Definisi ahli bid’ah adalah mereka yang melarang sesuatu yang tidak dilarangNya, mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkanNya, mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkanNya atau mereka yang mencontohkan sesuatu di luar perkara syariat atau di luar apa yang telah disyariatkanNya atau diwajibkanNya yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Dalam melarang, mengharamkan, mewajibkan sesuatu digunakanlah metodologi istinbat (menetapkan hukum perkara) namun dilakukan bagi mereka yang mempunyai kompetensi sebagai Imam Mujtahid.
Kompetensi yang dibutuhkan untuk boleh menggali sendiri dari Al Qur’an dan As Sunnah adalah
a. Mengetahui dan menguasai bahasa arab sedalam-dalamnya, karena al-quran dan as-sunnah diturunkan Allah dan disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam bahasa Arab yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi, pengertiannya luas dan dalam, mengandung hukum yang harus diterima. Yang perlu diketahui dan dikuasainya bukan hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’).
b. Mengetahui dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak, bagaimana mungkin menggali hukum secara baik dan benar dari al-Quran dan as-Sunnah padahal tidak menguasai sifat lafad-lafad dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. Semua itu masing-masing mempengaruhi hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
c. Mengetahui dan menguasai dalil ‘aqli penyelaras dalil naqli terutama dalam masalah-masalah yaqiniyah qath’iyah.
d. Mengetahui yang nasikh dan yang mansukh dan mengetahui asbab an-nuzul dan asbab al-wurud, mengetahui yang mutawatir dan yang ahad, baik dalam al-Quran maupun dalam as-Sunnah. Mengetahui yang sahih dan yang lainnya dan mengetahui para rawi as-Sunnah.
e. Mengetahui ilmu-ilmu yang lainnya yang berhubungan dengan tata cara menggali hukum dari al-Quran dan as-Sunnah
Ahli bid’ah adalah mereka yang menganggap Allah Azza wa Jalla telah lupa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Ahli bid’ah adalah mereka yang menyekutukan Allah sehingga Allah ta’ala menutup taubat mereka sampai mereka meninggalkan bid’ahnya.
Dari Anas r.a. berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda : “Sesungguhnya Allah menutup taubat dari tiap-tiap orang dari ahli bid’ah sehingga ia meninggalkan bid’ahnya.” (H. R. Thabrani)
Ahli bid’ah adalah mereka yang menyekutukan Allah oleh karenanya mereka akan bertempat di neraka
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf: 32-33)
Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: “Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya.” (Riwayat Muslim)
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?” Nabi menjawab, “tidak”, “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya“
Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [QS. An-Nahl : 116].
Sedangkan perkara di luar perkara syariat atau di luar apa yang telah disyariatkanNya atau diwajibkanNya selama tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits, boleh dilakukan walaupun tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seperti Sholawat nariyah, sholawat badar, ratib Al Haddad, Maulid Barzanji, peringatan Maulid Nabi yang diisi dengan acara yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Hal yang harus sama dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah perkara syariat atau apa yang telah disyariatkanNya atau apa yang telah diwajibkanNya.
Segala perkara yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits adalah perkara baik.
Imam Mazhab yang empat yang bertalaqqi (mengaji) dengan Salaf Sholeh, contohnya Imam Syafi’i ~rahimahullah menyampaikan
قاَلَ الشّاَفِعِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -ماَ أَحْدَثَ وَخاَلَفَ كِتاَباً أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعاً أَوْ أَثَرًا فَهُوَ البِدْعَةُ الضاَلَةُ ، وَماَ أَحْدَثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخاَلِفُ شَيْئاً مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُوْدَةُ -(حاشية إعانة 313 ص 1الطالبين -ج )
Artinya ; Imam Syafi’i ra berkata –Segala hal yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan menyalahi pedoman Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ (sepakat Ulama) dan Atsar (Pernyataan sahabat) adalah bid’ah yang sesat (bid’ah dholalah). Dan segala kebaikan yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan tidak menyelahi pedoman tersebut maka ia adalah bid’ah yang terpuji (bid’ah mahmudah atau bid’ah hasanah), bernilai pahala. (Hasyiah Ianathuth-Thalibin –Juz 1 hal. 313)
Mereka yang telah menjadi korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi tanpa disadari mereka dapat terjerumus menjadi ahli bid’ah karena kesalahpahaman mereka tentang bid’ah sehingga mereka melarang atau mengharamkan sesuatu yang Allah ta’ala tidak turunkan keterangan padanya.
