Dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/01/15/bisa-terjerumus-sekulerisme/ kami sampaikan bahwa menolak adanya bid’ah hasanah bisa terjerumus paham sekulerisme
Solusi penangkal paham sekulerisme atau solusi penangkal paham SEPILIS (sekulerisme, pluralisme, liberalisme) secara umum adalah dengan pemahaman akan adanya bid’ah hasanah sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Mazhab yang empat, pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim pada umumnya (Imam Mujtahid Mutlak) yang bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salafush Sholeh.
Dengan kesadaran adanya bid’ah hasanah maka setiap kita akan melakukan perbuatan atau mencontohkan perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka kita akan merujuk kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
Jika perbuatan tersebut bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah maka perbuatan itu termasuk bid’ah dholalah
Jika perbuatan tersebut tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah maka perbuatan itu termasuk bid’ah hasanah
Imam Syafi’i ~rahimahullah berkata “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)”
Imam Syafi’i ~rahimahullah berkata “Perkara-perkara yang baru (al muhdats) terbagi dua, Pertama : perkara baru yang bertentangan dengan kitab, sunnah, atsar para sahabat dan ijma’, ini adalah bid’ah dlalalah, kedua: perkara baru yang baik dan tidak bertentangan dengan salah satu dari hal-hal di atas, maka ini adalah perkara baru yang tidak tercela” (Diriwayatkan oleh al Hafizh al Baihaqi dalam kitabnya “Manaqib asy-Syafi’i”, Juz I, h. 469)
Pemahaman yang memisahkan bid’ah kedalam urusan agama dan bid’ah secara bahasa atau bid’ah urusan dunia adalah bentuk keterjermusan kedalam paham Sekulerisme , paham yang memisahkanurusan dunia dan urusan agama (urusan akhirat).
Firman Allah Azza wa Jalla, alyawma akmaltu lakum diinakum, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu” (QS Al Maaidah [5]:3)
Islam itu din yang sempurna, tercakup di dalamnya semua aspek kehidupan di dunia untuk kebahagiaan di akhirat. Aspek-aspek itu antara lain kehidupan berpolitik, bermasyarakat, bernegara, bermuamalah dan sebagainya
Apakah sikap dan perbuatan yang termasuk urusan dunia boleh bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah ?
Setiap sikap dan perbuatan manusia urusan dunia maupun urusan akhirat harus tetap merujuk dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan menetapkannya dalam hukum taklifi yang lima (haram, makruh, wajib, sunnah, dan mubah). Perbuatan merujuk dengan Al Qur’an dan As Sunnah termasuk dzikrullah (mengingat Allah).
Jadi urusan dunia adalah ibadah juga. Jika urusan dunia tersebut bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah maka termasuk amal keburukan (sayyiah) dan jika urusan dunia tersebut tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah maka termasuk amal kebaikan.
Urusan dunia yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah maka termasuk juga ke dalam bid’ah hasanah
Paham SEPILIS (Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme) diusung oleh kaum Zionis Yahudi. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada
Allah Azza wa Jalla menciptakan kaum Yahudi sebagaimana yang dikehendakiNya
Kaum Yahudi dan kaum musyrik, termasuk yang terjerumus kemusyrikan, terjerumus dalam kekufuran yang disebabkan oleh berbagai macam sebab, mereka mempunyai rasa permusuhan terhadap manusia yang telah bersyahadat
Firman Allah ta’ala yang artinya, “orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” ( QS Al Maaidah [5]: 82 )
Kita dapat menyaksikan bagaimana paham SEPILIS (Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme) mulai merasuk kedalam perguruan-perguran tinggi Islam di negeri kita seperti yang dulu bernama IAIN. Juga ke dalam universitas Islam di wilayah kerajaan dinasti Saudi tentu dengan cara-cara yang lebih halus dan terarah.
