1069. AYAT MUTASYABIHAT

PERTANYAAN :
Aji Wisurya MQ
assalamu’alaikum mohon pencerahan nya…apa itu ayat mutsyabihat..Jazakallah khair.
JAWABAN :
Mbah Jenggot II 
ayat Mutasyabihat adalah ayat yang tidak jelas maksudnya.
Mutasyabihat artinya nash-nash al Qur’an dan hadits Nabi Muhammad saw. yang dalam bahasa arab mempunyai lebih dari satu arti dan tidak boleh diambil secara zhahirnya, karena hal tersebut mengantarkan kepada tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), akan tetapi wajib dikembalikan maknanya sebagaimana perintah Allah dalam al Qur’an pada ayat-ayat yang Muhkamat, yakni ayat-ayat yang mempunyai satu makna dalam bahasa Arab, yaitu makna bahwa Allah tidak menyerupai segala sesuatu dari makhluk-Nya.
Ayat Mutasyabihat dibagi menjadi dua. 
Pertama,
ayat Mutasyabihat yang hanya Alloh yang mengetahui maksudnya, seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan hal yang ghaib. 
Kedua,
ayat Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh orang-orang yang mendalam ilmunya (ar rasikhun fil ‘ilm), sesudah menyelidikinya secara mendalam. Seperti maksud dari al istiwa’ dalam ayat: ”Ar Rahmanu ‘ala al ‘arsyi istawa”. QS Thaha: 5. Para ulama ar rasikhun fil ‘ilm menafsirkan istawa di atas dengan ‘menguasai’ (al Qahr), bukan bersemayam; sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Abdulloh al Harari dalam al Syarh al Qawim fi Hall Alfadz al Shirath al Mustaqim.
Al Imam Ahmad ar-Rifa’i dalam al Burhan al Muayyad berkata: “Jagalah aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir ayat al Qur’an dan hadits Nabi Muhammad saw. yang Mutasyabihat sebab hal ini merupakan salah satu pangkal kekufuran”.
dalilnya :
Dialah yang menurunkan al Kitab (al Quran) kepadamu. Di antarnya ada ayat-ayat yang Muhkamat, itulah pokok-pokok isi al Quran, dan yang lain (ayat-ayat) Mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang Mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-car ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Alloh. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: ‘Kami beriman kepada ayat-ayat mutsyabihat, semuanya dari sisi Tuhan kami.’ Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” QS Ali Imran: 7.
Ayat di atas menerangkan bahwa di antara isi al Quran terdapat ayat-ayat yang Muhkamat dan Mutasyabihat. Ayat Muhkamat adalah ayat-ayat yang terang dan jelas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah. Sedangkan ayat Mutasyabihat adalah ayat yang tidak jelas maksudnya.
Firman Allah swt. surat Thaha: 5: “Ar Rahmanu ‘ala ‘arsyi istawa”.
Ayat ini tidak boleh ditafsirkan bawa Allah duduk (jalasa) atau bersemayam atau berada di atas ‘Arsy dengan jarak atau bersentuhan dengannya. Juga tidak boleh dikatakan bahwa Allah duduk tidak seperti duduk kita atau bersemayam tidak seperti bersemayamnya kita, karena duduk dan bersemayam termasuk sifat khusus benda sebagaimana yang dikatakan oleh al Hafizh al Bayhaqi, al Imam al Mujtahid Taqiyyuddin as-Subki dan al Hafizh Ibnu Hajar dan lainnya. 
Kemudian kata istawa sendiri dalam bahasa Arab memiliki 15 makna. Karena itu kata istawa tersebut harus ditafsirkan dengan makna yang layak bagi Allah dan selaras dengan ayat-ayat Muhkamat. Berdasarkan ini, maka tidak boleh menerjemahkan kata istawa ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa lainnya karena kata istawa mempunyai 15 makna dan tidak mempunyai padan kata (sinonim) yang mewakili 15 makna tersebut. Yang diperbolehkan adalah menerjemahkan maknanya, makna kata istawa dalam ayat tersebut adalah qahara (menundukkan atau menguasai).
Al Imam Ali ra. mengatakan: “Sesungguhnya Allah menciptakan ‘Arsy untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya”.
Maka ayat tersebut (surat Thaha: 5) boleh ditafsirkan dengan qahara (menundukkan dan menguasai) yakni Allah menguasai ‘Arsy sebagaimana Dia menguasai semua makhluk-Nya. Karena al Qahr adalah merupakan sifat pujian bagi Allah. Dan Allah menamakan dzat-Nya al Qahir dan al Qahhar dan kaum muslimin menamakan anak-anak mereka ‘Abdul Qahir dan ‘Abdul Qahhar. Tidak seorangpun dari umat Islam yang menamakan anaknya ‘Abd al jalis (al jalis adalah nama bagi yang duduk). Karena duduk adalah sifat yang sama-sama dimiliki oleh manusia, jin, hewan dan malaikat. 
Penafsiran di atas tidak berarti bahwa Allah sebelum itu tidak menguasai ‘arsy kemudianmenguasainya, karena al Qahr adalah sifat Allah yang azali (tidak mempunyai permulaan) sedangkan ‘arsy adalah merupakan makhluk yang baru (yang mempunyai permulaan). Dalam ayat ini, Allah menyebut ‘arsy secara khusus karena ia adalah makhluk Allah yang paling besar bentuknya.

Pos terkait