Sungguh kaum Zionis Yahudi telah berpaling dari kitab Taurat. Mereka mengajak manusia untuk masuk neraka karena mereka telah menjadi pengikut syaitan.
Tentang kaum Zionis Yahudi telah disampaikan dalam firman Allah ta’ala yang artinya
“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah) dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]: 101-102 )
Kita harus terus meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi sehingga suatu zaman yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Abdurrahman dari Suhail dari ayahnya dari Abu Hurairah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Kiamat tidak terjadi hingga kaum muslimin memerangi Yahudi lalu kaum muslimin membunuh mereka hingga orang Yahudi bersembunyi dibalik batu dan pohon, batu atau pohon berkata, ‘Hai Muslim, hai hamba Allah, ini orang Yahudi dibelakangku, kemarilah, bunuhlah dia, ‘ kecuali pohon gharqad, ia adalah pohon Yahudi’.” (HR. Muslim 5203)
Raja Faisal Al Saud bin Abdul Aziz telah menyatakan bahwa mereka adalah keturunan Yahudi.
King Faisal Al Saud bin Abdul Aziz at that time could not deny his family’s kindred with the jews when he declared to the Washington Post on Sept. 17, 1969 stating:
“We, the Saudi Familiy, are cousins of the Jews: we entirely disagree with any Arab or Muslem Authority which shows any antagonism to the Jews; but we must live together with them in peace. Our country (Arabia) is the fountain head from where the first Jew sprang, and his descendants spread out all over the world.”.
Terjemahan:
Raja Faisal Al Saud bin Abdul Aziz pada saat itu tidak menyangkal keluarganya adalah keluarga dengan Yahudi sebagaimana yang dia ungkapan pada Washington Post pada 17 September 1969 yang menyatakan:
“Kami, Keluarga Saudi, adalah saudara sepupu dari orang-orang Yahudi: kita sama sekali tidak setuju dengan penguasa Arab atau Muslim yang menunjukkan sikap permusuhan kepada orang Yahudi, tetapi kita harus hidup bersama dengan mereka dalam damai. Negara kami (arabia) adalah sumber awal Yahudi dan nenek moyangnya, lalu menyebar keseluruh dunia“
Namun sepanjang riwayat penguasa dinasti Saudi, Raja Faisal bin Abdul Azis sajalah yang telah membuktikan syahadatnya dengan menjauhi laranganNya, dengan tidak menjadikan Amerika yang merupakan representatif kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercayaan, penasehat, ataupun sebagai pelindung.
Setelah resolusi PBB mengenai pemecahan Palestina dan pendirian Israel, Pangeran Faisal (masih belum menjadi raja) mendesak ayahandanya supaya memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat, tetapi desakannya itu ditolak.
Selepas skandal keuangan Raja Saud, Pangeran Faisal dilantik menjadi pemerintah sementara. Pada tanggal 2 November 1964, ia dilantik menjadi raja setelah Raja Saud di usir keluar dari Arab Saudi ke Yunani.
Raja Faisal melakukan banyak reformasi sewaktu menjadi raja, diantaranya adalah memperbolehkan anak-anak perempuan bersekolah, televisi, dan sebagainya. Usahanya ini mendapat tentangan dari berbagai pihak karena perkara-perkara ini dianggap bertentangan dengan Islam. Ia berasa amat kecewa saat Israel memenangkan Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Pada tahun 1973, Raja Faisal memulai suatu program yang bertujuan untuk memajukan kekuatan tentara Arab Saudi. Pada tanggal 17 Oktober 1973, ia menghentikan ekspor minyak Arab Saudi ke Amerika Serikat yang menyebabkan harga minyak di Amerika Serikat melambung tinggi. Hal ini dilakukan untuk mendesak Amerika Serikat agar menekan Israel keluar dari wilayah Palestina.