Kaum Zionis Yahudi tentu juga berupaya memasukkan paham SEPILIS (Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme) ke dalam organisasi-organisasi masyarakat seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dll
Begitu juga kaum Zionis Yahudi berupaya memasukkan paham SEPILIS (Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme) ke dalam sistem pemerintahan seluruh negara di dunia ini. Termasuk ke dalam pemerintahan kerajaan dinasti Saudi. Pemerintahan kerajaan dinasti Saudi walaupun mereka berupaya memerintah berlandaskan syariat Islam namun tidak sepenuhnya berlandaskan syariat Islam. Sistem pemerintahan yang mereka terapkan adalah Monarki (kerajaan) . Mereka katakan bahwa mereka mengikuti khalifah Muawiyyah.
Khalifah Muawiiyah ketika itu bermaksud meniru suksesi kepemimpinan yang ada di Persia dan Bizantium, yaitu Monarki (kerajaan). Akan tetapi, gelar pemimpin pusat tidak di sebut raja (malik), mereka tetap menggunakan gelar khalifah dengan makna konotatif yang di perbaharui. Langkah awal dalam rangka memperlancar pengankat Yazid sebagai penggantinya adalah menjadikan Yaizid Ibn Muawiyyah sebagi putra mahkota (tahun 53 H).
Penunjukkan Yazid sebagai putra mahkota telah melahirkan reaksi dari masyrakat. Proses terjadi dimasyarakat karena Muawiyyah telah mengubah sistem suksesi peminpin; di samping itu, pengangkatan Yazid sebagai pengganti Muawiyyah berarti telah terjadi pelanggaran perjanjian antara Muawiyyah dengan Hasan Ibn Ali ra .
Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah menolak melakukan bai’at. Akan tetapi, Muawiyyah berhasil memaksa mereka untuk melakukan bai’at. Dua tokoh yang tidak berhasil dipaksa melakukan bai’at adalah Husain Ibn Ali dan Abd Allah Ibn Zuabair. Apa yang dilakukan dan dicontohkan oleh Muawiyyah membentuk kepemimpinan pemerintahan dengan sistem kerajaan meniru peradaban Persia dan Bizantium pada hakikatnya adalah perkara baru (bid’ah).
Rasulullah bersabda : “Tidak boleh bagi tiga orang berada dimanapun di bumi ini, tanpa mengambil salah seorang diantara mereka sebagai amir (pemimpin) ”
Sungguh, dianggap (penisbatan) berkhianat kepada Allah , Rasul-Nya dan kaum mukminin, merupakan ancaman keras bagi siapapun yang tidak bertanggung jawab dalam memilih pemimpin, sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Barangsiapa memilih seseorang menjadi pemimpin untuk suatu kelompok, yang di kelompok itu ada orang yang lebih diridhai Allah dari pada orang tersebut, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.” (HR. Hakim)
Dalam sejarah Islam kita kenal adanya ahlu a-halli wa al-‘aqdi yang merupakan demokrasi berdasarkan perwakilan yang berkompetensi dan terpercaya. Ketetapan/fatwa/kebijaksanaan diambil dengan permusyawaratan / perwakilan.
Musyawarah untuk mufakat sistem perwakilan yang berkompetensi dan terpercaya atau ahlu a-halli wa al-‘aqdi telah dicontohkan oleh para Khulafaur Rasyidin dalam menetapkan khalifah pertama setelah wafatnya Sayyidina Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Begitupula , pemerintahan kerajaan dinasti Saudi dan pemerintahan beberapa negara lainnya yang dipimpin oleh penguasa negara yang beragama Islam menjadikan kaum kafir sebagai teman kepercayaan, penasehat, pelindung dan pemimpin.
Firman Allah Azza wa Jalla,
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
“Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dan meninggalkan orang-orang mu’min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah…” (Qs. Ali-Imran : 28)
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Qs. Al Mujadilah : 22)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)
Sikap para ulama yang menyerahkan “urusan dunia” secara bulat-bulat kepada penguasa negeri adalah bentuk keterjerumusan kedalam paham sekulerisme.
