan mengimplementasikannya dalam kehidupan kita hari ini dan esok
Maulid Nabi adalah kebutuhan bagi kaum muslim pada umumnya yang zaman kehidupannya telah terpaut jauh dengan zaman kehidupan para Salafush Sholeh. Kami dan kaum muslim pada umumnya amat sangat merindukan untuk berkumpul bersama Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Hal serupa dengan sholat tarawih berjama’ah yang dilakukan sebulan penuh di bulan Ramadhan.
Rasulullah mencontohkan kita untuk menghindari perkara baru dalam kewajiban (jika ditinggalkan berdosa). Rasulullah meninggalkan sholat tarawih berjama’ah dalam beberapa malam agar kita tidak berkeyakinan bahwa sholawat tarawih berjama’ah sepanjang bulan Ramadhan adalah kewajiban (ditinggalkan berdosa)
Rasulullah bersabda, “Aku khawatir bila shalat malam (tarawih berjam’ah) itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687).
Bid’ah hasanah , jika yang melakukan sholat tarawih berjamaah sebulan penuh berkeyakinan bahwa itu adalah amal kebaikan selama bulan ramadhan walaupun Rasulullah tidak mencontohkan /melakukannya sebulan penuh.
Bid’ah dholalah, jika mereka berkeyakinan bahwa sholat tarawih berjamaah sebulan penuh adalah kewajibanNya atau perintahNya (ditinggalkan berdosa) karena sholat tarawih sebulan penuh tidak pernah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai kewajiban (ditinggalkan berdosa). Yang ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai kewajiban (ditinggalkan berdosa) yang harus dikerjakan sebulan penuh pada bulan Ramadhan adalah berpuasa.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830