Namun kenyataan yang “tampak” kemudian adalah pada tanggal 25 Maret 1975, Raja Faisal ditembak mati oleh anak adiknya, yaitu Faisal bin Musad. Beberapa analisa mengatakan pembunuhan ini ada dalam pengaturan kaum Zionis Yahudi.
Sedangkan para penguasa dinasti Saudi pada zaman sekarang tampak belum dapat membuktikan syahadat mereka karena mereka tidak mentaati larangan Allah Azza wa Jalla. Mereka telah menjadikan Amerika yang merupakan representatif kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercayaan, penasehat maupun pelindung.
Firman Allah Azza wa Jalla, yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
Sedangkan para ulama di wilayah kerajaan dinasti Saudi sangat taat kepada para penguasa dinasti Saudi. Mereka membiarkan kezaliman penguasa dinasti Saudi yang telah melanggar laranganNya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda: “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman” (HR Muslim 70)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan datang para penguasa, kalian mengenal mereka namun kalian mengingkari (perbuatan mereka), siapa yang tahu (kemungkarannya) hendaklah berlepas diri, dan barangsiapa mengingkari maka ia telah selamat. Tetapi bagi yang ridla dan mengikuti (pent- mereka berdosa), para sahabat langsung menyela, Bagaimana jika kita perangi saja? beliau menjawab: Tidak! Selama mereka masih shalat. (HR Muslim 3445)
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa memilih seseorang menjadi pemimpin untuk suatu kelompok, yang di kelompok itu ada orang yang lebih diridhai Allah dari pada orang tersebut, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.” (HR. Hakim)
Penguasa kerajaan dinasti Saudi memaksakan kehendak kepada para ulama di sana untuk mengikuti pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab. Bahkan kurikulum pendidikan agama di susun bersama dengan Amerika yang merupakan representatif kaum Zionis Yahudi sebagaimana yang dapat diketahui dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/02/03/2011/02/07/muslim-bukanlah-ekstrimis/
Ulama Abdul Aziz bin Abdillah bin Bazz yang mentashhihkan kitab biografi Ulama Muhammad ibnu Abdil Wahhab karya Syaikh Ahmad ibn Hajar al- Butami yang menyampaikan bahwa Wahhabi adalah pengikut ulama Muhammad bin Abdul Wahhab
– Di halaman 59 disebutkan : ﻓﻘﺎﻣﺖ ﺍﻟﺜﻮﺭﺍﺕ ﻋﻠﻰ ﻳﺪ ﺩﻋﺎﺓ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﻴﻦ “maka tegaklah revolusi di atas tangan para da’i Wahhabi”
– Di halaman 60 disebutkan : ﻋﻠﻰ ﺃﺳﺎﺱ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﺪﻳﻨﻴﺔ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ ﻓﻲ ﻣﻜﺔ “ atas dasar dari dakwah agama wahhabi di Mekkah” , ﻳﺪﻳﻨﻮﻥ ﺑﺎﻹﺳﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻲ , “mereka beragama dengan Islam atas Mazhab Wahhabi”
Kemudian pemahaman agama yang mengikuti pemahaman Muhammmad bin Abdul Wahhab diekspor ke negara-negara berpenduduk muslim dengan label “Salafy”
Contoh produk atau hasil pengajaran para ulama dari wilayah kerajaan dinasti Saudi yang merupakan korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi adalah seperti http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=l7hDianAq7U
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan babak-babak perjalanan sejarah sampai akhir zaman. Sekarang kita memasuki babak Mulkan Jabbriyyan, babak para penguasa memaksakan kehendak seraya mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya.
Tiga babak sebelumnya telah dilalui: (1) Babak An-Nubuwwah (Kenabian), lalu (2) Babak Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan yang mengikuti Sistem / Metode Kenabian), kemudian (3) Babak Mulkan ’Aadhdhon (Raja-raja yang menggigit).