Begitu pula dengan paham pluralisme boleh jadi telah masuk kedalam pemerintahan dinasti kerajaan Saudi Perhatikan video pada http://www.youtube.com/watch?v=48kUEx9iGk8
Berikut transkript subtitle yang kami dapatkan dari melihat video tersebut.
***** awal transkript subtitle *****
Adapun langkah yang berbahaya adalah apa yang dilakukan Raja Abdulloh yang meminta untuk mendekatkan berbagai agama dan menyetujui suatu agama yang diridhoi oleh PBB dan dianut oleh seluruh bangsa.
Raja Abdullah:
”Saya meminta kepada seluruh agama yang turun dari langit” (samawi)
”Untuk berkumpul dengan saudara-saudara mereka dalam satu iman dan ketaatan kepada seluruh agama, karena kita menghadap kepada satu Tuhan”
”Saya pernah berpikiran untuk mengunjungi Vatican, dan sayapun telah mengunjunginya”
”Sayapun bertemu dengan Paus dan saya berterima kasih padanya”
”Saya berterima kasih (karena) dia menemui saya”
”Saya tidak akan melupakan pertemuan seorang manusia dengan seorang manusia”
”dan ketika itu aku tawarkan ide ini kepadanya yaitu untuk menghadap kepada Tuhan ~ Yang Maha Perkasa lagi Mulia ~”
”Menghadap kepada Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Mulia, dalam apa yang Dia perintahkan dalam agama-agama yang turun dari langit dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an”
”Kita meminta kepada Tuhan Yang Maha Mulia lagi Perkasa agar memberi petunjuk pada kita semua”
”Semua agama-agama ini kepada satu kalimat yang diperintahkan oleh Tuhan ~Yang Maha Perkasa lagi Mulia ~ untuk dilaksanakan oleh manusia”
”Insyaallah dalam waktu sedekat mungkin, dan ketika kita berkumpul dan telah disetujui, Insyaallah, semuanya dalam kebaikan ~ semua agama”
”Saya akan pergi ke PBB, Saya juga yakin hingga orang yang beriman dengan Abrahamisme”
”Saya juga menginginkan mereka …. tapi ketiganya ini wajib bagi mereka Taurat, Injil dan Al-Qur’an dan selebihnya Insyaallah semuanya baik”
”Pada mereka ada kebaikan, karena kemanusiaan mereka juga bagus”
”karena moral mereka juga bagus dan karena negara mereka juga bagus dan karena semuanya adalah keluarga”
Sungguh keluarga Saudi telah memulai ~dalam kemurtadan yang jelas ~ mepersiapkan sebuah agama baru , dan itu dilakukan dengan beberapa langkah. Yang pertama adalah konferensi Makkah yang terakhir yang mengumpulkan beberapa kelompok sesat dan menyimpang dari hukum Allah untuk menyetujui agama yang baru. Sebagaimana pada fase berikutnya ditawarkan kepada Yahudi, Nasrani dan Budha di konferensi Spanyol dengan munculnya sebuah agama yang disetujui oleh PBB dan agar bisa diterima oleh semuanya. Padahal cukuplah Allah bagi kita, dan (Dia lah) sebaik-baiknya Pelindung.
***** akhir transkript subtitle *****
Paham pluralisme merasuk kedalam kaum muslim dengan menyalahgunakan firman Allah ta’ala yang artinya,
“Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal sholeh , mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Al Baqarah [2]: 62)
Makna firman Allah ta’ala tersebut adalah
Kaum Yahudi pada zaman Nabi Musa a.s yang mentaati syariat yang dibawa oleh Nabinya dan beramal sholeh akan masuk surga
Kaum Nasrani pada zaman Nabi Isa a.s yang mentaati syariat yang dibawa oleh Nabinya dan beramal sholeh akan masuk surga
Kaum Shabiin , orang-orang yang mengikuti syari’at Nabi-nabi zaman dahulu dan beramal sholeh akan masuk surga
Namun setelah syariat disempurnakan ketika Rasulullah di utus maka semua manusia wajib mengikuti syariat yang dibawa oleh Rasulullah.
Jika manusia mentaati syariat yang dibawa oleh Rasulullah dan beramal sholeh niscaya masuk surga, telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/29/masuk-surga/
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “ Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seseorangpun dari ummat sekarang ini, Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka.”
Hadits yang diriwayatkan Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang yang dimurkai“, beliau bersabda, ‘Kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, “Kaum Nasrani.“
Kaum Yahudi dan Kaum Nasrani kalau mereka benar-benar mengikuti syariat yang di bawa Nabi mereka maka mereka pasti telah disampaikan akan kedatangan Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah yang terakhir
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” ( QS Al Baqarah [2]:146 )
“Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?” Katakanlah: “Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?” Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS Al Baqarah [2]:140 )
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu“. ( QS Ali Imran [3]:81 )
Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw. berkata: ‘Setiap kali Allah subhanahu wa ta’ala mengutus seorang nabi, mulai dari Nabi Adam sampai seterusnya, maka kepada nabi-nabi itu Allah subhanahu wa ta’ala menuntut janji setia mereka bahwa jika nanti Rasulallah shallallahu alaihi wasallam. diutus, mereka akan beriman padanya, membelanya dan mengambil janji setia dari kaumnya untuk melakukan hal yang sama’.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam“. (QS Al Baqarah [2]: 132 )
“illa wa antum muslimuun”, “kecuali dalam keadaan muslim” , “kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam”, kecuali manusia yang berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla, berserah diri dengan mentaati perintahNya dan laranganNya.
PerintahNya dan laranganNya telah disempurnakan ketika Muhammad bin Abdullah diutus menjadi Rasulullah.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” ( QS Al Maaidah [5]:3 )
Jadi penduduk surga pastilah seorang muslim, mereka yang telah bersyahadat. Jika kaum non muslim benar-benar bertauhid atau berkeyakinan bahwa tiada tuhan selain Allah maka mereka akan mentaati tuhannya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam untuk bersyahadat atau memeluk agama Islam jika tidak maka mereka termasuk kaum kafir.
Hakikat kafir atau menyekutukan Allah atau mereka yang melakukan perbuatan syirik adalah mereka yang tidak mengakui ke -Maha Kuasa – an Allah Azza wa Jalla
Iblis dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla karena mereka tidak mengakui ke -Maha Kuasa -an Allah Azza wa Jalla dengan tidak mentaati kewajibanNya berupa perintah untuk sujud kepada manusia (Nabi Adam a.s).
Orang Islam yang bersujud (sholat) menghadap Ka’bah, tidak berarti dia menyembah Ka’bah, akan tetapi dia sebenarnya sedang bersujud dan menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menghadap ke Ka’bah perwujudan menjalankan perintahNya atau mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla. Begitu juga para malaikat sujud kepada manusia (Nabi Adam a.s) perwujudan melaksanakan perintahNya atau mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla.
Kaum Yahudi dan Kaum Nasrani walaupun sebagain kecil mereka beriman kepada Allah namun tetap dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla dan dinyatakan sebagai orang-orang yang sesat karena mereka tidak mengakui ke-Maha Kuasa-an Allah Azza wa Jalla dengan tidak mentaati kewajibanNya berupa perintah untuk bersyahadat.
Sebagaimanapun amal kebaikan yang kaum non muslim lakukan, selama mereka tidak bersyahadat maka tidak akan bermanfaat di akhirat kelak
“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh”. (QS Ibrahim [14]:18 )
“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mu’min dan beramal sholeh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka”. (QS Muhammad [47]:12 )
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830