Babak ketiga yang ditandai dengan tigabelas abad masa kepemimpinan Kerajaan Daulat Bani Umayyah, kemudian Kerajaan Daulat Bani Abbasiyyah dan terakhir Kekhalifahan Turki Utsmani
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّا فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ (أحمد)
“Kalian akan mengalami babak Kenabian selama masa yang Allah kehendaki, kemudian babak kekhalifahan mengikuti manhaj Kenabian selama masa yang Allah kehendaki, kemudian babak Raja-raja yang menggigit,selama masa yang Allah kehendaki, kemudian babak para penguasa yang memaksakan kehendak selama masa yang Allah kehendaki, kemudian kalian akan mengalami babak kekhalifahan mengikuti manhaj Kenabian, kemudian Nabi diam.” (HR Ahmad)
Dalam kitab hadits shohih Imam Muslim pada bab fitnah dan tanda kiamat.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Kalian akan memerangi jazirah arab lalu Allah menaklukkannya, setelah itu Persia lalu Allah menaklukkannya, kemudian kalian memerangi Romawi lalu Allah menaklukkannya, selanjutnya kalian memerangi Dajjal lalu Allah menaklukkannya. Kemudian Nafi’ berkata: Hai Jabir, kami tidak berpendapat Dajjal muncul hingga Romawi ditaklukkan. (HR Muslim 5161)
Dari Hudzaifah bin Asid Al Ghifari berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menghampiri kami saat kami tengah membicarakan sesuatu, beliau bertanya: Apa yang kalian bicarakan? Kami menjawab: Kami membicarakan kiamat. Beliau bersabda: Kiamat tidaklah terjadi hingga kalian melihat sepuluh tanda-tanda sebelumnya. Beliau menyebut kabut, Dajjal, binatang, terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa bin Maryam Shallallahu ‘alaihi wa Salam, ya’juj dan ma’juj, tiga longsor; longsor di timur, longsor di barat dan longsor di jazirah arab dan yang terakhir adalah api muncul dari Yaman menggiring manusia menuju tempat perkumpulan mereka (HR Muslim 5162)
Berkata Ibnu Al Musayyib: telah mengkhabarkan kepadaku Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: Tidak akan terjadi hari kiamat hingga keluar sebuah api dari bumi Hijaz yang dapat menerangi leher seekor onta yang berada di Bushro. (kota di Syam, pent.) (HR Muslim 5164)
Dari Ibnu Umar ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda sementara beliau menghadap timur: “Ingat, sesungguhnya fitnah itu disini, sesungguhnya fitnah itu disini dari arah terbitnya tanduk setan.” (HR Muslim 5167)
Sedangkan pada kitab Hadits Shohih Imam Bukhari pada bab fitnah
Dari Ibnu Umar mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memanjatkan doa; Ya Allah, berilah kami barakah dalam Syam kami, ya Allah, berilah kami barakah dalam Yaman kami. Para sahabat berkata; ‘ya Rasulullah, dan juga dalam Nejed kami! ‘ Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam membaca doa: Ya Allah, berilah kami barakah dalam Syam kami, ya Allah, berilah kami barakah dalam Yaman kami. Para sahabat berkata; ‘Ya Rasulullah, juga dalam Najd kami! ‘ dan seingatku, pada kali ketiga, beliau bersabda; Disanalah muncul keguncangan dan fitnah, dan disanalah tanduk setan muncul (HR Bukhari 6565)
Informasi tentang Najd dapat kita ketahui dari hadits
Dari Sa’id bin Abu Sa’id bahwa dia pernah mendengar Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengirim pasukan berkuda ke negeri Najd, lantas mereka dapat menawan dan membawa seorang laki-laki dari Bani Hanifah yang bernama Tsumamah bin Utsal seorang tokoh penduduk Yamamah (HR Muslim 3310)
Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengirim suatu pasukan menuju daerah Najd, sedangkan Ibnu Umar termasuk dalam prajurit tersebut. Lalu pasukan tersebut mendapatkan ghanimah yang banyak sehingga masing-masing dari mereka mendapatkan dua belas unta dan masih ditambah dengan satu unta lagi untuk setiap prajurit, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak merubah ketetapan tersebut (HR Muslim 3291)
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif Al Anshari bahwa Abdullah bin Abbas pernah mengabarkan kepadanya bahwa Khalid bin Walid yang di juluki dengan pedang Allah telah mengabarkan kepadanya; bahwa dia bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menemui Maimunah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam -dia adalah bibinya Khalid dan juga bibinya Ibnu Abbas- lantas dia mendapati daging biawak yang telah di bakar, kiriman dari saudara perempuanya yaitu Hufaidah binti Al Harits dari Najd, lantas daging Biawak tersebut disuguhkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sangat jarang beliau disuguhi makanan hingga beliau diberitahu nama makanan yang disuguhkan, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hendak mengambil daging biawak tersebut, seorang wanita dari beberapa wanita yang ikut hadir berkata, Beritahukanlah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai daging yang kalian suguhkan! Kami lalu mengatakan, Itu adalah daging biawak, wahai Rasulullah! Seketika itu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangannya, Khalid bin Walid pun berkata, Wahai Rasulullah, apakah daging biawak itu haram? Beliau menjawab: Tidak, namun di negeri kaumku tidak pernah aku jumpai daging tersebut, maka aku enggan (memakannya). Khalid berkata, Lantas aku mendekatkan daging tersebut dan memakannya, sementara Rasulullah melihatku dan tidak melarangnya. (HR Muslim 3603)
Hufaidah binti Al Harits dari Najd saudara perempuan dari Khalid bin Walid yang di juluki dengan pedang Allah yang ayahnya memiliki tanah kebun membentang dari Makkah hingga Taif.
Kaum yang akan menimbulkan fitnah adalah dicirikan seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi.
Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman bahwa Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil. Kemudian ‘Umar berkata; Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!. Beliau berkata: Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target (hewan buruan). (Karena sangat cepatnya anak panah yang dilesakkan), maka ketika ditelitilah ujung panahnya maka tidak ditemukan suatu bekas apapun, lalu ditelitilah batang panahnya namun tidak ditemukan suatu apapun lalu, ditelitilah bulu anak panahnya namun tidak ditemukan suatu apapun, rupanya anak panah itu sedemikian dini menembus kotoran dan darah. Ciri-ciri mereka adalah laki-laki berkulit hitam yang salah satu dari dua lengan atasnya bagaikan payudara wanita atau bagaikan potongan daging yang bergerak-gerak. Mereka akan muncul pada zaman timbulnya firqah/golongan. Abu Sa’id berkata, Aku bersaksi bahwa aku mendengar hadits ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan aku bersaksi bahwa ‘Ali bin Abu Thalib telah memerangi mereka dan aku bersamanya saat itu lalu dia memerintahkan untuk mencari seseorang yang bersembunyi lalu orang itu didapatkan dan dihadirkan hingga aku dapat melihatnya persis seperti yang dijelaskan ciri-cirinya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR Bukhari 3341)
Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As Sari telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Sa’id bin Masruq dari Abdurrahman bin Abu Nu’m dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata; Ketika Ali bin Abi Thalib berada di Yaman, dia pernah mengirimkan emas yang masih kotor kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu emas itu dibagi-bagikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada empat kelompok. Yaitu kepada Aqra` bin Habis Al Hanzhali, Uyainah bin Badar Al Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al Amiri, termasuk Bani Kilab dan Zaid Al Khair Ath Thay dan salah satu Bani Nabhan. Abu Sa’id berkata; Orang-orang Quraisy marah dengan adanya pembagian itu. kata mereka, Kenapa pemimpin-pemimpin Najd yang diberi pembagian oleh Rasulullah, dan kita tidak dibaginya? maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab: Sesungguhnya aku lakukan yang demikian itu, untuk membujuk hati mereka. Sementara itu, datanglah laki-laki berjenggot tebal, pelipis menonjol, mata cekung, dahi menjorok dan kepalanya digundul. Ia berkata, Wahai Muhammad! Takutlah Anda kepada Allah! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Siapa pulakah lagi yang akan mentaati Allah, jika aku sendiri telah mendurhakai-Nya? Allah memberikan ketenangan bagiku atas semua penduduk bumi, maka apakah kamu tidak mau memberikan ketenangan bagiku? Abu Sa’id berkata; Setelah orang itu berlaku, maka seorang sahabat (Khalid bin Al Walid) meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membunuh orang itu. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim 1762)
Kesimpulannya ciri kaum yang menimbulkan fitnah adalah seperti yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang artinya, “akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya. (HR Muslim 1773)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830